Chereads / Destiny of A Luna / Chapter 4 - Living Together

Chapter 4 - Living Together

Raven mengendarakan mobilnya dengan kecepatan sedang namun tidak mengarahkannya kearah apartement mungil milik Vero.

Melainkan menuju villa pribadinya yang terletak didaerah puncak.

Memang itu akan sedikit memakan waktu mengingat gadisnya ini tadi menghadiri pesta di daerah Jakarta Selatan yang lumayan padat.

Kalau ditanya bagaimana bisa Veronica tertidur pulas disebelahnya itu karena sedari tadi sejak gadis merasa nyaman dengannya, dia terus saja berceloteh ini itu.

Dan ya. Raven pun mendengarkannya dengan senang hati.

Merasa semua yang kini tengah mereka lakukan adalah memang yang seharusnya.

Dia memang untuk Veronica dan Veronica memang hanya untuknya.

Betapa indahnya hidup ini! Kalau tahu akan bertemu matenya disini, tentu saja Raven akan buru buru kemari tanpa menunggu kedatangannya secara tidak jelas.

Tapi yang dapat disimpulkan dari percakapan sepihaknya dengannya ini, bahwa dia tengah menempuh semester akhir di bidang psikologi dan akan menjalani ujian beberapa bulan lagi.

Tapi yang kubingungkan, bukannya Norway adalah negara kaya dengan pemerintahnya yang membiayai kebutuhan pendidikan bagi penduduknya hingga menamatkan gelar magisternya masing masing.

Lantas apa yang membuatnya melarikan diri kemari dan berkuliah disini.

Apalagi dia berkata kalau dia juga bekerja untuk membiayai kuliahnya dan kebutuhan nya sehari hari.

Betapa kasihannya mateku harus membanting tulang diusia semuda ini.

Dan aku sangat amat mengagumi keindahan wajahnya walau dalam keadaan tertidur sekalipun.

Bahkan saat tidur wajahnya jauh lebih polos dan makin imut!! Ya ampun!? Aku gemas sekali pada gadisku ini. Ingin rasanya aku masukkan kedalam karung dan kukurung didalam kamar selama lamanya.

Oke. Itu terlalu sadis. Kembali ke topik.

Dia juga bilang sangat menyukai anak anak. Oh. Membayangkan dia yang tengah bermain dengan anak anak membuatku mengkhayalkan kalau itu memang anakku sendiri.

Pasti dia akan sangat luar biasa diantara gerombolan anak anak kami nantinya.

Tapi, ada satu hal yang aneh darinya. Aroma tubuhnya sedikit berbaur. Bukan dengan strawberry ataupun lainnya. Tapi lebih kepada bunga bungaan segar yang identik dengan kaum sialan itu. Terutama para bangsawan selatan nya.

Lupakan itu, mobilku meluncur dengan mulus diantara jalanan yang memang lengang.

Aku dengan senantiasa mengendarai mobilku sembari menatap wajah cantiknya.

Entah kata apa lagi yang harus kukatakan untuk mengungkapkan betapa indahnya dia?

***

"Selamat pagi Tuan," ujar salah satu maid dirumahku atau yang bisa dibilang sebagai villa pribadiku di kota ini.

Dan ya. Sekarang memang sudah pagi. Karena tadi aku menemukan mateku saat hari sudah menjelang pagi, maka kini aku sampai di villa pribadiku ini saat matahari hampir naik.

Aku tidak menjawab sapaannya dan lebih memilih menggendong Vero kedalam kamar pribadiku.

***

Vero menggeliat diantara tidurnya. Sembari menguap lebar, dia meregangkan badannya.

"Sudah bangun Putri Tidur?" ujar sebuah suara yang mengagetkan Vero.

Sontak saja dia melonjak dari tidurnya dan memegangi pelipisnya saat merasakan kepalanya berdenyut nyeri karena bangun dengan tiba tiba.

Raven mendekatinya dan dengan sigap membantu memijat pelipis Vero.

