Vero pov
"Gimana? Kau mau ikut gak ke pesta itu?" tanya Anna sahabatku yang tiba tiba saja kepalanya menyembul diantara pintu.
Aku menggelengkan kepalaku bermaksud menolak ajakannya. "Aku males nih. Kamu aja yang berangkat." terangku.
Karena memang aku tak terlalu suka suasana ramai. Apalagi kalau aku datang ke pesta. Bisa di bayangkan betapa ramainya pesta itu.
Anna membuka pintunya lebar lebar dan melangkah mendekatiku. "Ayolah Vee. Kamu mah suka gitu ke aku. Masa kamu nggak pernah mau sih ngikut ke pesta macem gini. Gak kasian sama aku yang jomblo ini?" ujarnya dengan raut muka yang memang sengaja dimelas melaskan supaya aku ikut.
"Kamu selalu bujuk aku. Nggak akan ninggalin lah. Nanti bakal ditemenin lah. Tapi akhirnya nanti kamu lepas sendiri." ujarku sedikit tak suka dengan kebiasaannya yang gila party itu.
Dan lagi, saat sudah minum Anna tidak akan berhenti sampai dia benar benar mabuk. Dan akan bangun keesokan harinya dalam keadaan hangover berat.
Aku? Akan memapahnya dengan penuh perjuangan kedalam apartemenku dan menidurkan serta mengganti bajunya. Dan terkadang ia muntah karena terlalu banyak minum. Entah itu diranjangku atau dipakaiannya yang pada akhirnya aku juga yang mencucikan hasil mutahannya.
Jadi ya. Kalian bisa tahu atau sekedar mengiyakan alasan alasan yang dapat membebaskanku dari pesta itu.
"Anna janji deh gabakal ninggalin Vero di pesta kali ini. Vero cuman tinggal duduk manis dan gue bakal nemenin kamu ngobrol selama di pesta nanti. Suwer deh!!" bujuk Anna lagi lagi dengan disertai puppy eyes miliknya yang susah ditolak.
Aku memutar bola mataku malas. "Kamu selalu bilang gitu setiap kali ngajak aku ke pesta. Dan natinya kamu bakal tinggalin aku."
"Enggak bakalan. Janji!!"
Aku menghela nafas lelah. Memang Anna susah ditolak kemauannya. Jika belum terlaksana. Dia akan terus merengek agar keinginannya dipenuhi. Itulah susahnya berteman dengan Anna.
***
Author pov
Suara musik yang menghentak dengan semangatnya membuat Vero risih. Karena tidak terbiasa dengan musik yang menghentak keras.
Sebisa mungkin Vero merapatkan tubuhnya pada Anna. Selalu menggenggam tangan Anna yang lebih relax darinya.
Suasana pesta yang ramai membuatnya takut sekaligus risih.
Sedari tadi memang Anna tidak keberatan dengan lengannya yang terus menerus digenggam oleh Vero.
Namun sikap yang ditujukkan berbeda jauh dengan perlakuannya. Saat bertemu kenalan kenalannya yang kebetulan datang ke pesta ini, Anna terus mengacuhkan Vero.
Jujur saja hal itu membuat kesal. Memang benar kalau Anna tidak meninggalkannya sendirian di pesta besar ini.
Tapi dengan mengacuhkannya yang mendiaminya sedari tadi pun sudah cukup membuatnya merasa asing dengan suasana ini.
Terimakasih untuk Anna yang mau dengan repot membawanya ke pesta hanya untuk diacuhkan.
Kalau tahu begini akhirannya maka dia tidak akan menyetujui tawaran Anna untuk mengikuti pesta ini.
"Anna?!" bisikku yang meski sebenarnya bisa dibilang pekikan ringan karena pesta ini cukup bising. Berusaha menarik perhatian Anna dari lawan bicaranya.
Tetapi sepertinya dewi keberuntungan memang tidak sedang berada dipihak Vero. Karena Anna mengacuhkan panggilannya.
Dengan jengkel Vero menarik tangan Anna sedikit kasar. "Anna!!" geramnya.
Si-empunya nama menggeram kecil begitu tangannya ditarik kasar oleh gadis disebelahnya ini.
"Bisa kita bicara nanti?" lalu dengan itu dia menarik Vero dengan sadis menuju pintu keluar gedung. Atau lebih tepatnya menuju taman disamping gedung ini.
