Chereads / BOB RIBON / Chapter 6 - The New Atmosphere

Chapter 6 - The New Atmosphere

Hari Senin menjadi hari pertama yang jauh menuju hari libur namun sangat dekat dengan hari libur. Yang dimana awal rutinitasnya diisi dengan hal klasik bagi para pelajar seperti kami, upacara bendera yang katanya diselenggarakan untuk mengatur salah satu strategi karakter siswa atau sebagai aktivitas yang wajib dilaksanakan untuk mengindahkan sejarah.

Berbeda sedikit dengan gua yang menganggap hari Senin menjadi hari paling mengasyikkan diantara hari yang lain. Kenapa? Karena, gua lebih suka melakukan sesuatu di hari awal tentang semua hal yang akan gua mulai jalani. Ya. Hari Senin ini akan menjadi hari pertama gua mendapatkan suasana baru, hari pertama sekolah di SMA Pascal!

Keadaan pertemanan di sini memaksa gua untuk terlihat hidup sederhana di muka umum sesuai dengan rencana gua tentang bertolak belakangnya sikap dan keadaan asli gua. Namun, apapun yang akan terjadi hari ini biarlah mengalir dengan sendirinya, terjadilah apa yang seharusnya terjadi! Ya walaupun sikap dan keadaan yang gua jadikan sebagai bahan kedok, tidak membuat sifat alami gua terhasut kan. Gua akan meminjam sampul orang lain sebagai penutup isi sebenarnya untuk melihat langsung insiden ketulusan setiap orang.

Penampilan dan karakter alami gua masih sama dengan pemilik hak patennya, dingin, cuek, karismatik, lusuh, nyeleneh, kritis, sarkas, keras kepala, savage, serampangan, be yourself, dan ambisius tapi tetap santuy. Masalah kalimat bad boy, fuckboy, atau semacamnya apalah itu, gak akan gua tunjukkin di tempat umum, karena kodrat lelaki itu memang haus nafsu! Di sisi lain, gua akan menjadi anak dari keluarga yang sangat berkecukupan dalam hal ekonomi. Norak, katro, dan kampungan gak bakal ketinggalan dalam sampul palsu gua.

Gua akan sangat menikmati proses seleksi alam yang mungkin sebentar lagi akan terlaksanakan. Dalam waktu perkiraan 15 menit lagi gua akan sampai di tempat tujuan dengan menyisakan waktu 10 menit menuju suara lonceng pertama berbunyi, yang berarti 25 menit lagi akan dilaksanakannya upacara bendera.

Gua berjalan santai tanpa kendaraan ditemani sebatang nikotin yang gua isep, betul-betul suasana baru daripada keadaan suasana di Amsterdam. Tenang ae, nama sekolah yang ada di seragam putih gua tertutup aman dilapisi kain hoodie yang gua kenakan. Gua menggunakan sepatu Converse All Star KW super dan hoodie lusuh yang terlihat murah! Semakin banyak yang berkomentar, semakin terlihat mana kawan, mana bukan.

"Eh, nak Ribon. Selamat datang di SMA Pascal," ujar guru yang gua salami di dekat gerbang pertama sekolahan ini.

"Terimakasih, Bu." Gua melempar senyum tulus padanya.

"Oh iya nak Ribon, sweaternya tolong dibuka ya ketika masuk area sekolah," peringatan dari guru itu dengan ramah.

"Baik, Bu," respon gua lalu membuka hoodie yang gua pake. Gua melenggang pergi sambil mengucapkan kata permisi.

Gua kagak langsung masuk ke kelas gua, tapi ke ruang tata usaha karna emang gitu aturannya. Begitu sesampainya di ruang tata usaha, gua mengetuk pintu ruangan itu yang terbuka lebar. Beberapa orang yang berada di dalam ruangan tersebut mempersilahkan gua untuk masuk.

"Kamu jangan dulu ikut upacara, tapi nanti ketika bagian amanat pembina kamu akan dipanggil untuk memperkenalkan diri. Apa kamu siap?" ujar kepala sekolah yang sudah menunggu kedatangan gua sedari tadi. Gua hanya tersenyum singkat sebagai jawaban.

Bel pertama berbunyi menandakan bahwa upacara akan segera dimulai, gua menunggu part gua sambil duduk di sofa yang sudah tersedia di dalam ruangan itu. Dengan iming-iming gabut akhirnya gua disuruh mendekati lapangan upacara karena sebentar lagi pembina upacara yang sedang memberikan amanat akan memanggil gua untuk memperkenalkan diri sebagai murid baru sekaligus pindahan dari luar negeri yang menggunakan jalur beasiswa!

"Anak-anak, ibu akan memanggil murid baru yang ibu maksud barusan. Baiklah, Bob Ribon silahkan kemari," ujar pembina upacara tersebut.

Gua berjalan dengan kharisma wibawa tapi sedikit dibumbui gaya nyeleneh khas gua.

"Selamat pagi semuanya. Pertama-tama saya ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh penghuni sekolah SMA Pascal karena telah mengizinkan saya berdiri di tempat ini untuk memperkenalkan diri saya. Ya, baik. Perkenalkan nama saya Bob Ribon. Saya pindahan dari International School of Amsterdam, saya pindah ke SMA Pascal karena penerimaan beasiswa yang mengirim saya ke sekolah ini. Jadi, saya harap kita bisa saling bekerjasama dengan baik. Dan sekarang, saya adalah bagian dari kelas 11 IPS 4. Sekian yang dapat saya sampaikan, maaf bila ada kekurangan. Jika ada yang ingin bertanya, bisa ditanyakan di waktu senggang. Terimakasih atas perhatiannya, selamat pagi." Gua mengakhiri pidato yang gua buat secara mengalir tanpa ada persiapan sebelumnya, walau masih berlogat Eropa tapi seluruhnya berjalan dengan mulus. Indra penglihatan gua menyapu setiap ekspresi sorot mata dan ekspresi mimik wajah peserta upacara, ada yang berekspresi fokus, senang, malu-malu, cengo, ngantuk, penasaran, licik, haters, dan masih banyak lagi.

