Chereads / Blanc Et Noir / Chapter 7 - BEN 1.6 Dimana kamu?

Chapter 7 - BEN 1.6 Dimana kamu?

Sehun masih terpaku, beruntung nafas tak terputus sebab ia merasa seperti terkena serangan jantung mendadak. Pertanyaan wanita di depan nya masih mengambang. Saat Nata hendak berputar arah karna perkataan milik nya yang tak langsung dijawab.

"Masih, dan kamu mau?"

Langkah Nata terhenti, memutar badan dengan pasti ia bersidekap dada. "Ada syarat nya tapi"

Sehun memangku tangan, sembari menatap Nata yang berada di depannya. Sedang menulis beberapa kata, yang belum Sehun ketahui dari sang isi.

Setelah pertemuannya, tadi. Mereka memutuskan untuk membahas perjanjian—tawaran Sehun—untuk menjadi istrinya di kedai kopi milik Nata. Beruntung masih pagi, jadi belum ada satu pun pengunjung yang datang.

"Sudah selesai, silahkan bapak baca" yang tertulis didalam kertas selembar, Sehun mengernyit saat membacanya.

Syarat dan perjanjian :

- Pihak satu (Sehun) wajib membayarkan segala kebutuhan pihak kedua (Dinata) seperti: tagihan uang listrik kedai kopi, dan uang untuk semester kuliah kedepan.

- Persyaratan ini berlaku jika pihak satu menyetujui.

- Jika melibatkan perasaan di butuhkan, maka akan dilakukan.

- Jika merasa cocok, hubungan ini akan dilanjutkan pada tahap keseriusan, termasuk harus melibatkan perasaan.

Pihak 1 : SOB

Pihak 2 : DAM

25 Mei 2020

Yang kini tatapan Sehun beralih kepada Nata. "Jadi ini semacam?"

"Pacaran om," pangkas Nata "Kalau misalkan cocok, hubungan ini bisa berlanjut ke tahap serius. Seperti pernikahan? Yang om Sehun mau"

"Tapi disini saya yang dirugikan Dinata"

Nata menaikan alisnya tak suka "Kalo nggak mau—"

"Saya mau, tetapi sebagian perjanjian nya ada yang harus di ubah"

"Oke deal"

Irina melirik jam tangan digital emas miliknya, yang diketahui jam itu berasal dari tiongkok hadiah pemberian dari sang suami, Suho. Harganya pun mampu membuat empedu yang mendengarnya melilit kencang.

Saat netra nya menangkap Sehun berjalan dengan seorang wanita dibelakang nya. TUNGGU?! Wanita?!

"Udah lama mi?" basa-basi, Sehun mencium punggung tangan sang ibu. Irina mengangguk lalu menggeleng setelahnya. Dirinya masih didalam ambang terkejutan nya.

Ini—beneran?

Nata tersenyum kikuk, berjalan mendekati dan melakukan seperti apa yang sehun lakukan tadi. "Dinata tante"

Seperkian detik selanjutnya Irina tersenyum, lebar. Yang Sehun meringis, takut jika gusi milik ibunya bisa saja terlepas. "Aduh cantiknya, duduk sayang" titah Irina.

Pipi Nata bersemu merah, malu. Kala mendengar kata-kata sakral yang terucap dari wanita cantik didepannya. Sejenak--pikiran nata berkelana. Keluarga pak Sehun visual nya mantul semua anjir! Nyinyir dewa batin Nata.

"Nama lengkap nya?" Irina bertanya. "Dinata Ayu Mahapraja, tante"

Senyum Irina lagi-lagi mengembang. "Mahapraja ya? Kalau boleh tau kerja dimana?"

Percayalah jantung milik Nata seakan sedang berdisko didalam sana, sempat merasakan usus dan empedu nya diputar secara bersamaan. Mulas kemudian.

Nata melirik Sehun disamping nya, tatapan mata yang memelas ditunjukkan. Seakan bertelepati keduanya lakukan 'Ini mau aku jawab apa om, kan masih kuliah. Nunggak lagi bayarannya'

Sehun mengangguk, memahami dari tatapan mata yang nata tunjukkan. 'Jawab aja nggak papa, mami saya pasti mengerti'

"Masih kuliah tante, dan kebetulan saya memiliki kedai kopi. Jadi sehari hari melayani pelanggan disana" jawab Nata dengan nada suara yang mengecil. Perasaan pesimis tiba-tiba saja muncul didalamnya.

