Chereads / Destiny of A Luna / Chapter 9 - Her Smile

Chapter 9 - Her Smile

"Kamu kemarin ke kantor?" tanyaku begitu Veronica selesai menyiapkan sarapan pagi untukku.

"Siapa juga yang ke kantor kamu. For your information, aku kemarin dari pagi sampai malam di rumah terus," ujarnya terus menyuapkan makanannya tanpa menatap kearahku.

"Oh. Berarti kamu kemarin tidak ke kantor ya? Terus ini jepitan rambut kamu bukan? Aku menemukan ini dikamar mandi," ujarku padanya sembari menyerahkan jepitan rambutnya yang sedari tadi ada disaku jasku.

"Oh My God! Ini jepit rambut aku yang waktu itu tertinggal dikantor kamu! Waktu itu aku mau bilang sama kamu tapi aku lupa," ucap Vero.

Tentu saja yang Raven tidak tahu bahwa Vero datang ke kantornya dan bahkan menemukan Raven yang tengah bercumbu dan menjalankan rencana dengan kekasihnya.

Bahkan sebelum rencana itu dimulai, aku sudah hancur. Batin Vero meringis.

Belum lagi Abby yang semenjak kejadian memergoki Raven secara diam diam ini menjadi sangat pendiam. Bahkan walau Raven ada didekatnya seperti tadi Abby tidak bereaksi.

Vero juga sedikit aneh dengan tubuhnya. Dia merasa dirinya tidak penuh. Ada yang hilang. Entah sudah hilang, akan hilang atau bagaimana, yang jelas dia merasa sangat risih dengan perasaannya sendiri.

Tapi sampai saat ini, Vero tidak pernah mengetahui apa yang hilang dari dirinya.

Dan yang Vero tidak ketahui adalah, sesuatu dalam dirinya telah hilang, semenjak penyatuannya dengan Raven dan penghianatan Raven secara tidak langsung membuat sesuatu dalam dirinya mengubur dirinya.

###

"Aku pulang!!" seruku begitu memasuki rumah atau yang bisa disebut mansion ini.

Namun saat sampai di ruang tamu, aku tidak mendapati siapapun disini. Ruang tamu ini kosong. Padahal biasanya banyak maid dan omega yang berkeliaran disini.

Namun aku cuek saja dan melangkahkan kakiku menuju lift untuk naik ke lantai 3 dimana kamarku dan Vero berada.

Hanya memerlukan kurang dari lima menit untuk naik kelantai tiga. Dan saat membuka pintu kamarku, aku menemukan pemandangan yang mengejutkanku.

"Apa apaan ini?! Kau membuat tatto?" bentakku pada Vero yang tengah memakai bajunya.

Ya, yang kunaksud pemandangan mengejutkan itu adalah punggung Vero yang sebelumnya polos polos saja menjadi penuh akan tatto hitam berbentuk sayap.

"Kau sudah pulang?" tanyanya dengan senyuman menenagkannya.

Namun kali ini aku tidak bisa mentoleransinya. Dia men-tatto tubuhnya tanpa sepengetahuanku. Dan itulah yang menjadi masalah.

Dengan tergesa aku mendekatinya dan mencengkeram lengan atasnya. "Katakan! Kenapa kau men-tatto punggungmu!?!"

"Shh....ini bukan tatto," jawabnya sembari meringis ringis.

Mendengar jawabannya membuatku semakin geram. "Seperti ini kau bilang bukan tatto?! Aku tidak buta hanya untuk melihat kalau ingin sebuah tatto! Kau fikir aku bisa dengan mudah kau bodohi?!"

"Ini memang bukan tatto Raven. Gambar ini muncul setelah kau menandaiku. Aw...awalnya hanya sebuah tanda biasa. Tapi lama kelamaan menjalar hingga ke punggung ku," jelasnya takut takut.

Bodoh! Kau menakutinya!! Sialan kau Raven!! seru Lud didalam pikiranku yang seketika menyadarkanku.

