"Aku harus ke luar kota untuk beberapa saat, Raven. Dan aku harus berangkat besok pagi," ujar Vero tiba tiba padaku yang tengah menyesap kopi hitamku.
Dan tentu saja perkataannya itu membuatku bingung. Untuk apa dia keluar kota. Padahal disini dia sama sekali tidak punya sanak saudara.
"Untuk apa kau ke luar kota? Bukankah kita harus menghadiri peresmian minggu ini?" tanyaku berusaha mencegah Vero agar tidak keluar kota.
Dalam beberapa hari ini akan terjadi bulan purnama. Dan itu artinya adalah shift pertama Vero.
Dan hal yang paling spesial adalah, terjadinya blue moon yang bertepatan dengan bulan purnama kurang lebih dua hari lagi.
Maka dari itu mencegah kepergian Vero lebih baik daripada membiarkannya melakukan shift sendirian.
Karena dia adalah seorang luna yang tentu berpasangan dengan Alpha dan sudah ditandai, jadi dia tidak akan mengalami masa heat. Tapi itu lain lagi jika menyangkut sisi wolfnya.
Meski awalnya hanya manusia, tapi hal itu membuatnya semakin spesial. Blue Moon hanya terjadi setiap 50 tahun sekali.
Dan setahu Raven, apabila bulan purnama yang berlangsung bertepatan dengan terjadinya blue moon, para werewolf akan mendapat kekuatan penuh dari bulan itu.
Raven belum tahu apapun mengenai wolf yang ada dalam diri Vero. Mungkin karena sifat Vero yang meski tidak bisa dibilang pendiam tapi kurang suka curhat kepada orang lain. Sehingga dia kurang tahu apa sisi wolf Vero sudah muncul atau belum.
"Aku belum setuju atas ajakanmu untuk menghadiri peresmian itu. Kau bahkan langsung meninggalkan aku setelah memberitahu soal peresmian itu." jawabnya cuek sambil tetap mengemasi pakaiannya.
"Kau akan shift dalam beberapa hari lagi, Luna Veronica!" tekanku berusaha mengingatkan kalau wanita itu akan menanggung beban berat akan jabatan Luna yang sebentar lagi disandangnya.
"FYI, Mr. Stavoscka. Tahu dari mana anda kalau aku akan shift dalam beberapa hari lagi? Abby bahkan tidak menunjukkan tanda tanda kalau dia memang akan memulai shift," balasnya sarkastik.
Aku yang mendengarnya tidak mematuhi ucapanku semakin geram. "Kau. Tidak. Akan. Pergi. Dari. Sini. Tanpa. Izinku!!" tekanku padanya lalu berlalu meninggalkannya sendiri di dapur mansion pack.
###
"Maafkan saya, Alpha. Luna tidak memperkenankan siapapun memasuki ruangannya sejak tadi." ujar seorang omega. Dari nada bicaranya, dapat dipastikan kalau omega ini takut padaku.
Tentu saja! Aku ini Alpha-nya. Bagaimana mungkin seorang bawahan tidak takut pada orang yang jauh lebih tinggi darinya.
"Siapa yang membuat peraturan kalau aku tidak boleh memasuki kamarku?! Ini peraduanku! Aku berhak memasukinya!!" tanyaku pada omega ini yang diakhiri geraman Lud.
Sebenarnya aku biasa saja. Tapi demi menjaga wibawa, jadi aku berpura pura marah supaya dia sadar bahwa aku ini Alpha-nya dan dia harus menurut padaku walau kedudukan Luna memang setara denganku.
Dan omega ini? Mendengar geraman Lud tadi saja dia langsung gemetaran.
"Ma..maafkan..sa..saaya...Alpha. Saya hanya...hanya mengikuti perintah Lunaa," lalu setelahnya omega ini pamit dengan langkah terburu.
Aku meraih knop pintu ini. Dikunci. Sepertinya gadis ini, emm maksudku wanita ini memang benar benar melarang seorangpun masuk kedalam ruangan ini.
Aku membuka laci disamping pintu dan menemukan beberapa kunci diatas tumpukan buku.
Dan saat aku membuka pintu kamarku, yang kudapati hanyalah kamar kosong. Tanpa ada seorangpun didalamnya.
Dengan tergesa aku memasuki kamar mandi untuk memeriksa apakah ada orang di dalamnya.
Namun lagi lagi, yang kutemui hanyalah ruangan rapi dengan perabotan yang bahkan nampak tidak pernah disentuh.
"VERONICA?!!" teriakku yang kuyakin mengagetkan bagi semua orang yang ada di pack house. Terlebih lagi telinga werewolf sangatlah peka terhadap suara sedikit saja.
