Chereads / Destiny of A Luna / Chapter 7 - His Bitches

Chapter 7 - His Bitches

"Kenapa leherku ada tattonya? Aku tidak pernah membuat tatto sebelumnya." tanyaku pada Raven yang kini tengah memeluk pinggangku dari belakang.

"Itu bukan tatto. Itu tanda dariku," ujarnya seraya mengecup tanda itu mesra.

Bukannya risih, aku malah merasa lututku lemas saat dia mengecup tanda itu dalam. Dan saat Raven dengan jailnya malah menjilat tanda itu yang membuatku langsung menyingkirkan wajahnya dari leherku.

Raven tertawa saat aku melakukan hal itu.

"Jangan cium cium! Mandi sana!" ujarku berusaha terlihat galak didepannya.

Bukannya takut, Raven malah terkekeh begitu aku selesai berbicara.

Dasar serigala gila. Kenapa dia suka sekali tertawa? batinku mengejek.

"Aku mendengarnya, Sayang" ujar Raven sembari masuk ke kamar mandi.

Mendengar dia tahu apa yang kupikirkan membuatku sangat malu. Mungkin aku harus berhati hati dalam berfikir mulai saat ini, batinku.

"Jangan membatasi pikiranmu, Sayang!!" teriaknya dari dalam kamar mandi.

<+++>

Ini sudah satu bulan semenjak Raven menandaiku. Dan kini aku pindah tinggal dengannya di Russia.

Tentang kuliahku? Aku tetap berkuliah. Namun aku menggunakan sistem online. Walau sebenarnya sedikit aneh karena hanya bisa bertatap lewat komputer dengan dosenku. Namu  itu tidak masalah karena yang terpenting aku dapat menamatkan pendidikanku.

Kalau tentang diriku, ada beberapa keanehan yang muncul sejak beberapa waktu yang lalu.

Rambut pirangku berubah lebih panjang. Jangan anggap aku gila karena 'panjang' dalam hal ini sangat tidak wajar.

Rambutku yang asalnya hanya sepunggung bertambah panjang sampai pantatku hanya dengan waktu satu bulan. Bukankah itu aneh?

Dan yang menggembirakan, aku sudah mendapatkan Abby, sisi wolfku meskipun aku belum berganti shift dengannya.

Karena pertengahan bulan kemarin harusnya aku berganti shift. Namun karena bulannya tidak muncul, jadi aku mengurungkan niatku itu.

Selain itu, aku sedikit takut dengan iris mataku yang kadang kadang warnanya berubah ubah. Yang paling sering itu berganti warna menjadi merah dan hijau.

Entahlah. Aku sendiri juga bingung dengan perubahan tubuhku.

Yang membuatku semakin bingung, yaitu munculnya tatto sepasang sayap dipunggungku. Dengan ujung sayap itu yang merah menyala layaknya api yang berkobar.

Belum lagi tanda yang dibuat Raven tatonya semakin banyak. Sekarang, seperti ada sulur sulur tumbuhan yang mengelilingi gambar kepala serigala dan bulan itu. Ukirannya pun ikut bertambah.

Selain perubahan tubuhku, ternyata ada juga yang berubah dari orang orang disekitarku.

Kalau kalian menanyakan Raven. Pria itu entah mengapa dua minggu belakangan selalu menyibukkan dirinya di kantor. Jadi aku belum bisa memberitahukannya tentang tatto yang muncul dipunggungku ataupun tanda yang dibuatnya.

Selalu pulang setelah pukul 10 malam. Dan berangkat tepat jam 6 pagi tanpa sedikitpun toleransi.

Aku juga merasa kalau beberapa waktu ini Raven seperti jauh dari jangakauanku. Raven sedikit.....dingin?

Ah entahlah. Aku mau memasak saja. Oh ya. For your information, siang ini aku sengaja memasakkan makanan kesukaan Raven. Dan berencana membawakannya makan siang ke kantornya.

Jadi nanti kalau sudah sampai di kantor Raven aku lanjut ya. Sekarang aku mau masak dulu.

<+++>

"Ravennya ada?" ujarku pada sekretaris Raven. Sepertinya ini pegawai baru karena aku baru melihatnya kali ini.

