Clara terbang menggunakan Singapore Airlines ke Hong Kong hari ini. Tadi ia transit di Singapura jam 08.10 dan terbang kembali jam 09.30. Akhirnya ia mendarat jam 13.30 waktu Hong Kong. Clara menebarkan pandangannya saat turun dari tangga pesawat.
Cuaca Hong Kong cukup cerah. Membuat kantuknya agak menghilang. Clara hanya tidur dua jam saja kemarin. Ia terpaksa lembur mempersiapkan dokumen untuk hari ini.
Clara adalah lawyer-in-charge untuk perkara merger Lauw Enterprise. Ia wajib mempersiapkan, menjelaskan dan bahkan mengantarkan semua dokumen yang terkait kepada pihak yang membutuhkan.
Melelahkan.
Tapi Clara tidak pernah mengeluh. Ini adalah impian Clara sejak dulu. Bekerja di kantor hukum dan menjadi pengacara. Sebuah kebanggaan dan pencapaian besar yang dikejar hampir seluruh mahasiswa Fakultas Hukum. Apalagi bisa bekerja di salah satu big firm Jakarta.
Whoa!
Tapi itu dulu. Sekarang setelah terjebak cukup lama karena keasikan bekerja akhirnya Clara melupakan permintaan ibunya yang sudah tua. Menikah. Berkeluarga. Sekejap Clara menggelengkan kepalanya. Mencoba mengalihkan pikirannya. Menghapus berbagai ingatan yang selalu menghampirinya selama ini. Ia harus fokus terhadap pekerjaannya. Seperti yang selama ini ia lakukan.
Ia melirik jamnya. Mepet. Batinnya sebal. Ia baru saja selesai antri imigrasi. Clara pun segera mengambil bagasi dan membeli kartu Octopus lalu sedikit berlari keluar bandara menuju terminal bus. Sambil menunggu ia melihat kembali sebuah catatan ditelepon genggamnya.
"Guest House Golden Crown. Nathan Road. Tsim Sha Tsui" gumamnya.
"Bus A21. Pemberhentian ketiga belas"
"Mr. Sulaiman Chow"
Bus A 21 itu nampak berhenti didepannya. Clara segera menaiki bus itu dan duduk dikursi pojok sambil memejamkan mata. Pikirannya pun mengembara.
"Papamu meninggal sudah lima tahun. Mama ga tau kapan bisa terus menemani kamu" terngiang ucapan sang ibu beberapa hari yang lalu. Clara hanya diam.
"Sampai kapan..." ucapan ibunya itu terhenti karena terbatuk hebat. Clara segera berdiri dan memijat punggung ibunya yang sudah semakin renta itu. Tiba-tiba tangannya disentuh lembut oleh sang ibu.
"Surya sudah beristri, nak. Saatnya kamu membuka mata" ujar ibunya lembut. Tangis Clara pun pecah.
Clara membuka mata sambil mengurut keningnya. Kenangan itu kembali dibenaknya. Ia mendesah lelah. Lalu ia kembali melirik jam dan melihat keluar jendela. Didepannya terlihat pemberhentian ke 13. Clara dapat melihat pintu masuk hotelnya yang diapit Gedung Standard Chartered dan Gedung Citibank.
Beberapa menit kemudian Clara turun dari bis. Disamping jalan terlihat Avenue of Stars. Sebuah tempat untuk mengapresiasi dunia perfilman Tiongkok. Seperti Hall of Fame-nya Holywood. Tentu suatu godaan besar untuk mampir. Namun Clara menahan diri. Tujuannya ke Hongkong adalah bekerja sesuai instruksi langsung dari Pak Alex.
Bertemu seorang detektif swasta.
************************
Sulaiman Chow adalah peranakan Jawa Cina. Neneknya merantau sebagai TKW beberapa puluh tahun yang lalu dan kemudian menikah dengan pria lokal. Ayahnya seorang polisi di distrik Xinjiang di China barat laut. Ia mendidik Sulaiman kecil dengan keras ala militer. Sulaiman terbentuk menjadi seorang pemuda yang terkenal kuat dikalangannya.
Sulaiman juga seorang Polisi di Beijing pada awalnya. Namun kecanduannya terhadap heroin membuatnya didepak dari Kepolisian beberapa tahun yang lalu. Untungnya bakat Sulaiman tidak pernah hilang. Ia memiliki naluri setajam elang dan kecepatan cheetah dalam memburu mangsanya.
Kemarin ia menerima telepon dari seorang pengacara yang mengaku bernama Alex Prasasti. Ia menceritakan pembunuhan yang terjadi terhadap kliennya dan kecurigaannya terhadap beberapa orang di Hongkong.
Alex kemudian mengirim karyawannya hari ini untuk memberikan beberapa dokumen dan file untuk dipelajari. Ia meminta Sulaiman untuk secepatnya memberikan laporan final.
No worries. Batin Sulaiman sambil menggeretakkan jemarinya.
I'm good at this. Pikirnya kembali sambil menatap sosok wanita kurus kering berkaca mata itu dihadapannya. Wanita cantik itu tampak mengantuk. Beberapa kali ia menjatuhkan pulpen yang sedari tadi diputar-putarnya tanpa alasan yang jelas.
"You can go home now. I'll let you know tomorrow" ujar Sulaiman kepada Clara.
"Let me know not later than 7 am. I need to report to my boss" pinta Clara.
Sulaiman mengangguk. Mereka bersalaman kemudian berpisah. Clara harus segera kembali ke Jakarta. Masih bertumpuk pekerjaan untuk diselesaikan.
Sulaiman menatap punggung wanita itu menghilang ke jalanan Nathan Road yang penuh manusia. Kemudian ia membuka beberapa tumpuk dokumen yang diberikan Clara. Ia pun mempelajarinya dengan seksama.
Beberapa copy passport dan dokumen perusahaan. Foto-foto pesta kaum jetset dan beberapa chip berisi rekaman beberapa meeting perusahaan. Tapi dari awal Sulaiman sudah tahu target pertama penyelidikannya.
"Vivian Wong" batinnya.