Chereads / Sang Pengacara "TRIAD" / Chapter 6 - "Adam Prabu"

Chapter 6 - "Adam Prabu"

Lamunan mengenai Singapura 35 tahun lalu itu buyar. Sekarang Jakarta sudah menjadi kota yang sangat modern. Baik dari infrastruktur maupun iklim investasinya. Semua orang berlomba untuk menanamkan uangnya disini.

Salah satu ikon Jakarta saat ini adalah Menara Jakarta atau yang lebih populer dikenal dengan The Jakarta Tower. Menara pencakar langit ini menjulang setinggi 880 meter di kawasan Kemayoran Jakarta Pusat.

JT sendiri adalah pusat telekomunikasi dan broadcasting tertinggi di dunia. Berfungsi juga sebagai traffic control dan pusat jaringan fiber optic di Jakarta serta disaster recovery center. Bentuk menara ini pun sangat unik dengan lima pilar melambangkan Pancasila yang menopang fondasi bangunan pencakar langit ini.

Sebuah hasil arsitektur kelas dunia yang dipuji oleh para pengamat. Ia memang nampak anggun dari segala sudut mata memandang. Tidak kalah dengan Burj Khalifa atau Jeddah Tower yang setinggi 1 kilometer di Arab sana.

Namun satu hal yang tidak dapat dilupakan Alex dari The Jakarta Tower adalah restoran berputarnya. Tempat ia menyaksikan Adam, putra tunggalnya, melamar Dhayfa Khatun yang sekarang telah memberinya dua orang cucu.

Adam saat ini merupakan salah satu partner dikantor Alex. Ia mengepalai divisi litigasi. Saat ini pula ia yang memegang perkara perceraian Angelica dan Robert.

13.23.

Siang ini rencananya Alex akan menghadiri pertemuan bersama Adam ke sebuah proyek perumahan. Harusnya hanya Adam yang berangkat. Namun seperti biasa, sang owner proyek itu ingin bertemu Alex. Sudah lama tak jumpa. Begitu katanya. Alex pun menyanggupi. Ia pun sudah bersama Pak Abdul yang telah menunggu di lobby gedung.

Adam seperti biasa selalu tertinggal dibelakang. Selalu sibuk dengan ritual-ritual yang untuk sebagian orang dianggap aneh. Pulpen harus ganjil. Buku harus genap. Jika ada lima benda di kantung kanan maka di kantung kiri pun harus ada lima.

Aneh-aneh saja.

Tapi itulah Adam. Sosok unik yang sangat dicintai Alex. Seorang anak yang sedari lahir divonis menderita sindrom autisme. Perjuangan yang tidak mudah bagi orang tuanya. Namun cinta memang mengalahkan segalanya. Kerjasama yang padu antara ayah dan ibu terbukti bisa membuat seorang pengidap autisme menjalani kehidupannya dengan baik. Tentu dengan semua keunikannya sendiri. Alex tersenyum sendiri mengingat itu semua. Tatapannya tak lepas dari sosok Adam yang baru masuk ke mobil.

"Besok sidang jam berapa?" tanya Alex ketika melihat Adam sudah duduk nyaman dikursi mobil. Pak Abdul pun keluar dari lobby gedung perkantoran itu.

Sidang perdana gugatan cerai antara Angel dan Robert memang rencananya diadakan besok. Edward bersikeras untuk hadir. Mau tidak mau Alex pun harus ikut menghadiri persidangan tersebut.

"Jam 10" jawab Adam singkat. Nafasnya masih memburu.

Alex mengangguk-angguk. "Apa saja yang mereka minta dalam gugatan?" tanya Alex kembali.

Adam berpikir sejenak. "Gono-gini dan hak asuh" jawabnya kembali.

Alex kembali mengangguk. Otaknya berputar keras. Sebuah langkah hukum yang aneh sebetulnya. Untuk perkara seheboh ini ternyata pihak Robert melakukan kesalahan yang sangat amatir.

Gugatan cerai tidak bisa digabung dengan gugatan harta.

Lagipula hak asuh anak yang belum dewasa itu normalnya diberikan ke ibu.

Lalu mengapa dipermasalahkan?

Kepala Alex tiba-tiba terasa penat. Ia pun memilih mengistirahatkan otaknya dan kemudian memejamkan mata. Ia harus bugar saat pertemuan nanti. Umur memang tidak dapat ditipu.

Diluar terlihat cukup padat. Banyak mobil berseliweran keluar masuk gedung perkantoran dikawasan Kemayoran itu. Alex beruntung. Tempat meeting berikutnya berada di Bintaro. Keberadaan MRT memudahkan pengguna jalan raya karena frekwensinya mobil sudah sangat menurun. Akhirnya jalanan menjadi cukup lowong. Apalagi di jalan tol. Cocok untuk tidur. Batin Alex.

Sebelum terlelap, Alex menyalakan musik kesukaannya. Ia memencet sebuah tombol pada remote disampingnya. Kemudian ia menutup mata. Mencoba beristirahat.