Pembina barusan menyuruh gua untuk masuk barisan sesuai kelas masing-masing, dan tentu saja gua masuk kedalam barisan kelas gua, 11 IPS 4. Kenapa IPS 4? Kenapa gak MIPA 1 atau IPS 1 aja yang terpandang isi kelasnya lebih pinter dibanding kelas ke-dua, ke-tiga, dan selanjutnya? Karena gua yang minta! Semakin benda angkasa yang menyorot hangat di pagi ini semakin memuncak, upacara yang wajib diikuti tadi telah dibubarkan. Seluruh peserta upacara memasuki ruangan masing-masing. Tapi tidak bagi gua, karena gua harus mengambil tas yang gua simpan di ruang tata usaha barusan. Kepala sekolah yang berada di ruang tata usaha menyuruh gua untuk langsung masuk ke kelas saja. Gua pun mengiyakan sambil berpamitan.

Sebelum memasuki kelas, gua mengetuk pintu kelas terlebih dahulu dan langsung masuk tanpa persetujuan penghuninya. Ketika pantat gua mendarat di pelabuhannya, seluruh isi kelas bertanya-tanya tentang diri gua. Gua menjawab pertanyaan mereka dengan acuh tak acuh tanpa menatap mereka, tapi ada satu pertanyaan yang bikin gua tertarik meladeninya!

"Eh lu beasiswa ya? Miskin lu sampe harus pake jalur beasiswa?" Cewek kampungan yang sebelumnya gua ceritain.

Gua menoleh ke arah cewek itu yang lagi menyombongkan iPhone 8 yang dia genggam sambil bersmirk remeh!

"Kalo iya kenapa?" tanya gua balik dengan tatapan yang gua buat-buat agar terlihat seolah gua kagak terima dengan apa yang dia tanyakan.

"Kalo lu miskin, terus mobil Ferrari yang lu pake waktu itu punya siapa dong?" tanya cewek itu lagi.

"Anak majikan," jawab gua tenang.

Bukan ucapan yang dia pake sebagai respon, tapi tawaan menghina yang dia lontarkan!

"Dasar bule miskin kampungan! Hahahaha." Gua sih its ok ae dihina begimanapun juga selagi bukan keluarga dan kawan-kawan gua yang dihina.

"Bukannya elu ye yang kampungan? Cewek angkuh yang baru aja megang iPhone 8 udah berlagak lebih dari setinggi langit, kek orang kaya baru kemaren tau kagak lu?" ucap gua sinis meledek yang sengaja gua bisikin di telinganya. Dia terlihat marah dan kesel setelah gua skak! Tapi sialnya temen sekelas gua berteriak pelan bahwa guru mata pelajaran akan segera masuk, jadi ditunda dulu dah penyaksian respon dia ke gua bakal gimana setelah itu.

Materi mata pelajaran Seni Budaya sebagai mata pelajaran pertama kelas 11 IPS 4 mengenai materi alat musik. Para pelajar di kelas itu menyimak seksama penjelasan yang guru itu terangkan. Tapi baru aja materi sampe setengahnya ae belum, seorang staf piket mengetuk pintu kelas kami. Sontak seluruh fokus berpindah haluan pada sang empu.

"Ada Bob Ribon?" tanya orang itu yang gua jawab dengan acungan tangan setinggi-tingginya tanpa adanya jawaban yang keluar dari mulut istimewa gua.

"Kemari dulu nak, ada seseorang yang ingin bertemu dengan nak Ribon," ucap dia.

"Penting?" tanya gua memastikan, karena gua lagi mager!

"Sangat penting katanya," Gua beranjak menuju sang maksud dengan tak lupa mengatakan permisi pada guru gua yang sedang berdiri.

Gua berjalan bersebelahan dengan guru piket itu sambil mengobrol santai. Dan ternyata yang ingin bertemu dengan gua adalah tangan kanan gua dari beberapa bisnis fashion yang gua miliki, Gucci dan Chanel. Dia bilang manajer yang pengen mengajukan kontrak bareng merk gua kagak bisa nunggu lebih lama lagi. Gua sih ber oh ria ae karena emang bener gua lagi kagak bisa diganggu siapapun, wong gua lagi fokus memandirikan diri gua disini jadi kagak visa kesana kemari buat ngurus segala bisnis.

Beberapa berkas yang butuh tanda tangan gua sebagai persetujuan kontrak gua adalah berkas dari agensi girlgroup Blackpink, agensi boyband BTS, EXO, manajer Billie Eilish, Ariana Grande, Justin Bieber, manajer film TharnType, 2gether, dan manajer dari beberapa musisi, aktris, aktor Korea, Thailand, dan Amerika seperti Lucas, Nicky Minaj, dan lain sebagainya.

Bisnis fashion Chanel, Louis Vuitton dan Gucci merupakan warisan turun temurun, tapi bisnis fashion seperti Supreme, Balenciaga, Saint Laurent dan Bond merupakan hasil keringet gua.

Acara tulis-menulis tanda tangan pun selesai. Asisten gua berpamitan begitu gua perintahkan untuk kembali bekerja, gua sendiri mengucapkan terimakasih dan hati-hati di perjalanan kepada asisten gua. Mengucapkan terimakasih pada guru piket barusan pun tak luput dari rasa hormat gua.