Dengan lembut tangannya memijat pelipis Vero. "Apa masih sakit?" tanya Raven pada Vero yang kini tengah balas menatapnya.

Vero hanya menggeleng tanpa mau menjawab pertanyaannya.

Lalu setelah itu, Vero mengalihkan pandangannya kesekeliling ruangan ini dan baru sadar. Ini bukanlah ruangan miliknya. Atau lebih tepatnya apartemen kecilnya.

"Dimana aku? Kenapa kau membawaku ke sini?!" tanya Vero bingung.

Raven berdehem sejenak sebelum menjawabnya. "Kau ada di villa ku. Dan aku membawamu kemari karena memang disinilah tempatmu. Dan kau akan tinggal disini bersama denganku sebelum kita kembali ke negaraku nantinya."

Vero menggelengkan kepalanya mendengar perkataan pria itu yang membuat hatinya hangat. Dia mencoba menepis perasaan hangat itu dengan menatap sengit pria didepannya.

"Ini bukanlah tempatku! Antarkan aku pulang, Raven!!" ujar Vero setengah berseru.

Raven yang mendengar ucapan Vero yang ingin pergi darinya apalagi diucapkan dengan nada tinggi geram.

Dia Alpha dan dia harus dihormati. Oleh seorang Luna sekalipun. Apalagi ego seorang Alpha sangatlah tinggi.

Dengan Alpha tone miliknya, Raven balas membentak Vero. "KAU TIDAK BISA PERGI DARIKU! TEMPATMU DISISIKU! JANGAN PERNAH BERUSAHA UNTUK LEPAS DARIKU!" raung Raven.

Vero yang baru pertama mendengar bentakan pria itu mengkerut ketakutan. Tanpa sadar, matanya memperlihatkan pandangan nanarnya dan terluka. Yang sontak saja melembutkan hati Raven.

Karena dirundung bersalah telah membentak gadisnya, Raven berbalik dan melangkah meninggalkan ruangan itu.

Namun sebelum dia sampai di pintu, dia bergumam. "Turuti perintahku, Luna. Jangan sampai membuatku marah padamu. Aku tak akan sanggup melihatmu ketakutan karena amarahku." Lalu dia keluar dari kamar yang dihuni oleh Vero.

Vero yang masih ketakutan sekaligus kaget karena bentakan Raven hanya bisa terdiam memandang punggung Raven yang menjauh darinya.

Pria itu, sedikit berbuat seakan dia adalah wanita paling berharga untuknya. Namun kini dia memperlakukannya seakan akan dia itu tidak berarti apapun untuknya.

Jujur saja, Vero tidak suka dibentak. Apalagi hanya karena masalah sepele. Dia hanya ingin merasakan diinginkan oleh pria yang menjadi suaminya kelak.

Dengan cinta tentunya. Karena dia tidak mau pernikahan yang hanya berupa janji namun nantinya akan diingkari.

Dalam diam, dia memikirkan apa maksud Raven menahannya disini dan melarangnya pulang ke apartemennya sendiri.

****

Bodoh! Serigala bodoh. Kau tidak lihat dia ketakutan karena bentakanmu tadi?! Maki Chris pada Lud yang sedari tadi terus mengoceh padanya.

Jujur saja. Kalau diperhatikan dengan seksama, mata Raven memang terlihat menggelap saat mendengar keinginan Vero tadi.

Yang artinya sang serigala yang tengah mengambil alih tubuhnya. Dan saat mendapati dia berada didalam fikiran Ludwig, dia berusaha mengambil kembali kendali tubuhnya.

Sungguh dia sangat menyesal melihat mata Vero yang menyiratkan luka. Maka dari itu dia lebih memilih keluar daripada terus didalam ruangan yang membuatnya semakin menyesal.

Namun serigalanya, Lud bahkan tidak merasa bersalah setelah membentak mate nya yang beberapa saat lalu selalu dipujanya.

Memang serigala itu egois sekali. Hanya memikirkan kepentingannya tanpa memikirkan perasaan orang lain.