Kok jadi begini sih?

Yang didetik berikutnya tatapan bertanya dari Irina memandang sehun tajam. 'Yang bener aja kamu mau nikahin bocah hun? Mau jadi om-om pedo kamu?' Tentu saja itu hanya di ucapkan dalam batinnya. "Oh, mau pesen makan sayang?"

"Boleh tante"

"Mami nggak setuju!" ucapkan itu dilayangkan Irina dengan bebas. Membuat Sehun memandang sang ibu dari kaca spion di mobil sport miliknya. Jangan lupakan, sambil menghela nafas lelah tentu saja.

Acara pertemuan—perkenalan keduanya telah selesai beberapa menit lalu. Dinata pulang setelah di antar Sehun ke kedai miliknya. Lalu berujung ia ditarik paksa oleh sang ibu untuk mengantarnya pulang juga.

"Mami nggak setuju karna Dinata miskin?" tembak Sehun. Irina gelagapan sambil menggeleng. "Itu juga salah satu alasan nya tapi yang lebih kuat NATA MASIH BOCAH HUN! Seumuran Elsa, kamu mau jadi pedofil?"

Astagfirullah, sabar! Sehun mengelus dada saat irina berkata demikian.

"Sehun nggak mempermasalah kan umur mi, dan untuk Nata yang miskin... Sehun juga nggak papa. Karna menikah itu bukan memandang dari harta tetapi materi"

"Tapi–"

"Jangan lupakan bahwa kita kaya mi, jadi nggak masalah" pangkas Sehun cepat. Seketika aura bangsawan memancar dari dirinya.

Lalu tatapan Irina meremang, wanita itu memiling ujung jari lentiknya "Mami juga nggak masalah kalau Dinata miskin, tapi kakek kamu Hun..."

Yang selanjutnya terjadi adalah rahang Sehun mengeras. Terkatup rapat setelah mendengar sebutan kakek yang terlontar dari bibir cantik sang ibu. "Sehun bisa urus ini mi, jangan khawatir"

Okelah, Irina percaya. Sehun pasti bisa menakluknya hati ayah mertuanya.

Yang sangat ia kenal memiliki sifat keras, murah hati dan membenci saat ada anggota baru yang memiliki kasta di bawahnya. Sebab Irina pernah merasakan menjadi Nata. Dahulu.

Baiklah, hal itu akan dijelaskan nanti!

"Sedang apa?"

Terpekik dan memutar badan dengan cepat gadis itu lakukan. Saat suara berat dan lembut di waktu yang bersamaan menyapa indera pendengarannya. "Ngagetin ih abang!"

Asegaf terkekeh pelan, lalu memesan minuman seperti biasanya. "Makanya jangan melamun, kedai lagi ramai seperti ini. Nanti kalau ada maling gimana?"

Nata mendengus keki lalu tersenyum lebar seperti biasanya. "Ganteng banget, bapak abis dari mana?" seperti monyet dora dalam serial kartun favorit nya, Nata kepo.

"Habis menghadiri acara kantor punya temen, kamu sudah makan?"

Seperti biasa, Asegaf selalu memberikan perhatian nya kepada nata dengan porsi cukup. "Belum sempet bang, masih rame" yang sebutan atau embel-embel tidak asegaf hiraukan, gadis ini sangat plin plan saat menentukan panggilan.

HIH!

"Saya pesan kan makanan ya, mumpung belum ada pelanggan. Dan kamu harus makan, jangan sampai sakit!" peringat nya.

Ah! Indahnya jika Nata memiliki pacar seperti pak Asegaf. Senang jika selalu diperhatikan setiap harinya. Yang didetik berikut nya nata tersadar, hati nya sudah dimiliki seseorang.

Seseorang yang telah menghilang semenjak perpisahan sekolah di jaman SMA dulu. Meninggalkan dirinya dengan segudang perasaan sakit, kecewa dan rindu yang membuncah di dada.