Menghela nafas lelah, Nata menyibakkan rambutnya dengan kasar. Menghalau keringat yang sedari tadi terus bercucuran. Tangan yang tak lupa menggosok bagian atas meja dengan kuat.
Sungguh dirinya sedang terlihat dalam ambang batas emosi!
Ini semua pasal abangnya Jaehyun yang nomor dua. Lelaki tampan itu dengan seenak jidatnya mengajak Nata berkomitmen dengan wadah bernama rumah tangga.
Sungguh gila! Pikirnya.
Padahal baru kenal, pasti jomblo abadi nih. Tak sadar diri, dasar Nata!
Yang lagi-lagi pikirannya berkelana mengingat hari kemarin. Hampir saja akal sehatnya hilang saat diri ingin menyiram Sehun dengan air putih yang diberikan Baekhyun, seorang asisten pribadi nya.
"Kamu cantik, bahkan tinggi badan professional, dengan nilai akademik yang bagus dan memuaskan" puji Sehun. Sontak Nata memekik girang dalam hati, ingin bersujud syukur saat ini.
"Tapi kamu—saya tolak"
Bagai ditimpa beban punggung Nata melemas seketika. Bola mata Baekhyun pun serasa hampir keluar dari tempatnya. "Kenapa?!" tanya mereka berdua kompak.
"Saya terima mau bekerja dibidang apa pun kok pak" ucap Nata memastikan, dirinya sedang berharap-harap cemas meminta persetujuan lelaki dihadapan wajah.
"Ya sudah kalau begitu... menikah dengan saya"
Jangan pikirkan bagaimana keadaan jantung Nata saat itu. Saat manik matanya menatap Sehun dan sebuah gelas didepannya dengan nyalang. Masih untung akal sehatnya berfungsi.
"Dasar gila!, saya menghormati bapak sebagai kakaknya Jaehyun ya. Orang kaya memang nggak punya wibawa dan tata krama!" setelah itu dirinya berlari keluar setelah menginjak ujung sepatu punya Sehun dengan sengaja.
Yang tatapan tajam lainnya menghujani Sehun saat itu juga "MANEH GILA YA SEHUN!"
"Jangan melamun!" Tepukan pelan dibahu mengejutkan Nata dari lamunan panjang. Dengan tangan kiri yang sigap mengelus dada, ia menatap seseorang yang berada disampingnya.
"Astagfirullah ngagetin aja Pak segaf!" dengus Nata keki.
Sedang yang disebut namanya adalah Xiumin Akbar Asegaf pemilik kedai kopi yang berada disebrang jalan. "Ngapain mau kesini pak?"
"Mau minum kopi di kedai kamu, memang nggak boleh?"
Sontak Nata menggelengkan kepalanya ditambah dengan cengiran. "Ya boleh pak, duduk dulu"
Sepeninggalannya Nata, senyuman manis Segaf terurai. Manik matanya menatap sekeliling ruangan kedai yang terlihat bersih dan sepi. Terkesiap dirinya hampir mengumpat kata indah saat Nata menjatuhkan satu buah sendok di ujung sana.
"Hati-hati" perigatnya.
"Hehe, maaf pak. Silahkan" setelah menaruh segelas kopi yang biasa lelaki itu pesan Nata tak kunjung hengkang. Memangku tangan dan menatap ketampanan seorang lelaki didepannya pun dilakukan.
"Kenapa liatin saya begitu?" tanya Segaf sambil terkekeh.
"Kenapa beli kopi disini pak?"
"Hah?"
"Maksudnya bapak kan—"
"Panggil kakak saja atau abang pun boleh, umur kita nggak terlalu jauh kok Nat"
"Oh iya, abang kan punya kedai kopi juga yang lebih ramai pengunjung, tapi, kenapa masih beli atau minum disini?"
Segaf mengangguk—mengerti akan maksud pertanyaan dari gadis didepannya. "Karna kopi buatan kamu enak, sama seperti punya kekasih saya dulu"
Eh, tunggu. Kekasih?! "Abang samain saya dengan kekasih—bukan mantan abang dulu?"
Terkejut mendengar bentakan Nata, Segaf menggaruk tengkuknya canggung. "Bukan itu maksudnya... kopi buatan kamu enak. Saya suka"
OH. Nata membeku, senyum serta rona merah memenuhi area wajahnya. Pak Segaf bisa saja!
Yang terjadi selanjutnya adalah sesi pemujian itu harus terhenti kala segerombolan anak muda memasuki area kedai kopinya.
"Mbak pesen kopi!" seru salah seorang pemuda tampan di ujung sana. Serasa sedang berada di warung kopi pinggir jalan saja! Tapi tak Nata hiraukan.
Sontak saja gadis itu menganggukkan kepalanya setelah berpamitan pada Segaf. "Permisi dulu pak, silahkan dinikmati!"
Senyum tulus Segaf terbit setelah kepergian Nata. Mengetikkan sebuah pesan lalu mengirimnya.
Misi sudah selesai!
—
Sungguh lelah, sedari tadi Nata tak berhenti melayani seorang pengunjung yang setia berdatangan. Inilah alasan ia mengurungkan niat nya untuk menutup kedai peninggalan sang ayah.
Pengunjung yang kadang-kadang datang dan melonjak tinggi kadang membuat akal pikirannya mengerut heran.
Dengan dibantu lelaki tampan disampingnya Nata jadi berpikir ingin mencari pegawai saja. Hitung-hitung membantu dirinya saat sedang ramai pengunjung.
"Ngomong-ngomong makasih banyak loh bang. Sudah mau bantu saya"
Lagi-lagi senyum teduh milik Segaf dihadiahi secara Cuma-Cuma untuk Nata. "Sama-sama. Kalau kamu butuh bantuan jangan sungkan minta tolong sama saya ya"
Tanpa sadar rona merah menghiasi wajah Nata untuk kedua kalinya hari ini. Belaian tangan milik Segaf begitu lembut, hampir saja jantungnya melompat bebas ke area lambung.
Dasar Nata! Hanya dibelai saja sudah lemah!
"Kalau begitu saya pamit dulu ya, harus pergi kesuatu tempat"
Yah, Nata mendesah nafas kecewa. Secepat inikah lelaki nya harus pergi, tetapi rasa egoisme itu ia hilangkan. Mengangguk dengan senyum Nata berikan. "Sekali lagi makasih banyak ya pak!"
Sungguh tidak ada pendirian. Segaf menghela nafas pasrah saat Nata memanggilnya dengan panggilan bapak. Sekali lagi tangan miliknya mengacak rambut Nata disertai senyuman. "Saya tinggal dulu. Assalamualaikum"
"Itu cowoknya ya mbak? Subhanallah ganteng pisan..." seru seorang pengunjung wanita di depannya.
"Astagfirullah, ngagetin, bukan lah mbak. Dia teman saya" merangkap jadi jodoh sih dimasa depan.
—
Manik mata dari seorang wanita berumur didepannya menatap Segaf dengan senyum binar. "Pelanggan di tokonya ramai?"
Sontak segaf mengangguk dengan senyuman lembutnya. "Ramai bu"
"Panggil Oma saja nak, ya sudah kalau begitu Oma titip Dinata dan tolong bantu dijaga ya.
Terimakasih banyak atas semua bantuan dari nak Segaf" setelah itu tinggalah Segaf sendiri dalam ruang tamu berukuran besar milik keluarga Mahapraja.
Tanpa harus disuruh pun ia akan setia menjaga Nata!