Bandung. Januari 2010.
Giginya bergemeretak karena dinginnya udara kawasan Ciumbuleuit di Sabtu subuh ini. Tapi ia memaksakan dirinya bangun.
Perlahan ia meraih sepatu kets putihnya dibawah ranjang lalu keluar dari kamar hotelnya. Wajahnya langsung terterpa angin dingin khas Bandung itu. Ia pun berjalan menelusuri jalan Ki Putih yang gelap gulita. Berjalan terus melewati Rancabentang dan Menjangan yang dingin membeku. Menuju Cihampelas memutari Cipaganti.
Dengarkan...Dengarkan lagu... lagu ini. Melodi rintihan hati ini. Kisah kita...berakhir di Januari..
Alex sudah tahu siapa yang akan ia nikahi. Namun hatinya tidak dapat dibohongi. Ia mencintai Dian. Gadis itu membawa kenyamanan, kegembiraan sekaligus kekuatan. Begitupun dengan kesederhanaannya. Dian membuat Alex menjadi diri sendiri bila bersamanya.
Lagipula, Dian berjasa besar menyelamatkan nyawanya dari sekapan para Yakuza sialan itu. Pikir Alex geli. Teringat kejadian beberapa bulan yang lalu saat Dian bersama sekumpulan polisi mendobrak gudang penyekapan dan menembak penculik Alex. Padahal saat itu nyawa Alex sudah di ujung tanduk. Pistol penculik itu sudah siap menyalak menembus kepalanya.
Alex mendesah pelan.
Kenangan demi kenangan itu bertubi-tubi menghampirinya. Terutama saat Senin minggu lalu saat Alex "tidak sengaja" bertemu Dian di kampusnya.
"I wanna grow old with your stupid face and stupid behaviour" bisik Dian manja sambil merangkul lengan Alex. Ia menatap mata Alex penuh kehangatan.
"I love all your stupidityness..." kata Dian lagi sambil tersenyum dan memperhatikan wajah pria itu lembut.
Tiba-tiba Alex bergumam.
"Errrrr..."
Dian langsung mengerutkan keningnya. Perasaannya tidak enak. Ia hapal gelagat itu.
"Stupidity dan stupidness ga bisa digabung..." gumam Alex menunduk dan memutar-mutar kancing bajunya.
"Whut?" balas Dian sebal sambil melepas rangkulannya. Alex meliriknya sebentar lalu kemudian menunduk lagi.
"They are two diffir..."
"Mother of God" ujar Dian spontan sambil menepuk jidatnya pasrah. Ia pun berdiri dan meninggalkan Alex yang masih sibuk menjelaskan grammar.
Alex mencintai Dian. Gadis kecil berhati samudera. Namun pilihannya terhadap Sisca sudah didasari pertimbangan yang matang.
Sisca hamil lebih dahulu.
Itulah alasan. Mau tidak mau Alex harus menikahinya. Ia pun sudah memberitahu kedua orang tuanya dan orang tua Sisca. Mereka pun sudah menyiapkan segala keperluan pernikahan. Bu Yanti, ibunda Sisca, bahkan sudah memberitahu seluruh kerabatnya. Mantan suaminya pun kabarnya akan datang dari Denmark untuk menghadiri pernikahan mereka.
Tell me how this could happen differently. Batin Alex pasrah. Semuanya memang seperti sudah digariskan bagi Alex untuk menikahi Sisca. Tidak ada yang bisa dilakukan sebaliknya. Alex pun merasa terjebak.
Apalagi persiapan pernikahan sudah hampir rampung. Gedung resepsi sudah di book dan undangan sudah tersebar. Mereka akan menikah di Gedung Samudera Kelapa Gading bulan depan.
Sisca terlihat bahagia. Ia sudah menyiapkan segalanya. Bahkan waxing ala Brazil sehari sebelum pernikahan. Ia pun mengabari hal itu Jum'at kemarin dikantor.
"Menurut artikel di New York University School of Medicine, cukur ala Brazil itu dapat membuka, tanda kutip gerbang, masuknya bakteri ke dalam tubuh" ujar Alex sambil membaca artikel di komputernya.
