Chereads / Destiny of A Luna / Chapter 5 - The Secret

Chapter 5 - The Secret

Aku sedang membaca buku dihadapanku saat aku mendengar suara langkah kaki yang mendekati perpustakaan tempatku membaca.

Aku mengabaikannya. Mungkin itu pelayan yang sedari tadi menyuruhku turun untuk makan.

"Sweety," suara seseorang yang baru saja kukenal namun anehnya semua tentangnya begitu terpatri dipikiranku.

"Kau marah padaku?" Lagi. Suara pria itu menggema dipenjuru ruangan ini yang tentu saja merupakan suara Raven.

"What do you mean?" tanyaku bingung akan perkataan pria tampan dihadapanku ini.

"I mean. We're destinied to complete each others. Of course in this time, You're mine. And I'm all yours." ujar pria itu dengan tatapan matanya yang meneduhkan untukku.

Dan apa katanya tadi? Aku miliknya? Oh my god?!

Aku tergelak mendengar ucapannya yang sarat akan kepemilikan. "Are you kiding me?"

Pria itu, Raven menggeram begitu aku mengucapkan kalimat itu. Dengan tidak sabaran dia mendekati sofa yang baru saja kududuki ini dan membingkai wajahku dengan tangan besarnya yang hangat.

"Of course not. You absolutely Mine!?" ujar Raven tepat didepan wajahku.

Bahkan bibir merahnya kini hanya berjarak sekitar dua sampai empat centimeter dari bibirku.

Aku menegang merasakan nafas hangatnya yang menerpa wajahku. Tanpa sadar karena gugup dengan jarak sedekat ini, aku menjilat bibirku. Dan yang tidak kuketahui adalah hal itu membuatnya.....em. Bagaimana aku mengatakannya? Mungkin sedikit turn....on?

"Jangan menggodaku sayang, aku tak tau sampai kapan aku bisa menahan hasrat ku padamu," ujarnya dengan suara baritonnya yang seksi.

Lagi. Karena gugup aku malah menggigit bibir bawahku.

Yang kini tanpa peringatan dia, langsung menyergap bibirku penuh hasrat.

Ciumannya begitu mendominasi. Kasar dan keras. Sarat akan gairah. Begitu menggebu.

Aku yang menerima pangutan bibirnya yang mendominasiku dan membuatku tergelitik untuk membalas kecupan panasnya.

Yang ternyata tidak hanya terlintas didalam pemikiranku saja. Namun langsung dipraktekkan dengan frontal oleh bibirku.

Aku membalasnya dengan brutal karena ini merupakan pertama kalinya. Saat aku membuka bibirku menyambut lidahnya, aku merasakan Raven tersenyum diantara pangutan kami.

Ciuman penuh gairah ini terus berlanjut. Seakan belum puas, Raven membaringkan tubuhku disofa tempatku duduk ini dan mulai bergerilya turun dari bibirku.

Bibirnya dengan lihai mengecupi kedua pipiku yang kemudian dilanjutkan dengan lembut di rahangku yang hanya kuhadiahi desahan karena sikapnya yang membuatku leleh.

Belum selesai kenikmatan yang kurasakan karena bibirnya yang membuatku gila, dia kembali berpindah keleherku dan membuatku semakin gila karena kecupan dan gerakan bibirnya yang sangat terlatih.

Aku sendiri sebenarnya tidak dapat mendeskripsikan apa yang sedang kurasakan saat ini. Aku merasakan nikmat yang sangat atas perlakuannya ini. Ini pertama kali yang kurasakan dalam hidupku.

Tubuhku seakan menerima saja segala perlakuannya. Tanpa penolakan sedikitpun!

Kami bercumbu cukup lama sampai akhirnya ku mendapatkan kesadaranku saat tangannya mulai ikut bergerilya diseluruh tubuhku.

Demi keselamatan ku, aku mendorong paksa tubuhnya agar menjauh dari ku.

Dia sangat besar dan dengan seenaknya meletakkan tubuhnya diatasku. Apa tidak sadar kalau dia itu berat ya?

Tapi apa daya? Menurutku tubuhku sudah terlampau tinggi diantara orang orang disekitarku. Tapi dengannya membuatku nampak kecil.

Tubuh besarnya tidak bergerak sama sekali. Sekali lagi aku mendorongnya sekuat tenaga, tapi yang kudapatkan malah tubuhnya yang ambruk sepenuhnya ditubuhku.

Dengan kurang ajarnya pria itu menenggelamkan kepalanya kedadaku dan memeluk pinggangku erat.

"RAVEN!!! LEPASKAN AKU!?!?!!" teriakku sembari memberontak.

Dengan santainya Raven mengangkat kepalanya dan memandangnya dengan raut sok bingung.

"Bangun dari atasku!" sentakku berusaha membuatnya melepaskanku.

"Kau ini tenang sehari saja apa susah? Hobimu itu berteriak saja?!" ujarnya sarkastik. Aku mengabaikan gerutuannya itu dan tetap menggerakkan badanku dengan brutal agar terlepas dari pelukannya.