"Kau mengacuhkanku!" hardik Vero begitu mereka duduk disalah satu bangku taman yang disediakan.
"Demi tuhan Vero! Aku sedang berbicara dengan temanku. Kalau butuh sesuatu atau ada yang kau inginkan pastinya kau bisa mengambilnya sendiri kan?" geram Anna kesal dengan sifat sahabatnya satu ini.
Benci dengan pesta.
Menjauhi pria bahkan menuju anti pria.
Tidak suka berada diantara keramaian.
Suka menghilang tiba tiba.
Bersikap kekanakan.
Kalau dia boleh bertanya. Kurang sabar apa dirinya menghadapi Vero setiap harinya?
***
"Demi tuhan Vero! Aku kemari supaya mendapat teman kencan. Bukannya menjadi pengasuhmu. Carilah priamu sendiri. Dan aku akan fokus pada pria ku." oke. Mungkin saja untuk orang orang kalimat ini terlalu kasar untuk diucapkan pada seorang sahabat.
Tapi untuk seorang Veronica tentunya hal itu baru bisa ditangkap nalar apabila berbicara sedikit realistis.
"Aku sudah bilang tidak mau sejak dirumah tadi. Tapi kamu memaksaku. Sekarang kamu harus tanggung jawab. Aku lapar tapi makanan disini tidak menjamin kebersihannya," tukas Vero berusaha membela dirinya yang sedari tadi disalahkan oleh Anna.
Setengah menggeram, Anna mengacak rambutnya frustasi. "Terserah lo. Gila aku lama lama." Lalu setelah itu dia meninggalkan Vero sendirian.
Vero yang ditinggalkan begitu saja hanya bisa mengerucutkan bibirnya sebal. Karena bisa bisanya tersangka yang mengajaknya ke pesta tidak berguna ini meninggalkannya sendirian di taman seperti ini?
Setengah memeluk tubuhnya sendiri, dia melangkah pelan keluar dari areal gedung ini. Sendirian ditengah keremangan lapangan parkir itu.
Gaun hitam selutut miliknya masih berkibar kibar. Malam semakin larut tapi sedari dia tak kunjung mendapatkan taxi untuk pulang.
Memang saat berangkat tadi dia berkendara dengan Anna menggunakan mobilnya. Namun saat ini kuncinya dipegang Anna dan tentu saja Vero tidak mau bersusah payah menerjang kerumunan orang gila pesta disekitarnya hanya untuk sebuah kunci mobil.
Halte ini sudah cukup sepi. Karena malam ini langit sedikit mendung dan ditambah lagi cuaca yang sedang tidak pasti membuat jalanan semakin lengang.
Tiba tiba dari kejauhan, terlihat cahaya kuning, lampu sorot kendaraan melaju mendekati jalanan itu.
Karena mengira itu adalah taksi, dia turun sedikit ke bahu jalan dan mengulurkan tangannya bermaksud menghentikan taksi itu.
Namun saat mobil itu semakin mendekat, Vero baru menyadari bahwa itu bukanlah taksi. Dan itu lebih terlihat seperti mobil sport.
Semakin dekat dengannya, kini dia dapat melihat sebuah porsche hitam metalik berhenti tepat didepannya.
Karena merasa bukan berhenti untuknya, Vero menggeserkan tubuhnya ke kanan beberapa langkah hingga tubuhnya berada dibagian belakang mobil itu.
Tapi lagi lagi hal tidak masuk akal terjadi. Mobil itu mundur sekali lagi dan lagi lagi dia tepat berdiri disamping mobil mewah itu.
Baru saja hendak menggeserkan badannya, pintu mobil terbuka menampakkan sesosok makhluk tuhan yang sangat rupawan.
Tubuh tegap, mata kelabu terang, rambut cokelat sedikit hazel miliknya yang menawan dan rahang yang kokoh. Jangan lupakan hidungnya yang demi tuhan sangatlah mancung seperti tower.
Pria itu berhenti tepat didepannya dan tiba tiba saja menariknya masuk kedalam pelukannya.
Vero yang masih bingung dengan keadaan hanya diam dan membisu berusaha mencerna apa yang sedang terjadi itu.
Beberapa saat setelah itu, barulah dia menyadari reaksi tubuhnya yang menerima pria ini yang dengan mudahnya memeluk tubuhnya.
Pria ini......membuatnya merasakan kepingan tubuhnya lengkap. Dia utuh dalam dekapan pria ini.