Pria berwajah oriental itu mendengar penjelasan Mr. Lee dengan tekun. Ia harus mengambil keputusan berat dengan resiko minimal. Ia wajib berhati-hati. Salah langkah sedikit bisa menghancurkan hidupnya yang indah ini dalam sekejap.
"Sianida" terang Mr. Lee dari ujung meja. Tangannya memegang sebuah plastik berisi bubuk kristal. Baunya mirip almond pahit.
"Dapat diminum, dihirup atau dioles pada pinggir gelas atau disuntik ke dalam batu es"
Wajah pria oriental itu nampak tidak yakin. Ia mengernyitkan dahinya. Mr. Lee mengacuhkannya. Ia kemudian melanjutkan tanpa memperdulikan sikap ragu pemesannya itu.
"Setelah diminum dapat menyebabkan kematian dalam waktu 15 menit akibat kekurangan oksigen. Contohnya Hitler" lanjutnya lagi. Wajah dihadapannya itu masih merenggut.
"Ini Arsenik" ujarnya sambil menunjukkan sebuah plastik lain.
"Unsur kimia ini larut dalam air. Tidak berasa dan sukar dideteksi"
Mr. Lee berhenti sejenak. Ia berdehem. Arsenik adalah racun favoritnya. Ia selalu bernostalgia jika menjelaskan racun ini.
"Senyawa ini mengakibatkan kelumpuhan dalam waktu 1 sampai 2 jam. Biasanya ditandai dengan mengigau atau gangguan pencernaan seperti mual dan diare"
Nah sekarang bagian favoritnya.
"Racun ini sering digunakan dalam perebutan harta warisan karena sifat membunuhnya yang alami. Sulit dideteksi karena efek kematian yang wajar" jelasnya sambil tersenyum lebar. Teringat masa lalu.
"Contohnya Napoleon Bonaparte. Ketahuan setelah 100 tahun meninggal. Ternyata ia keracunan arsenik"
Sorry dad. Batin Mr. Lee teringat masa lalu.
"You sure about that?"
"Napoleon was poisoned?" ujar si pemesan nampak ragu.
Mr. Lee nampak mengerenyitkan keningnya. Ia sebal jika dipertanyakan.
"Does it matter? The point is that he's dead because arsenic" tukas Mr. Lee. Lalu ia melanjutkan.
"Tetrodoxin. Ini banyak terdapat di ikan puffer atau ikan buntal. Bisa dibuat dalam bentuk bubuk. Dosis 1-2 gram saja efeknya bisa melebihi sianida. Tapi sulit untuk mendapatkannya. Kecuali kamu ke toko ikan" lanjut Mr. Lee masih sebal.
Just go with arsenic for God sake. Pikirnya tidak sabar.
"Satu lagi namanya Botulisme. Ini senjata biologis. Tidak bisa dibuat perorangan" tutupnya.
Si pemesan nampak terpekur. Ia mempertimbangkan beberapa hal. Ia memutar-mutar gelas wine dihadapannya beberapa kali. Ia takut. Pembunuhan bukan merupakan jalan keluar yang terbaik. It never will. Tapi hatinya sudah terbakar amarah. Ia tidak bisa berpikir jernih lagi.
"I'm gonna go with arsenic" gumamnya pelan.
"No shooting. Avoid publication" pintanya.
"Noted" jawab Mr. Lee dengan segera.
Pilihan yang sangat tepat. Pikirnya sambil tersenyum puas.
Kemudian ia mengirimkan email berisi informasi nomor rekeningnya ke pemesan itu.
"Edward Lauw pasti ke Pengadilan jam 10?" tanya Mr. Lee mengkonfirmasi.
"So I heard" jawab si pemesan.
**********
Sementara itu disalah satu provinsi Indonesia.
Seorang pria gempal nampak sedang menikmati pemandangan pantai Losari. Es palung butung kesukaannya sudah habis diminum. Sekarang ia sedang menunggu seporsi coto dan konro bakar.
Sambil menunggu matanya menyapu pemandangan sekitar dipantai itu. Ia masih kagum akan kemajuan Makassar beberapa tahun belakangan ini.
Sekarang kota ini telah menjadi salah satu pusat bisnis Indonesia. Kawasan Pantai Losari pun menjadi tempat bisnis, wisata dan pendidikan yang dikenal dengan The Center Point Of Indonesia. Makassar juga punya salah satu studio TV terbesar di dunia. Kawasan studio itu juga merupakan pusat MRT yang menghubungkan setiap penjuru kota. Bahkan dari Istana Kepresidenan sampai ke The Makassar Monument yang berisi seribu patung pahlawan nasional.
TING!
Telepon genggam pria itu berbunyi. Ia segera membaca pesan yang tertera. Ternyata nomor booking tiket pesawat ke Jakarta atas namanya Bob Gunawan. Setelah itu ia membuka laptop-nya dan memeriksa saldo rekeningnya.
Ia tersenyum puas.
Bobby "Cimenk" adalah pria yang berprofesi sebagai pembunuh bayaran. Ia baru menerima pesanan dari seseorang yang katanya cukup berkuasa di Hongkong. Salah satu petinggi Triad. Begitu kata Mr. Lee.
Mr. Lee sendiri adalah seorang penghubung para pembunuh bayaran yang sudah malang melintang dibelantara dunia kriminal Asia. Ia biasanya mendapatkan order via dark web. Setelah mempelajari pesanan lalu ia menyesuaikan profil hitman dengan kebutuhan kliennya.
Cimenk beruntung. Ia terpilih karena calon korbannya sedang berada di Jakarta. Berumur 80 tahun dan saat ini tidak memiliki pengawalan yang berarti. Hanya saja si pemesan mewanti-wanti agar calon korbannya tidak ditembak. Sudden death hanya akan membuat kehebohan dan semua orang menjadi waspada. Begitu kata Mr. Lee mengingatkan Cimenk.
Cimenk tidak masalah. Sejujurnya ia tidak perduli. Ia dibayar 200 juta untuk menaruh sebuah ramuan digelas orang tua itu. Tidak perlu menembak sebagaimana keahliannya. Cukup ramuan. Sangat mudah. Sejauh ini ia sangat diuntungkan.
Cimenk pun mengemas ranselnya. Menghabiskan es palung butungnya dengan sekali teguk kemudian beranjak menuju Bandara. Besok eksekusi. Ia harus menyiapkan diri. Tapi tidak masalah. Ia merasa siap.
Apalagi untuk urusan membunuh.