Selamat membaca
°•°•°
Hari-hari kulewati tanpa sosok Sean. Belakangan ini aku merasa aura dingin yang tercipta dari dirinya membekukan suasana hatiku. Aku akui aku masih terpuruk dan selalu merasa sedih. Tapi faktanya, perasaanku tidak berubah.
Aku tetap mencintainya. Meskipun, dia menembakkan tatapan kekecewaan dan raut wajah tak suka ketika kita tak sengaja saling berpandangan. Ya, aku bodoh. Tapi aku memang susah menghapus rasa cintaku itu.
"Mau makan malam sendiri lagi?" tanya Diya. Kepalanya saja yang muncul di belakang pintu kamarku.
Mengangguk mantap. "Iya," kataku seraya menunjukkan senyum.
"Aku makan di luar duluan!" Pintu pun tertutup.
"Oke Diya!" berikutnya, bunyi sepatu heels di depan kamarku makin lama makin menghilang.