Chereads / Destiny of A Luna / Chapter 12 - Protect Him

Chapter 12 - Protect Him

'Kau sangat, indah?' ujar Vero melalui mindlink pada wolfnya, Abby.

Sedangkan Abby yang dipuji malah mendengus sombong. "Aku memang cantik," ujarnya sombong membuat Vero mendengus seraya memutar bola matanya dari dalam pikiran Abby. Nampaknya sisi manusianya -atau lebih tepatnya Vero- menyesal memuji sisi serigalanya dan malah membuat wolf baru ini besar kepala.

Tapi memang pujian itu tidaklah berlebihan. Karena yang dikatakan Vero sangatlah benar.

Abby sangat indah dengan bulunya yang putih bersih. Belum lagi irisnya yang berwarna biru pucat yang bahkan hampir sama dengan warna bulunya.

Dan yang paling menakjubkan adalah, besar tubuh Abby yang menyerupai wolf Alpha membuatnya nampak mengintimidasi. Walau sebenarnya, wolf Raven memiliki ukuran 2 kali lebih besar dibandingkan Alpha biasa.

"Apakah Raven akan menyukaiku?" tanya Abby yang memunculkan sebuah senyum sinis di bibir Vero. Walau senyuman Vero itu hanya terealisasikan didalam pikirannya, tapi mereka adalah satu. Abby dapat merasakan kemurungan Vero. Dan itu membuat senyum sombongnya luntur.

Nampaknya wanita yang kini menyandang status sebagai Luna Shadow Moon pack itu belum melupakan perdebatan -atau yang bisa disebut pertengkaran- antara dirinya dan Sang Alpha, Raven.

Jauh didalam pikiran Abby, Vero menarik napasnya dalam dalam. Seakan akan ada beban berat yang menyertainya saat nama Raven disebut. 'Aku tidak tahu, Abby. Dia bahkan selalu bersikap semaunya tanpa memikirkan apa yang sebenarnya kita butuhkan.'

"Apakah dia mencari keberadaan kita?" tanya Abby yang lagi lagi membuat Vero terdiam.

Abby masih menunggu jawaban dari Vero. Walau dia tahu kalau sisi human-nya itu tidak akan menjawab pertanyaannya itu. Atau lebih tepatnya, mereka pun tak tahu apakah pria yang berstatus sebagai mate dan suami mereka itu mencari keberadaan mereka.

Menarik nafas panjang, Vero memutuskan menjawab pertanyaan Abby. "Sekalipun dia mencari keberadaan kita, apa yang akan kau lakukan? Kita bahkan tidak tahu apakah dia menerimaku. Dia menerimamu, itu pasti karena kau merupakan bagian dari dirinya. Tapi apakah dia menerimaku, dengan bagian diriku yang lain?"

###

"Darimana saja kau? Kelakuanmu dengan tidak pulang ke packhouse membuatmu tidak pantas menyandang gelar Luna," ujar sebuah suara dengan sinis yang entah kenapa kata katanya tepat menancap di hatinya.

"Apa pedulimu? Kau bahkan sama sekali tidak mencariku," balas Vero sarkastik.

Pemilik suara itu menggeram mendengar jawaban Vero. "Aku Alpha-mu, Luna."

"Kau hanya Alpha dari sisi wolfku. Dan aku bukan Luna-mu," tekan Vero lalu beranjak meninggalkan pria yang ternyata adalah Raven itu.

Raven yang mendengar jawaban Vero menggeram marah. Sisi hatinya tersentil mendengar perkataan tajam Veronica.

###

"Kau yakin akan melakukan ini?" tanya William pada Vero yang tengah mondar mandir diruangan pribadinya. Atau lebih tepatnya apartement milik William yang secara sukarela dipinjamkan kepada Vero untuk lepentingan mereka.

Dengan mantap Vero mengangguk. "Aku harus, Will. Mereka lebih penting dari hidupku."

"Dia bahkan melakukan hal yang tidak sepatutnya dilakukan padamu, Vero."

"Bagaimanapun kelakuannya, dia tetaplah suamiku. Aku istrinya. Kami telah berjanji di hadapan tuhan untuk saling ada dan menjaga satu sama lain."

"Semua ada batasnya, Veronica." ujar William lalu mendekat dan menangkup pipi Vero. Dengan intens, ditatapnya kedua manik Vero.

Vero berbalik membelakangi William. Menghindari sentuhan William yang tidak seharusnya diberikan padanya.

"Dan sejauh ini aku belum sampai pada batasanku, William. Aku masih bisa bertahan. Setidaknya sampai nanti dia benar benar tidak menginginkanku," terang Vero penuh keyakinan. Sekaligus meyakinkan agar William melepasnya melakukan hal itu untuk mate-nya.

"Dia Alphamu, Veronica. Seharusnya dia yang berjuang untukmu! Bukannya kau!" seru William masuh tidak habis fikir dengan Vero yang masih berkeras menjalankan rencana yang telah disusunnya.

Veronica menggelengkan kepalanya. Mempertahankan pendapatnya supaya pria yang mendebatnya ini percaya. "Semua sudah bulat, William. Kau hanya harus menyiapkan pasukanmu. Dan tentunya aku akan menyiapkan diriku. Yang mereka incar adalah aku, tapi mereka malah menyerangnya. Aku tidak bisa tinggal diam."

"Kau bisa saja melaku--"

"Cukup lakukan perintahku, William. Aku Ratumu, ingatlah itu!"

William, entah apa yang terjadi pada pemuda itu. Kini ia malah bersimpuh dengan menekuk sebelah lutunya bak seorang bawahan memberi hormat. "Akan segera dilaksanakan, Yang Mulia."

###

"Alpha, diketahui beberapa demon terlihat berkeliaran disekitaran perbatasan kita Alpha. Tapi anehnya mereka hanya berkeliling dan berputar-putar saja tanpa ada tanda tanda menyerang ataupun memata-matai."

Mendengar laporan itu membuat Raven menggeram. Auranya yang memang mendominasi semakin terasa kuat. Sebagai Alpha, memang aura mengintimidasinya lebih kuat. Dan karena terpancing emosi membuat aura intimidasinya menguar dominan.

"Ini sudah sangat lama sejak para demon itu tidak terdengar kabarnya. Dan kini mereka muncul diperbatasanku setelah hampir punah tanpa kabar?

Terus awasi para demon itu. Jangan buat mereka merasa diawasi. Tanyakan pada pack lainnya, apakah mereka melihat keberadaan demon di wilayah mereka. Dan tanyakan pada para tetua, apakah ramalan itu akan benar benar terjadi," ujar Raven yang kemudian diangguki oleh sang Beta.

Kemudian setelah Beta keluar dari ruangan Raven, pria itu beranjak dan mengambil sebuah buku tebal diantara ratusan buku diruangannya. Dengan hati hati, dibukanya buku itu. Dan membacanya sekilas.

"Ramalan itu benar terjadi, eh?" gumam Raven menutup buku itu.

'Entah kenapa aku merasa akan terjadi sesuatu yang besar Raven.' ujar Ludwig yang tiba tiba muncul menimpali gumaman Raven.

"Sesuatu yang besar? Aku tidak tahu kenapa. Biasanya hanya kau yang peka terhadap keadaan. Tapi entah kenapa aku juga merasa, sesuatu yang besar tengah mengintai kita?"