Chereads / Destiny of A Luna / Chapter 14 - No Regret

Chapter 14 - No Regret

"Entahlah Alpha. Dia bilang ini bersangkutan dengan Luna." ujar omega itu masih dengan nada gemetar mendengar Raven yang tanpa sadar mengeluarkan alpha tone miliknya.

Raven melangkahkan kakinya lebar lebar supaya dia bisa segera sampai di halaman pack ini.

Mendengar tangisan Veronica tadi membuat telinganya sakit dan belum lagi kepalanya yang pusing karena Lud yang terus memberontak didalam pikirannya.

Rasanya kepalanya hampir pecah begitu memikirkan masalah yang datang silih berganti seakan tiada habisnya.

Semua orang di halaman pack langsung menundukkan kepalanya begitu melihat Alpha mereka telah sampai disekitar mereka.

"Apa maumu keparat! Beraninya kau datang ke wilayahku?!" ujar Raven dengan Alpha tonenya meski dia menahan tubuhnya supaya tidak semakin terbakar amarah.

Vampire itu, Lord Teegan berdiri dengan angkuh berhadapan tepat didepan Raven.

Kedua makhluk immortal beda jenis itu saling beradu pandang.

"Aku hanya ingin memberitahukan takdirmu dengan pasanganmu, anjing busuk--" belum selesai vampire itu menjawab, Raven sudah tersulut amarah mendengar hinaannya itu.

"Lintah sialan! Bicara dengan benar!" teriak Raven yang hampir kalap ditengah halaman mansion pack.

"Jika kau tidak bisa menjaganya dengan benar, maka takdir akan merenggutnya darimu. Jangan sia siakan dia Raven. Karena takdirmu bersinggungan dengan takdirnya. Dan ketika dia hancur, maka kau akan turut hancur.

Dia diciptakan untuk mendampingimu! Jangan menyia nyiakannya dan membuatnya menderita. Karena jika dia mau, dia bisa membuatmu lebih menderita lagi!"

Lalu setelah mengucapkan kalimat yang lumayan panjang itu, vampire itu melesat menjauhi wilayah Shadow Moon pack.

Dia hanya mengatakan sebuah teka teki.

Namun hal itu tidak disambut baik oleh Revan. Nafasnya masih memburu karena tersulut emosi mengenai ucapan lancang vampire itu.

Dia langsung masuk kedalam mansionnya sembari menahan amarahnya. Lalu berlalu menuju kamarnya untuk melanjutkan menyiksa mantan mate nya.

###

Sedangkan itu didalam kamar Raven, Veronica tengah meringkuk kesakitan di lantai marmer yang lumayan dingin.

Sekujur tubuhnya pasti penuh lebam karena perlakuan Raven yang berubah drastis itu tadi.

Perutnya juga lumayan sakit setelah didorong oleh matenya itu.

Teringat perutnya. Vero mengangkat tangannya. Bersikap defensif dengan melindungi perutnya yang masih rata.

Melindungi calon keturunannya yang kelak akan melanjutkan kepemimpinan Raven disini.

Ya. Dia hamil. Tepatnya sejak dua bulan lalu dan bodohnya dia baru mengetahuinya seminggu yang lalu.

Sebenarnya dia ingin segera memberitahukan kabar menggembirakan ini pada Raven.

Tapi beberapa minggu ini Raven sepertinya sedang sibuk sibuknya dengan perusahaannya yang mengalami penurunan.

Veronica juga sibuk berfikir bagaimana cara memberitahukan perihal dirinya yang adalah demon.

Makhluk yang sangat dibenci oleh Raven.

Ia takut, takut Raven akan melepaskannya dan memilih mereject nya.

###

"Aku tidak mau berlama lama mempunyai urusan denganmu! Jadi dengar kan aku baik baik. I AM BRYAN RAVENO STAVOSCKA, REJECT YOU ALESSANDRA VERONICA HAWKS AS MY MATE!"