Menurutnya waxing sama sekali tidak penting dalam urusan menikah. Dan sama sekali tidak perlu dibahas karena ia sedang mempersiapkan nota pembelaan untuk sidang besok. Namun Sisca malah mengerling nakal.
"Jadi kamu sukanya gimana?" desahnya di muka Alex.
Alex menghentikan ketikannya. Ia hanya tersenyum. Kemudian ia melanjutkan kembali mengetik pledoi-nya.
"Umm...kita belum pernah nyoba disitu lho" lirih Sisca sambil mengedipkan matanya ke arah sofa.
Kemudian ia memindahkan jari Alex dari keyboard ke pinggangnya. Lalu turun semakin jauh.
Alex menghela nafas. "Not now honey. I need to finish this" ujarnya lembut sambil menarik tangan Sisca dan menciumnya mesra.
Tapi Sisca menarik tangannya dengan kasar. Ia menyapu meja kerja Alex hingga dokumen berjatuhan. Kemudian ia keluar dan membanting pintu dengan keras.
Alex tersenyum masam saat teringat peristiwa kemarin itu. Ia menggelengkan kepala berusaha melupakannya.
Alex mengusap mukanya. Terasa basah karena keringat. Ia baru sampai di Rancabentang dari perjalanannya sejak subuh tadi. Alex lalu mampir di Warung Edah. Ia haus dan kelaparan. Ia pun memesan dua ayam goreng dan sambal khas warung favorit mahasiswa Unpar itu. Kemudian ia makan dengan kalap.
Akhirnya nikmat dan kekenyangan membuat Alex mengantuk. Udara pagi sepoi-sepoi membuatnya ingin tidur. Ia menyeruput kopi hitam itu. Wajahnya segera menghangat saat air kopi itu meluncur dilehernya. Kemudian ia menyandarkan punggungnya di dinding sambil menyalakan rokok kretek. Asapnya dihembuskan perlahan membentuk lingkaran demi lingkaran. Kenangan masa lalu kembali berkelebat dibenaknya.
Halte bis didepan Ratu Plaza. Tempat ia beristirahat setelah lelah berjalan sepanjang jalan Sudirman-Thamrin untuk memasukkan lamaran pekerjaan. Renjana yang memutuskan cintanya. Kebangkrutan kantornya karena salah perhitungan bisnis. Kejatuhan demi kejatuhan. Lalu berdiri lagi. Semua berkelebat dengan cepat. Tiba-tiba wajah cantik Dian kembali muncul dibenaknya.
"Kamu menyandang nama Prasasti bukan tanpa alasan" ujar Dian di hari Senin kemarin.
"Kamu selalu berjuang sepanjang hidup..." lirihnya.
"Berdiri teguh sepanjang waktu. Tak tergoyahkan" gumamnya dengan airmata yang mengalir.
"Kecuali untuk aku..." isaknya sambil berdiri lalu berlari meninggalkan Alex.
************************
I stand before you. Accused of many crimes. But I wanna believe that love can still survive.
CIIIIIIIITTTTT!!!!!
Pak Abdul mendadak menginjak rem mobil. Suara ban berdecit keras membangunkan Alex dari lamunan masa lalunya. Ia terkesiap. Didepannya terlihat seorang pria tinggi besar turun dari motor balapnya. Ia menghampiri mobil SUV yang ditumpangi Alex dan kemudian dengan gerakan kilat mengeluarkan sepucuk revolver.
DORRRRRRRRRRRRR!!!!!!!!!!!
Kejadian itu begitu cepat tanpa sempat diantisipasi. Kuping Alex terasa sakit dan berdenging keras akibat ledakan pistol itu. Disampingnya terlihat sosok Edward sudah tergeletak bersimbah darah. Tiba-tiba Adam berlari keluar dari mobil tanpa bisa dicegah. Ia mengejar pria tinggi besar itu.
"ADAM!!" Alex berteriak keras. Namun terlambat.
DORRRRRRRRRRRRR!!!!!!!!!!!!!
Adam pun roboh dan tergeletak tidak bergerak ditengah jalan TB Simatupang itu.