Lalu dengan setengah berlari dari kamar nya aku hendak kemar ibu, mengabari apa yang aku ketahui tentang kakak, namun saat aku membuka pintu ku lihat ibu ku sedang tertidur, lalu aku hendak membangunkan ibu ku karena hari juga sudah sore.
namun... Beberapa kali aku mengoyangkan tubuh nya untuk membangunkan nya ia tetap tak bergerak seperti...
"Ibu, ibu, IBU!".
Ucap ku membangunkan nya namun... "Kak..KAKAK...!".
Teriak ku saat aku mengetahui bahwa ibu tak bernafas lagi.
Semenjak itu rumah kami kini menjadi sepi, kehilangan kedua orang tua membuat aku dan kakak seperti kehilangan semangat, aku tak menyangka ibu akan menyusul ayah juga.
Aku masih mencium bau tubuhnya saat aku masuk kedalam kamar nya, tempat tidur nya yang begitu rapi.
Buat Ania.
Selamat ulang tahun.
Walau pun ibu tak tau kamu sudah ulang tahun keberapa saat kamu membaca surat ini.
Maaf bila kamu membaca surat ini ibu tak bisa lagi bersama kalian.
Ibu hanya titip pesan, agar kalian selalu akur.
Ibu akan selalu melihat kalian kok.
Karena ibu akan selalu dihati kalian.
Salam dari ibu utuk kalian berdua.
Ibu sayang kalian.
Membaca surat yang ia tuliskan membuat air mata ku, mengalir tak henti-henti.
Masih ada satu surat sebenarnya, dan aku tau ini untuk siapa.
"Ibu..., Ibu...". tangisan kakak ku kini tak terbendung.
Kami berdua hanya bisa menangis sambil berpelukan.
Kebahagian?
Dimana kamu akan tau arti dari kebahagian saat ia hilang dari mu.
aku dan kakak kini hanya berdua dalam rumah ini, sudah sebulan semenjak kepergiannya, kami baru bisa menemukan surat yang ia buat untuk kami.
Hari-hari pun ku lalui, aku masih saja merasa kesepian, namun karena ada ia yang selalu menyemangati ku, dikala aku terpuruk dalam hidup, dikala aku mengingat tentang itu rasa sesak didada masih kurasakan, saat tangis ku tahan dalam senyuman.
Kehilangan seseorang bagai membakar kertas yang hanya meninggalkan abu sisa pembakaran itu.
Sungguh apa hidup ku seperti ini?
Memgapai sesuatu, dalam tali kehidupan, namun... Saat sudah mendapatkan
apa ku gapai yang satunya lepas dari gengaman, aku selalu menyempati diri ke makam nya, berbicara kepada nya, dan ayah ku yang tak jauh dikuburkan.
Waktu terus berputar tidak mungkin aku tetap seperti ini, semua harus berubah, HARUS!
Kini TO sudah menjadi makanan para kami, bertapan dengan lembaran kertas soal yang dari 40-50 soal selalu saja kami lakukan akhir-kahir ini.
Aku selalu jadi murid terdepan dalam pelajaran, nama ku selalu di perinkat paling atas, Aku ingin masuk universitas agar ibu banga dengan ku, aku tak ingin hanya tamat di SMA saja, aku ingin sama dengan kakak ku, namun untuk melakukan itu aku harus giat dalam belajar, karena ini lah jalan satu-satunya kalau aku ingin maju.
Ia selalu membantu ku dalam belajar, selalu saja ia datang kerumah.
Katanya sih ingin membatu, namun aku tau dia hanya ingin melihat ku saja, dasar.
Kalau punya lasan jangan yang mudah ditebak lah.
"Huh... Selesai".
Tangan ku mulai pegal, jari-jari ku terasa sakit, leher ku terasa berat.
Ku lihat ia masih mengkoreksi jawaban yang ku tulis, walau pun ia guru bahasa indonesia akan tetapi ia juga bisa dalam banyak pelajaran, apakah ia juga pintar?
Ya tentu seorang guru harus lah pintar.