Dunianya runtuh tepat dihadapannya. Matenya, takdirnya, belahan jiwanya menolaknya secara terang terangan hanya karena dia adalah seorang Demon.

Betapa miris nasibnya yang tak pernah baik. Kehilangan kedua orangtua kandungnya saat peperangan karena mereka menyelamatkannya. Kehilangan orang tua angkatnya yang telah mengurusnya sejak dia bayi.

Dan kini kehilangan pasangan takdirnya. Kehilangan matenya. Kehilangan Alphanya.

Dia sendiri. Benar benar sendiri.

Jujur saja ini jauh lebih sakit daripada direject tanpa mark.

Dia sudah ditandai. Dan mereka juga telah melakukan penyatuan.

Dia akan mati dengan perlahan. Dia akan mati sebentar lagi.

Vero terlalu shock hingga tak mampu berkata kata.

Sedangkan Raven lebih memilih tidak memperdulikan ekspresi terkejut yang tidak berusaha ditutup tutupi oleh Vero.

Tapi Vero tidak menangis. Dia wanita kuat. Dia adalah Luna. Queen of Demon. Dan dia adalah putri kebanggaan kedua orang tuanya.

Vero berdiri. Memperlihatkan wajah angkuhnya ditengah sakit luar biasa yang dideritanya.

Wajahnya lebam dibeberapa bagian. Dari pelipisnya darah sedikit mengucur. Tapi dia tidak memperdulikan itu.

Dia ingin berdiri dan memenuhi takdirnya karena dia tahu waktunya tak akan lama lagi. Walaupun dia bukanlah werewolf murni, tapi dia tetaplah mahkluk immortal yang akan mati perlahan karena direject matenya.

Vero maju mendekati Raven yang tengah berdiri menatapnya dingin.

"Terima kasih telah mereject ku. Dengan begitu aku tidak akan membuatmu terluka karena lukaku. Aku bersyukur pernah menjadi Luna untukmu Raven.

Terima kasih telah membuatku merasakan menjadi seorang wanita yang dipuja oleh prianya. Aku hanya ingin mengungkapkan yang sebenarnya. Aku tidak pernah tahu aku adalah seorang Demon.

Kukira seiring berlalunya waktu akan membuatmu melupakan dendam itu. Tapi ternyata kau masih menyimpannya dengan rapi.

Terima kasih sekali lagi atas perlakuan manismu. Aku akan mengingatmu. Selalu.

I love you Raven!"

Lalu dengan itu, Vero menarik leher Raven dan mengecup bibirnya lembut. Hanya mengecup. Sekedar kecupan. Tidak lebih.

Kecupan dalam yang sarat akan makna. Veronica tersenyum miris diantara kecupannya. Ravennya yang dulu akan selalu tersenyum senang saat dia menciumnya telah hilang.

Raven hanya membatu menerima kecupan Vero. Matanya memandang dingin atas apa yang dilakukan Vero.

Lalu kemudian Vero mengambil jarak antara mereka. Lalu menyunggingkan senyuman terbaik nya.

"Sekali lagi terima kasih telah membuatku merasakan bagaimana dicintai. Aku pergi. Sampai jumpa Raven. Tidak tidak. Seharusnya selamat tinggal. Aku belum tentu akan kembali setelah makhluk menjijikkan itu menyerangku. Terima kasih,"

Lalu dengan itu, Vero meninggalkan Shadow Moon pack dengan luka menganga di hatinya.

Sedangkan Raven hanya memandang datar punggung ringkih Vero yang melangkah keluar dengan perlahan.

Setitik penyesalan terbersit digantinya mendengar ucapannya. Namun egonyalah yang memenangkan pertarungan batin itu.

Dan sekali lagi ketakutan Vero yang menjadi nyata. Raven benar benar membuangnya. Bahkan membuang jabang bayinya yang keberadaannya saja belum diketahui olehnya.

Dan kali ini, hati Vero benar benar menjadi debu. Tak bersisa.

Hanya tinggal menunggu angin menerbangkannya maka semuanya akan musnah tak bersisa.