Chereads / Destiny of A Luna / Chapter 10 - Pillowtalk

Chapter 10 - Pillowtalk

Sudah hampir tengah malam dan mataku masih terbuka lebar. Aku melihat Raven yang sudah tertidur pulas disampingku. Tapi aku yang ada disebelahnya malahan sangat susah untuk memejamkan mata.

Entahlah. Mungkin karena ada terlalu banyak hal yang ada di otakku hingga menbuatku tak bisa tidur seperti ini.

Hal itu, mungkin saja memiliki sangkut paut denganku dalam sesuatu? Dan itulah yang kutemukan di perpustakaan Raven tadi siang.

Flashback on.

Aku baru saja selesai makan siang, saat Abby me-mindlinkku dengan pelan.

Kau tahu? Aku penasaran. bisiknya padaku.

Mendengar ucapannya, aku mengerutkan keningku. Untuk sekedar informasi. Kau selalu penasaran pada semua hal, Abby. balasku padanya.

Dapat kurasakan Abby memutar bola matanya didalam sana. Kali ini benar benar serius, Vee! selanya padaku.

Kali ini akulah yang memutar bola mataku. Yah. Tentu saja Ms. Serious. Katakan apa yang membuatmu sebegitu penasarannya?

Kau tahu, selama kita menikah dengan Raven kita diizinkan memasuki bahkan berkeliaran dimanapun kita mau. Kecuali ruang kerjanya. Dia selalu melarang kita memasuki ruangan itu sekalipun dia ada didalam sana, jawabnya panjang.

Benar juga katanya. Raven memang memperbolehkan kami berkeliaran dimansionnya dengan beberapa warrior tentunya. Tapi setiap aku bertanya atau minta izin memasuki ruang kerjanya dia akan marah.

Sampai kini aku masih penasaran apa sebenarnya isi ruangan itu. Dan nampaknya kini rasa penasaranku ini menular pada Abby.

Mau mencoba masuk kesana? tawar Abby sembari menyeringai.

Aku balas menyeringai padanya. Tentu kita akan kesana, bisikku.

Setelah rencana licik yang kususun bersama Abby disepakati, aku beranjak dari kamarku lalu berjalan menuju keruang kerja Raven yang ada diujung lorong kamar.

Membutuhkan beberapa menit dengan penuh kehati hatian sampai aku sampai didepan pintu ruangan itu.

Kenapa sepi sekali? tanyaku pada Abby yang dibalasnya gelengan kepala. Jangan salah, justru ruangan ini biasanya dijaga ketat oleh para warrior terpilih. Jadi pemandangan yang sangat aneh melihat ruangan ini sepi.

Deengan perlahan aku memutar kenop pintu ini, dan ternyata keberuntungan berada dipihakku. Pintu ini tidak terkunci!!

Dengan langkah berjinjit aku memasuki ruang kerja Raven dan buru buru menguncinya dari dalam.

Saat baru masuk aku memang belum terlalu memperhartikan sekitar. Tapi saat pintu terkunci dan aku membalikkan badanku, aku sama sekali tidka terkejut.

Sama sekali tidak ada yang spesial dari ruangan ini. Lantas kenapa Raven seakan merahasiakannya dari kita? Komentar Abby yang juga kusetujui.

Dan hal 'spesial' itulah yang harus kita cari, balasku pada Lily dan mulai berjalan menyusuri ruangan ini.

Pertama yang kulihat dari ruangan ini adalah biasa. Hal yang biasa dilihat diruang kerja seseorang. Rak buku, laci berisi berbagai macam berkas, meja kerja dengan sebuah macbook diatasnya. Sofa nyaman diujung ruangan lengkap dengan televisi. Sebuah lemari pendingin mini. Dan tiga buah pintu.

Aku berjalan ke pintu yang paling dekat. Kamar mandi.

Lalu aku berjalan ke pintu selanjutnya. Sebuah ruangan yang berisi kitchen set meski tidak selengkap dapur. Ini dapur mini.

Lalu pintu ketiga. Tapi ada yang aneh, saat kubuka pintunya yang kutemukan hanyalah sebuah ruangan kecil yang kosong.

Aku menutup pintu terakhir dan melangkah menuju rak terdekat. Dan melihat deretan buku yang tertata rapih disana.

Tapi ada satu buku yang sepertinya baru dubaca, karena letaknya yang tidak terlalu menjorok kedalam. Tanganku terulur mengambil buku itu.