"Ada. Tapi Mr. Stavoscka sedang ada tamu didalam dan tidak dapat diganggu." ujarnya berusaha ramah meskipun dari tatapannya dia menatapku sangat sinis.

Kalian bingung kenapa aku bisa sampai di lantai tempat Raven  tanpa harus repot repot menghubungi resepsionis?

Raven pernah membawaku ke kantor ini beberapa waktu yang lalu dan mengenalkanku sebagai istrinya.

Dan ngomong ngomong, Raven sudah melamarku secara resmi. Tinggal menunggu pernikahan kami tiga bulan lagi.

Oke kurasa cukup. Back to my conversation.

"Tamu? Sejak kapan?" tanyaku penasaran.

"Itu bukan urusan anda Nona. Dan ada urusan apa anda kemari?"

"Aku ingin bertemu Raven," ujarku santai.

"Dan apakah anda sudah mempunyai janji dengannya?" tanyanya sinis.

Sialan dia. Lihat saja nanti!

"Apakah aku butuh janji untuk menemui tunanganku?" tanyaku tanpa repot repot menyembunyikan nada sarkastik didalam ucapanku.

Sekretaris tidak tahu malu itu malah mendengus padaku. "Dan anda bukan orang pertama yang mengaku sebagai tunangan Mr. Stavoscka,"

Setengah menggeram, Abby merutuki Raven yang memilih wanita menyebalkan ini sebagai sekretarisnya. Dengan terburu buru, dia membuka pintu ruangan Raven tanpa permisi.

Namun pemandangan yang tersaji didepannya malah membuatnya mematung.

"Ra---Raven?" lirih Vero melihat Raven tengah memenjarakan seorang wanita dan menciumnya kasar.

Tanpa perlu penjelasan sekalipun Vero tahu kalau mereka sama sama menikmati ciuman itu. Bibir mereka berpangutan. Bukan sekedar menempel.

Dengan pelan Vero menutup pintu ruangan Raven dan mendapati sekretaris Raven menatapnya mencemooh.

Vero berdehem, berusaha mengembalikan suaranya. "Bisakah kau berikan ini untuk Raven? Bilang saja ini dari Vero. Berikan setelah wanita itu keluar dari ruangannya ya," ujar Vero pelan lalu berlalu dari sana.

<+++>

"Luna, anda melewatkan makan malam anda." ujar Betty, salah satu maid yang ditugaskan memenuhi segala keperluanku sembari mengetuk pintu kamarku.

"Aku sudah makan sore tadi Betty. Jangan khawatirkan aku!" ucapku dengan suara serak. Tanpa perlu berteriak sekalipun Betty akan mendengarnya. Dia werewolf.

Raven belum pulang sejak tadi. Dan ini sudah pukul 9. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Raven sehingga membuatnya mencium wanita lain.

Tapi aku yakin akan ada penjelasan dibalik perlakuannya ini.

<+++>

Sinar lembut matahari menyambut pagiku yang suram ini.

Ranjang disebelahku kosong. Tapi dalam keadaan berantakan.

Aku turun dari ranjang dan berjalan pelan menuju kamar mandi. Kosong. Itu yang kutemukan.

Lalu aku menuju pintu penghubung kamar kami dan ruang kerja Raven. Kosong.

Tas kerja Raven juga sudah tidak ada ditempatnya.

Dia pergi. Sangat pagi untuk kali ini. Bahkan tanpa membangunkan aku atau sekedar meninggalkan pesan untukku.

Aku membulatkan tekadku untuk mendatangi kantornya lagi siang ini.

<+++>

"Kenapa kau kemari?" tanya sekretaris Raven dengan ketus.

"Aku tamu, Nona. Tidak bisakah kau menyambutku dengan lebih sopan?" balasku ikut ikutan ketus.

"Mr. Stavoscka sedang kunjungan ke kantor cabang. Kemungkinan beliau akan kembali sore nanti."

"Aku akan menunggu didalam. Kalau dia datang, jangan bilang padanya kalau ada orang didalam."

Lalu dengan itu aku masuk kedalam ruangannya dan mendapati ruang kerja Raven kosong.

Baiklah. Aku akan menunggunya sampai datang, batinku sambil melangkah menuju kamar pribadi di ruangan Raven.

Aku ingin tidur sejenak. Karena mataku begitu berat untuk dibuka.