"Vom Feuer das in Lust verbrennt. Ein Funken stoß. In ihren Schoss. Ein heißer Schrei. Feuer frei!!!"

"Pa..." keluh Adam.

"Bang bang!!!" sahut vokalis Till Lindemann seakan menjawab protes Adam.

"Masya Allah!" keluh Adam.

Pria itu langsung menutup kuping sambil menatap sebal kearah bapaknya yang sudah mendengkur.

************************

Adam Prabu Prasasti.

Masa kecilnya dilalui dengan tidak mudah. Pada usia 2 tahun ia didiagnosa menderita sindrom autis. Umur 10 tahun ia kembali divonis mengalami sindrom Asperger.

Ia mengalami speech delay sampai menginjak usia remaja. Sering dijauhi serta di-bully teman sebayanya. Seluruh kehidupan keluarga berubah drastis hanya untuk fokus terhadap perkembangan diri Adam yang terlambat.

Ibunya memilih untuk meninggalkan kesibukannya didunia hiburan untuk lebih dekat dengan Adam. Ia bahkan rela menghabiskan waktunya untuk menemani Adam kecil di ruang kelas karena Adam rawan di-bully. Ibunya bahkan berperan sebagai shadow teacher karena guru sekolah Adam kewalahan menangani Adam yang sering tantrum dan tidak terkendali.

Setelah lelah di sekolah, ibunya dengan hati lapang, ikut menemani anak semata wayangnya itu terapi wicara dan terapi sensori. Semua itu dijalani dengan senyum walau kemajuannya sangat sedikit.

Sering ibunya menjerit histeris di dalam air bak mandi ketika Adam tantrum. Namun selalu keluar dengan muka tersenyum. Tertawa manis tiap kali Adam kecil berbicara mengikuti tokoh kartun. Ibunya memang luar biasa.

Namun ada satu kelebihan Adam yang mencolok. Otaknya sangat cemerlang. Ia memiliki ingatan fotografi. Ia sanggup mengingat plat nomor mobil yang kecelakaan di sebuah gang sempit dua tahun yang lalu. Kemampuan berhitungnya pun sangat baik.

"Kalau Kakek lahir tahun 1946 dan sekarang tahun 2020 berarti umur kakek berapa?" tanya sang kakek.

"74!" jawab Adam kurang dari sedetik.

Tepuk tangan meriah pun membahana. Bersyukur atas sedikit kelelahan yang terjadi selama ini.

Adam menghabiskan waktu kuliahnya di Jakarta. Orang tuanya tidak mengijinkannya sekolah keluar negeri seperti Abi, kakaknya yang berbeda ibu.

Adam menurut. Ia tidak marah. Begitu lulus kuliah, Adam pun langsung bekerja sebagai paralegal dikantor bapaknya. Membantu para pengacara menyiapkan gugatan sampai dengan memantau persidangan.

Ternyata sindrom Asperger yang dideritanya justru membawa berkah. Walaupun kemampuan sosialisasi serta komunikasinya terhambat namun ingatan fotografinya sangat membantu dalam menjalani dan menyelesaikan pekerjaan. Ia sanggup mengingat setiap detail peraturan yang relevan. Akhirnya ia pun menjadi seorang pengacara yang mahir berdebat.

Uniknya, Adam tidak pernah bersilat lidah.

Tidak pernah berusaha menciptakan dalil untuk membenarkan pikirannya. Ia hanya mengungkapkan semua fakta yang ada dikepalanya. Fakta itulah yang akhirnya berbicara. Bukan Adam.

"Raise your knowledge. Not your voice"

Petuah itulah yang selalu diingat Adam dari ayahnya. Sayangnya hal ini tetap tidak membuatnya diterima masyarakat. Orang selalu segan berbicara dengannya. Entah kenapa. Akhirnya ia selalu tersisih dalam pergaulan.

Congrats for being normal. Batin Adam setiap kali merasa dijauhi.

Di kantor pun sama saja. Ia bahkan sering berselisih dengan Surya, salah satu partner dikantornya. Surya yang juga suami Abi. Kakak dan teman hidup Adam yang sangat dicintainya. Salah satu orang yang sangat dikagumi Adam selama ini.

Abi memang kebanggaan keluarga. Wanita cantik setinggi 175 cm itu terkenal sebagai artis film. Perpaduan antara kakeknya yang Denmark-Jewish serta neneknya yang Jawa membuat wajah Abi menjadi sangat unik.

Abi sendiri sudah pensiun dari dunia akting setelah menikah dengan Surya. Kemudian ia pindah haluan menjadi desainer baju pesta. Disini ia juga meraih sukses. Adam hanya bisa ikut bahagia. Sama sekali tidak cemburu saat seluruh pujian diberikan kepada Abi. Wajar kok. Abi memang kebanggaan keluarga. Ia memang hebat.

"Lagipula siapa yang mau memuji orang yang selalu menjadi beban keluarga?"

Begitu pikir Adam ingat dirinya sendiri.