Chereads / Kita, Hujan dan kata / Chapter 4 - Recognition

Chapter 4 - Recognition

Kelas pagi ini sukses membuat Aella muak. Dosen nya tidak main main dalam memberi kuis dadakan seperti tadi. Kakinya melangkah untuk duduk di salah satu kursi cafeteria kampus. Ia menelungkupkan wajahnya diatas meja. Tak lama kemudian, Aella merasakan bahwa pipi kanan nya dingin. Ia pun mendongak, melihat siapa yang menjahilinya.

Hanish langsung terkekeh pelan saat melihat wajah kesal Aella. Sementara Aella terkejut. Ia kira selama di kampus tak akan bertemu dengan Hanish, tapi ternyata tidak. "Maaf, aku memperhatikanmu sejak keluar kelas, wajahmu sangat kusut" katanya lalu duduk di samping Aella.

"Hm, aku sangat kesal karna diberi kuis gila seperti tadi"

"Aku bahkan tidak yakin bahwa jawabanku ada yang benar" sahut Hanish santai, lalu ia menyodorkan sekaleng soda berperisa lemon yang dibukanya tadi.

Aella mengambilnya. Ia butuh sesuatu yang bisa mendinginkan pikirannya sekarang. "Kau masih ada kelas?" Aella menggeleng. Kelasnya sudah selesai. "Baiklah, ayo berdiri" Hanish menjulurkan tangannya lalu disambut baik dengan Aella. Mereka pun melangkahkan kaki keluar dari kampus.

Berjalan jalan sebentar di taman bukan hal yang buruk. Mereka berdua kini duduk di salah satu kursi taman yang tersedia, sesekali tertawa renyah karena tingkah konyol Hanish yang berusaha membuat mood Aella kembali baik lagi.

"Aella, kau tahu tidak? Entah kenapa aku bisa seakrab ini denganmu?"

Yang ditanya menoleh, benar juga. Kenapa bisa mereka begitu cepat akrab? Seolah olah mereka adalah teman lama, padahal kenyataannya mereka hanyalah orang asing yang kebetulan bertemu.

"Kurasa kau berhasil mencuri perhatianku"

"Maksudmu?"

"Aku .. tertarik padamu"

"A-apa? Jangan bercanda Hanish, kita baru saja berkenalan beberapa hari yang lalu"

"Ini memang gila. Tapi aku memang benar benar tertarik padamu Aella"

Mereka berdua kini saling menatap netra satu sama lain. Aella mencoba mencari celah, siapa tahu Hanish hanya sedang membuat lelucon juga agar moodnya bisa kembali bukan? Tapi apa yang dicarinya tidak membuahkan hasil. Nihil. Yang terlihat hanya ketulusan dan keyakinan. Aella harus bagaimana?

"Aella .. aku tidak sedang bergurau"

"Mungkin perasaanmu bukan seperti itu. Mungkin saja itu hanya karna kau ingin berteman denganku. Ya. Rasa ketertarikan karena hanya ingin berteman saja, bukan yang—"

"Aku serius Aella. Aku sudah memperhatikanmu sejak tahun awal kita masuk kuliah. Dan saat hujan deras kemarin, aku baru memberanikan diriku sendiri agar menghampirimu. Aella, aku sungguh sungguh dengan perkataanku"

"…."

"Baik, lupakan. Aku sudah membuatmu tak nyaman benar? Lupakan saja kalau aku tak pernah membahas hal memalukan seperti tadi. Nah, apa kau mau es krim?"

Hanish memberi Aella senyuman manis yang terlihat palsu. Aella hanya tak mengerti mengapa Hanish bisa segamblang itu untuk mengakui perasaannya. Jujur saja, Aella sendiri juga nyaman, tapi rasanya belum sampai ke tahap itu. Ia masih ragu akan perasaannya sendiri.