Beberapa saat setelah teriakanku saja, aku mendengar banyak pangkah kaki mendekati kamar pribadiku ini.
Dengan penuh amarah, aku menutup pintu kamar mandi dengan kasar. Dan melangkah lebar lebar.
"Apa pekerjaan kalian hanya bergosip dan saling mengejek saja? Bahkan Luna kalian hilang saat tidak ada musuh menyerang. Lalu nanti apabila benar benar ada musuh yang menyerang pack ini, apa kalian akan lalai seperti ini?! Hahh?!!" desisku pada seluruh warrior yang berbaris didepanku. Termasuk beta, gamma dan para omega yang ada ataupun kebetulan lewat.
Dengan kasar aku menarik kerah baju betaku. "Kau lihat apa yang terjadi pada Luna-mu?? Lihat?! Dia wanita dan bisa melarikan diri dari penjagaan pack ini yang bahkan selalu di elu elukan sebagai pack teraman. Tapi, dia wanita dan dengan mudahnya kabur tanpa ada seorangpun tahu dimana dan bagaimana dia pergi?!!! BAGAIMANA BISA ANAK BUAHMU ITU MELALAIKAN TUGASNYA DALAM MENJAGA KEAMANAN PACK INI BODOH?!!" sentakku pada John.
Pria didepanku ini hanya menatapku datar. Tanpa ekspresi sedikitpun.
"Jelaskan padaku apa yang bisa membuatku melepaskan kepalamu dari daftar buruanku?!" desisku padanya yanga hanya dibalas satu alisnya yang naik.
"Kau yang membuatnya pergi, Alpha." tekan John padaku.
Mendengarnya membuat Lud geram. Beraninya John kepada Alpha-nya?! "Aku Alpha mu, Beta?!" ujarku dengan suara memberat.
Ludwig sudah mengambil alih sebagian tubuhku. Dan serigala itu masih saja memberontak ingin mengambil alih tubuhku.
"Aku Beta-mu Alpha. Dan sudah kewajibanku mengingatkanmu!" desisnya masih menantang menatap kedua bola mataku yang kuyakini tengah berubah ubah karena ke-keras kepalaan Ludwig.
Mendengar perkataannya, aku menutup mataku frustasi. Dengan pelan, aku menarik nafas untuk menenangkan Ludwig. "Cari tahu tentang dia,"
###
"Kenapa harus lari darinya?" tanya seorang pria kepada gadis didepannya.
"Aku tidak lari hanya bisa menerima apa yang telah terjadi," Elak gadis itu ketika mata pria itu menatapnya seakan meminta penjelasan.
"Kau benar benar tidak ingin mempertimbangkan tentang jujur kepadanya? Bisa saja dia berubah pikiran dan menerimamu?"
"Tidak ada yang bisa diharapkan darinya. Sudah cukup aku bergantung padanya," jawab gadis itu tenang. Tanpa menolehkan wajahnya kepada pria yang tengah menatapnya.
"Bisa saja dia melupakan hal itu. Lagipula itu bukan kesalahan orang tuamu. Dia hanya salah paham."
"Dia membenciku, William. Percayalah. Atau lebih tepatnya kaumku."
"Dia akan mempercayaimu. Kau pasangan hidupnya. Jauh darimu pasti membuatnya merasakan lebih dari kematian." terang William berusaha meyakinkan gadis dihadapannya ini.
"Akan lebih mudah jika seperti itu. Tapi itu membutuhkan sebuah kepercayaan. Dan sejak awal, dia bahkan tidak pernah percaya padaku." balas gadis itu angkuh. Lalu, si gadis melangkahkan kakinya mendekati danau dihadapannya. Menghiraukan tatapan bingung yang William tujukan padanya.
"Itu tidak mungkin Veronica?! Kau mate-nya. Dia pasti percaya padamu!" sentak William yang masih kukuh pada pendiriannya.
"Sejak awal aku memang miliknya. Tapi dia tak pernah menjadi milikku. Walau hanya dalam mimpi sekalipun. Dia selalu menomorduakan aku. Jadi, bagaimana bisa dia percaya padaku? Biarkan dia bersama wanitanya. Bila waktuku habis, aku akan pergi dengan sendirinya." bisik Veronica lirih sambil memejamkan matanya lelah.
Sedangkan William yang mendengar itu, menganga tak percaya. Pria itu terdiam setelah mendengar ucapan terakhir Vero. Tak berani menjawab, karena dia yakin apabila jawabannya salah. Maka hati gadis itu yang akan hancur.