Chereads / Destiny of A Luna / Chapter 3 - Scent

Chapter 3 - Scent

Aku mengendarai mobil porsche hitam metalik milikku sedikit cepat dijalanan yang bisa dibilang lumayan lengang ini.

Em. Sebelumnya kalian pasti bertanya tanya siapa aku kan?

Perkenalkan. Aku Bryan Raveno Stavoscka. Putra sulung pasangan Anna Fransisca Maximilliano dan Brighton Ludwig Stavoscka.

Aku kini tengah berada di Indonesia demi kepentingan bisnis. Sedikit risih setiap akan pergi keluar karena selalu saja orang orang memandangku aneh yang tentu saja membuatku risih.

Mungkin itu terlihat cukup mencolok karena rambut cokelat hazel dengan warna merah sedikit dominan milikku yang sangat identik dengan milik Mamaku. Juga tubuhku yang terbilang cukup tinggi dengan otot dibagian bagian tertentu pastinya.

Masalah itu, sebenarnya aku adalah seorang Alpha. Yang merupakan pemimpin suatu pack atau kelompok werewolf.

Dan aku merupakan Alpha dari pack Shadow Moon. Yang merupakan pack terbesar diantara seluruh pack wolf di daerah Eropa.

Kembali keawal. Aku mengendarai mobilku dengan cepat namun tetap santai.

Sampai saat mobilku berbelok kearah sebuah hotel, hidungku yang sangat peka mencium bau bauan yang menyenangkan.

Lavender, vanilla dan strawberry.

Sepertinya itu perpaduan yang menyenangkan! sorak Ludwig dengan gembira didalam sana.

Ngomong ngomong, Ludwig adalah wolf yang ada didalam tubuhku.

Serigala dengan tinggi hampir tiga meter dengan bulu berwarna hitam pekat dan iris mata biru safir yang memukau.

Bahkan sejak mencium bau menyenangkan yang kuyakini adalah aroma khas mate ku, Ludwig tidak bisa diam.

Dia terus melonjak lonjak dan menolong di dalam pikiranku.

Aku berusaha menyetir sambil mengendalikan Ludwig yang semakin gila seiring bau mate kami yang semakin pekat.

Sampai diujung jalan sana, aku melihat seseorang yang kita kini adalah gadis dan yang pasti adalah mate ku -karena memang kemungkinan besar dia yang mengeluarkan aroma memikat itu- yang saat ini tengah memeluk tubuhnya sendiri.

Mungkin kedinginan, pikirku.

Cepatlah kesana! Biar aku yang menghangatkan mate ku! Lagi lagi Ludwig berseru keras didalam kepalaku membuatku semakin gila memikirkannya.

Semakin mobilku mendekat, ternyata dia melihat lampu sorot mobilku dan melambaikan tangannya.

Dia membutuhkan tumpangan Lud! batinku bersorak gembira. Karena dengan begitu aku dapat mengenalnya lebih muda.

Aku memberhentikan mobilku tepat didepannya. Tapi gadisku ini malah celingukan dan menggeser tubuhnya ke belakang mobilku.

Tak habis akal, aku memundurkan mobilku supaya pintu penumpang depan berada tepat didepannya.

Kami berdua sama sama menunggu beberapa saat sampai Ludwig yang lagi lagi memberontak keluar dan yang kini kudapati adalah dia, gadisku telah berada didekapanku!

Entah hanya perasaanku saja atau memang benar adanya kalau gadisku sama sekali tidak memberontak atas pelukanku. Malah kurasa dia nyaman nyaman saja dengan pelukanku.

Betapa senangnya?!

Memeluk tubuh kecilnya membuatku sedikit mengernyit. Pasalnya tubuhnya sangat kecil dan pendek!

Apakah lunaku masih bersekolah atau masih sekolah menengah? Kenapa badannya pendek sekali.

Dan lagi, saat dia berada didekatku atau mungkin disampingku saja tingginya akan kalah jauh denganku.

Tinggiku adalah 193. Sangat wajar bagi kalangan orang eropa. Dan dia? Kutaksir tingginya adalah.....155 atau 160!!

Dan itu sangat pendek bagiku.

"Butuh tumpangan, Mine?" tanyaku.