"Hanish, aku minta maaf karna meragukanmu. Aku hanya—hanya tak mengerti saja. Kenapa bisa kau tertarik padaku? Padahal banyak gadis lain yang lebih menarik"

Lelaki dengan mata hazel tersebut kembali duduk, menghadapkan tubuhnya pada Aella. "Kau memiliki sesuatu yang lain Aella, sesuatu yang membuat hatiku bergejolak tidak karuan. Kau memiliki debaran jantungku yang tak pernah aku rasakan ketika bersama siapapun"

Oke, ini sangat cheesy. Tapi memang begitu keadannya. Aella selalu memiliki debaran kuat milik Hanish. Hanya dengan menatap bola mata saphire-nya, ia sudah tenggelam ke dasar. Sudah banyak gaids yang mendekatinya pun yang ia dekati, tapi debaran itu tak sehebat yang ia rasakan ketika bersama Aella.

Aella bingung luar biasa. Kepalanya semakin pening sekarang. Ia rasa perutnya bergejolak hebat, seolah ada kupu-kupu berterbangan didalam sana.

"S-sepertinya aku butuh waktu untuk istirahat Hanish, kepalaku pening sekali"

Hati Hanish agak tercubit ketika mendengarnya. Namun ia mengerti, ini semua juga karenanya. Karena pernyataan perasaan yang dimilikinya. Ia harus memaklumi kalau Aella bingung. Akhirnya Hanish mengantar pulang Aella ke apartemennya.

"Hanish, aku minta maaf. Mungkin .. aku hanya butuh waktu untuk sendiri dulu beberapa hari kedepan .. kuharap kau mengerti"

Lelaki jangkung itu hanya tersenyum kecil, lantas mengusak usak rambut gadis di depannya.

"Tak apa, aku mengerti. Jangan sampai sakit, jika ada apa apa hubungi aku"

Setelah Hanish pergi, Aella langsung mendudukan dirinya di pinggiran ranjang. Berusaha mencerna semua percakapan mereka di taman tadi.

Sampai akhirnya ia yakin, bahwa selama beberapa hari kedepan, ia akan mencari ajwaban atas perasaanya pada Hanish.

Seminggu berlalu.

Selama itu juga Hanish dihantui rasa gelisah yang mengganggu. Aella yang hanya membaca pesan pesannya walau sesekali membalas singkat. Di kampus pun mereka jarang bertukar sapa. Jika tak sengaja berpapasan maka Aella akan membuang muka cepat-cepat. Terus seperti itu. Hanish jadi menyesal. Kalau saja ia tidak mengutarakan peraasannya minggu lalu, mungkin tak akan seperti ini jadinya.

Di sisi lain, Aella seperti seseorang yang kedapatan mencuri tiap berpapasan dengan Hanish. Ia sendiri sangat tidak nyaman sebenarnya jika harus seperti itu, tapi bagaimana lagi. Ia tidak mau salah mengartikan perasaannya. Entah sudah berapa lama lelaki bermata hazel tersebut duduk di pojok perpus sana. Ya. Aella sedang menjadi seorang penguntit, ia selalu memperhatikan gerak gerik Hanish, kini mereka sedang berada di perpus. Jaraknya ke tempat Hanish berada mungkin hanya sekitar 5 meja, sepertinya Aella akan cocok jika bermain film tentang mata mata, ia sudah piawai berkat menguntit seorang Kim Hanish.

Hari hari kembali berlalu. Kini sudah genap 2 minggu lamanya mereka tidak bertegur sapa. Tidak saling membalas pesan. Dan Hanish sudah tidak tahan. Ia benci situasinya. Ia benci melihat Aella berada begitu jauh dari genggamannya.

"Aella, ada yang mencarimu. Ia menunggu di taman depan kampus usai kelas terakhir nanti" kata seorang mahasiswa yang ia tak tahu namanya siapa. Ia hanya mengangguk singkat tanpa bertanya lebih lanjut.

Pukul 3 sore. Kelas terakhir selesai.

Aella berjalan santai menuju taman. Teringat tentang seseorang yang menunggunya. Ia mengedarkan pandangan, barangkali ada sesuatu atau seseorang yang dikenalnya. Saat matanya tertuju pada bangku dibawah pohon rindang, ia jadi teringat Hanish. Jujur saja, ia rindu. Rindu celotehan dan gombalan cheesy lelaki itu.

Kakinya melangkah kesana. Mendudukan diri di bangku sambil sesekali bersenandung riang. Sampai matanya menangkap es krim vanilla yang dibawa oleh …. Hanish.

"Hai, lama tak bertemu Aella."