Saat itu juga aku meraih Vero kedalam pelukanku dan mengecup pelipisnya sayang. "Maa.maafkan aku, Vero. Sungguh. Aku tidak bermaksud menyakitimu, aku--aku hanya..kalut."

"Aku tak apa. Aku tahu kau sedang bingung. Dan kuharap kau dapat memilih dengan baik, Raven." ujarnya sembari tersenyum.

'Lihat! Bahkan dia tersenyum padamu. Andai dia tahu apa yang kau lakukan dengan jalang itu, aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya padamu!' ejek Lud didalam pikiranku.

###

"Bagaimana harimu?" tanyaku pada Vero yang tengah menyiapkan makanan untukku.

Mendengar pertanyaanku, Vero mengalihkan fokusnya dari makanan didepannya padaku. "Baik. Semuanya berjalan lancar. Sesuai keinginanmu,"

Sesuai keinginanku? bisik batinku bertanya tanya.

"Makanlah. Ini kesukaanmu bukan?" ujarnya lalu menyodorkan sebuah piring yang berisikan nasi putih dan rendang beserta dengan snack seperti chips berwarna putih yang bernama krupuk.

Aku dengan senang hati menerimanya dan memakannya dengan lahap.

Ini resmi menjadi makanan kesukaanku sejak menginjakkan kaki di Indonesia. Tentu saja untuk mengenang kalau aku pertama kali bertemu dengan Vero di Indonesia.

Lagipula rasanya enak. Belum lagi dengan krupuk yang disajikan Vero. Ini sangat nikmat.

Namun di suapan kelima aku memberhentikan kegiatan makanku.

"Kenapa kau tidak makan juga?" tanyaku pada Vero yang hanya diam berdiri melihatku makan tanpa berniat menyentuk makanannya sedikitpun.

Sepertinya sebelumnya Vero melamunkan tentang suatu hal. Karena begitu aku memanggilnya, dia terkesiap dan langsung memandangku.

"Apa?" tanyanya begitu fokus padaku.

"Kau tidak makan?" ulangku padanya.

Dia hanya mengangguk dan memakan makanannya pelan. Aku yang melihatnya sedikit aneh berusaha menyingkirkan pikiran negatifku dan melanjutkan makanku.

###

"Kau bahagia?" pertanyaan itu tiba tiba saja terlontar begitu aku melihatnya berbaring disebelahku.

Vero mengerutkan keningnya. Entah karena tidak paham dengan apa yang kutanyakan atau malah tidak mengerti kenapa aku menanyakan hal itu.

"Kau bahagia? Hidup denganku? Menjadi istriku?" tanyaku sekali lagi.

"Aku bahagia. Melihatmu tersenyum. Melihatmu marah. Saat kau kesal. Saat kau manja dipertemuan pertama kita. Menatap mata indahmu. Berada dipelukanmu. Dan yang paling penting aku bahagia bisa bertemu denganmu dan menjadi belahan jiwamu." ujarnya yang membuat sesuatu dalam relung hatiku tercubit mendengarnya.

Dia bahkan mencintaimu lebih besar dari dia mencintai dirinya sendiri. Tapi kau malah ingin menghancurkannya? Kalau dia sampai pergi dariku, aku akan menguasai tubuh ini dan membuatmu hilang dari tubuh ini, ujar Lud dari dalam sana.

Dan itu bukanlah sebuah ancaman belaka. Dia serigala. Dan aku manusia. Serigala merasakan ancaman yang besar saat seseorang berusaha mencelakai matenya. Dan itu juga berlaku pada Ludwig.

Dia mencintai matenya. Sangat. Dan aku yang tidak tahu diri ini malah mencintai wanita lain.

Dan kini aku bahkan melihat wanita yang ditakdirkan menjadi pasangan hidupku tersenyum padaku. Bahkan mengagumiku.

Dan lebih dari itu, dia mencintaiku yang bahkan tidak mencintainya.

Atau mungkin aku saja yang terlalu bodoh untuk menyadari perasaanku yang sebenarnya pada Vero.

Tapi yang aku tahu, aku tidak mencintainya. Atau mungkin belum mencintanya?