"Lepas gak sih!?" jeritku kesal. Saking kesalnya aku menggigit tangannya yang mendekap mulutku dengan keras.

"Awww. Shit!?!?" umpatnya yang kemudian bangkit dari atasku dan mengusap telapak tangannya yang kugugit barusan.

"Dasar macan jadi jadian! Susah ya kalau badan sebesar gajah tapi gak sadar diri!?!" rutukku dan berusaha bangkit dari ranjang laknat ini dan baru merasakan kalau tubuhku terasa sangat pegal.

Bukannya tersinggung, Raven malah cengar cengir mendengar gerutuanku. Dasar alien!!

Karena kesal aku berjalan keluar dengan kaki dihentakkan. Awas kau Raven!! batinku.

****

"Ada sesuatu yang harus kubicarakan denganmu!" ujarnya mendekatiku yang tengah berbaring telungkup dan bermain handphone diranjang kamarku.

Aku terus saja membalas chat dari teman temanku. Berusaha sebisa mungkin tidak menggubrisnya dan mengabaikannya.

"Please...." sejenak ucapannya berhenti. Entah dia sengaja atau memang berniat membujuk. Aku sebenarnya masih masa bodoh padanya sampai sentuhan lembut didaguku membuatku dengan sangat terpaksa menoleh kearahnya.

"Ini sangat penting. Ini mungkin bisa disebut tentang kita?" dia mengakhiri ucapannya dengan ragu. Seakan bertanya kejelasanku tinggal disini.

Aku memalingkan wajahku ke sisi kanan. "Sejak kapan kau dan aku menjadi kita?" tanyaku sarkastik. Hello!! Menembakku saja tidak pernah. Malah minta kejelasan tentang kita?

Bukan maksud meng-kode atau apa supaya ditembak. Tapi memang fakta itu terkadang menyakitkan bukan?

"Forget it! Seseorang ingin menemuimu. Kau mau kan? Ini demi aku!" Pintanya.

Aku memiringkan kepalaku bingung, walau pada akhirnya mungkin aku malah terlihat imut dengan ekspresi bingung ini.

"Seseorang? Siapa dia? Apa aku mengenalnya? Atau kau ingin mempertemukan aku dengan sahabatku? Kapan?" tanyaku beruntun setengah tidak sabar.

Raven mengerang kesal karena ketidak sabaranku itu. "Satu persatu, sayang. Tapi yang pasti kau belum pernah menemuinya. Ini pertemuan pertama kalian."

Mendengar kata bahwa ini merupakan pertemuan pertama ku membuatku tercekik girang. "Benarkah?! Aku akan bertemu seseorang?! Bisa kita bertemu sekarang?" tanyaku antusias.

Raven terkekeh. Entah karena apa? Mungkin mendengar nada antusiasme dalam suaraku.

"Baiklah. Kita bisa bertemu dengannya sekarang," ujarnya lembut lalu menarik tanganku lembut mengikuti langkahnya.

"Kita mau kemana?" tanyaku bingung saat dia mulai membawaku keluar villa ini.

"Dia ingin menemuimu di taman belakang villa ini." ujarnya tanpa menolehkan pandangannya.

Kami berjalan sebentar. Sampai saat kami sampai di taman belakang ini, aku terpekik senang. Taman ini sungguh indah!!

"Kau boleh melanjutkan teriakanmu itu saat aku selesai bicara," ujarnya yang kemudian menggiringku duduk disampingnya di bangku taman ini.

"I wanna tell you something,"

"What? Just tell me!" Perintahku.

Raven tampak menghela nafas panjang sebelum mulai berbicara padaku. "Aku akan memberitahukanmu sesuatu. Tapi jangan histeris dan berjanjilah satu hal padaku!"

"Janji apa?" tanyaku bingung.

"Jangan meninggalkan tempat ini sebelum aku menjelaskannya. Dan itu adalah perintah!" ujarnya diktator.

Aku memutar bola mataku malas. Dasar tukang perintah. Aku malas menjawabnya. Jadi aku hanya menganggukkan kepalaku.

"Baiklah..." dia menggantung ucapannya dan mengambil nafas dalam. Kenapa dia malah bertingkah seperti orang penyakitan?

"Sebenarnya, aku bukanlah manusia."

Aku terkekeh melihatnya. Memangnya di pikir aku tidak bisa menipunya? "Kau pikir aku adalah manusia?" Aku berusaha membuat nada bicaraku semirip mungkin dengan Raven.

Tapi tatapannya yang tetap datar tanpa mengubah ekspresinya membuatku tanpa sadar menelan ludahku. "Eh? Tidak bercanda, ya?"

"Tapi, kau terlihat-" Aku melihat penampilannya dari ujung kepala hingga ke ujung kakinya. "-normal. Seperti bagaimana manusia seharusnya terlihat."

"Kami memang terlihat seperti manusia. Tapi kaum kami mempunyai wujud lain. That's mean half of me is not human."