Dia tidak bergeming dan tetap dalam ketidak sadarannya. Aku menepuk pipinya pelan. Menyadarkannya.

"Butuh tumpangan, Mine?" Ulangku lagi padanya.

Dia berdehem canggung mungkin. "Bisakah tuan?"

Wow. Suaranya sangat merdu!! Lud bahkan melonjak senang didalam kepalaku. Pusing aku dibuatnya.

"Don't call me Sir. Just Raven!" ujarku yang kurasa lebih mirip perintah baginya.

Dia menggaruk tengkuknya yang kurasa tidak gatal. "Okay. Bisakah kamu mengantarkan-maksudku memberikan aku tumpangan? Raven?"

Wow. Namaku nampak unik saat dia yang mengucapkannya. Aksen Norway miliknya yang kental tidak dapat ditutupi dari cara bicaranya itu.

"Sure." Aku bergeser dan membukakan pintu mobil bagian penumpang dan mempersilahkannya masuk.

"Em. Aku bisa naik dibagian belakang Raven." ujarnya yang ternyata masih saja canggung.

"Dan membiarkan aku menjadi supirmu?" tanyaku yang sebenarnya hanya untuk menggodanya meski terdengar sedikit sarkartis. Terlihat dia sepertinya tidak nyaman dengan kalimatku.

"Pardon me. Aku mengerti. Terima kasih," ujarnya lalu masuk dan memasang seat beltnya sendiri.

Keheningan menguasai suasana didalam sini. Sepertinya dia merasa tidak nyaman atas kehadiranku.

Tapi kenapa?

"Kenapa kau hanya diam saja sedari tadi? Apa kau tidak nyaman denganku?" tanyaku berusaha memancing supaya dia mengeluarkan suara indahnya.

"Aku nyaman! Mm.. maksudku aku sedikit aneh dengan aura mengintimidasi yang kau keluarkan R-aven?" ujarnya sedikit gugup atau ketakutan?

Entahlah. Sampai saat ini aku belum bisa membaca pikirannya seperti yang biasa kulakukan pada orang lain.

Kurasa ada semacam benteng yang melindungi pikirannya. Atau mungkin juga karena aku yang belum menandainya sehingga dia belum terlalu terikat denganku.

"Intimidasi? Kau takut karena merasa aku mengintimidasimu?" tanyaku tak percaya.

"Yeah. Tatapanmu sedikit intens. Dan itu membuatku merasa aneh dan...." Dia menggantung kalimatnya. Entah apa yang akan diucapkannya tapi yang jelas aku penasaran.

"Dan?" tanyaku memancingnya supaya mengutarakan apa yang dirasakan olehnya.

"Dan ditel--telanjangi?" ujarnya dengan pipi merona. Sungguh menggemaskan!

"Kau merasa telanjang saat kutatap?" tanyaku tak percaya atau lebih tepatnya sedikit aneh.

Dia gelagapan saat mendengar ucapanku. Sepertinya dia malu parah! "Bukan begitu!! Aku. Aku hanya merasa. Merasa bahwa kau menatapku terlalu intens. Itu sedikit risih, kau tahu?"

Aku mengangguk berusaha menunjukkan bahwa aku mengerti. Padahal aku tengah menatapnya dengan biasa -atau bisa dibilang intens olehnya- dan dia nampak merona dalam diamnya itu. Betapa lucunya mateku?!

"I'm Bryan Raveno Stavoscka. Russian." ujarku memperkenalkan diri bermaksud agar dia mengenal namaku.

"Alessandra Veronica Hawks. I'm Norway, France, and Indonesian." ujarnya memperkenalkan diri.

Benar kan! Dia memiliki darah Norway. Dan ya. Alessandra Veronica Hawks? Sungguh nama yang manis. Sama persis dengan wajahnya yang imut!

"Nice name, Mine!" ujarku menggodanya.

Dan yang kulihat adalah pipinya yang merona merah. Bahkan sampai telinganya ikut memerah karena godaanku.

Dia perempuan yang manis.

Baik aromanya yang menguar sedap dihirup dan wajahnya yang lucu membuatku gemas.

Betapa baik hatinya MoonGoddes memberikan aku mate secantik kamu!