THE SHADOW MOON. Itu judul yang tertulis di sampul buku ini.

Mungkin itu tentang silsilah kepemimpinan di pack ini, berikut keluarganya tentu saja. Ujar Abby yang tiba tiba saja datang difikiranku.

Aku mulai membaca buku ini. Dari dalamnya aku mendapat beberapa informasi tentang para Alpha pendahulu Raven.

Tapi mataku tak bisa lepas saat buku ini mnegisahkan tentang ayah dan ibu Raven yang tak pernah kudengar. Alpha Richard dan Luna Vanesha.

Saat itu Luna Vanesha dan Alpha Richard sedang berada di medan perang.

Perang ini dipicu oleh seorang vampire yang mendapatkan mate seorang demon. Dan karena percaya apabila keturunan campuran itu akan membawa petaka bagi seluruh kaum, maka baik vampire, werewolf maupun demon sendiri menyatukan kekuatan mereka untuk melindungi keamanan seluruh kaum.

Tapi ternyata perang itu membawa petaka besar. Pasangan takdir itu mati ditengah perang. Namun keturunannya sampai saat ini tidak ditemukan.

Dan kedua orangtua Raven, Alpha Richard dan Luna Vanesha gugur di tangan sepasang bangsawan Demon yang terkenal akan kekuatannya yang melegenda.

Dan mulai saat itu, seluruh anggota Shadow Moon pack membenci bangsa demon yang membuat pemimpin yang mereka sayangi gugur.

Flashback off.

###

Setelah mengingat kejadian tadi siang aku malah makin gelisah. Aku bergerak kesana kemari mencari posisi yang nyaman agar aku bisa segera tidur. Tapi nyatanya mataku tak bisa diajak kompromi.

Dan gerakanku terhenti karena sebuah tangan yang memelukku erat. "Kenapa kau rusuh sekali? Ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Raven sembari mengecup leherku dan menjilati tanda yang dibuatnya.

Aku yang kegelian sekaligus panas mendorong kepala Raven menjauh dari leherku. "Jangan mendekatiku," ujarku dengan suara serak.

Setelah aku berkata seperti itu, Raven berhenti dari kegiatannya itu dan menatapku dengan mata yang menggelap.

Oh tidak, batinku laku berusaha beranjak dari ranjang.

Tapi yang namanya wanita akan tetap kalah pada pria meski melawan bagaimanapun caranya. Dan ya, kami melakukannya berkali kali malam itu.

###

"Apa kau mempercayaiku?" tanyaku pada Raven yang kini tengah menatapku intens. Dan mengenai tadi, Raven baru saja menghentikannya saat aku mengancamnya tidak mendapat jatah seminggu kedepan.

"Tentu saja aku percaya padamu. Dan akan selalu percaya padamu." jawabnya sembari tersenyum.

Aku membalas senyumannya itu sebelum kembali bertanya. "Sejak kita menikah, kau tidak pernah memperbolehkanku masuk ke ruang kerjamu. Apa ada sesuatu didalam sana?" tanyaku berusaha memancingnya menjawab sesuai yang ku prediksikan.

"Nothing special. But that's my privacy." ujarnya singkat.

Aku merengut mendnegar jawabannya itu. "Kenapa kau tidak memberitahuku? Apa kau tidak mau aku memasuki wilayahmu?" tuduhku padanya.

Bukannya menjawab, Raven malah tertawa mendengar tuduhanku itu, "Tentu saja boleh. Tapi aku akan memberitahukanmu kapan kapan. It's kind like surprise?"

"Okay? Emm. How's your parents?" tanyaku dengan hati hati.

Raut mukanya berubah muram saat kutanyakan keberadaan orangtuanya. "Mereka meninggal. Karena suatu masalah,"

"Sorry. Boleh tahu masalah apa?" tanyaku padanya masih berhati hati. Takut salah kata dan memancing amarahnya.

"Demon," jawabnya singkat.

Setelah berbincang beberapa saat dan tentunya sudah melewati acara mellow itu, kami memutuskan melanjutkan tidur.

Sesaat sebelum tidur, Raven mengecup keningku lembut. "Sleep tight, Sweetheart."

"Don't ever trust me, Raven. Jangan pernah sedikitpun meletakkan kepercayaanmu padaku. Karena aku takut mengecewakanmu," bisikku lalu tenggelam kedalam mimpiku yang indah.