Chereads / SELUSTRUM / Chapter 4 - Dosa Apa Sampai Ketemu Mantan (Gebetan)

Chapter 4 - Dosa Apa Sampai Ketemu Mantan (Gebetan)

Satu hari jelang kegiatan dimulai, aku dan Hanzo disibukkan dengan runitinitas untuk mempersiapkan perlengkapan dan keperluan Sekolah Pendaki Gunung selama 10 hari.

Aku memandang tajam kertas yang dipegang. Mengamati satu persatu bagian yang tertulis. Carrier, raincoat/ponco, pisau, nesting, parafin, topi lapangan, sepatu PDL, baju pdh, celana lapangan panjang, dan 30 perlengkapan lain-lainnya yang harus dipersiapkan dalam waktu cepat dan tempo yang sesingkat-singkatnya.

"Ayooook buruan. Malah ngelamun" ajak Hanzo.

"Iyaa iyaa" aku langsung bergegas menaiki motor butut Hanzo yang setia banget menemani bocah pemarah ini bepergian.

Aku pura-pura cuek padahal kaget bukan kepalang saat mendapati mantan gebetan di sebuah toko outdoor yang lokasinya tidak jauh dari kampus.

Ingin pura-pura tidak melihat, aku sudah terlanjur kepergok Ibal, temannya Abi yang juga berada di lokasi yang sama.

"Kok bisa yaa kita kebetulan jumpa di sini. Abi juga lagi di sini lhooh" goda Ibal.

Hanzo tidak mau kalah gilanya untuk menggoda aku dan Abi.

"Ini nih yang namanya jodoh. Meski udah saling ngindar, adaaaa aja cara Tuhan buat mempertemukan" sambung Hanzo sambil cekikikan.

Aku yang mendengar hanya pura-pura budek. Mau tidak peduli, aku masih deg-degan tiap kali ketemu Abi. Lelaki yang tiba-tiba menjauh di saat aku udah dibuat nyaman dan jatuh cinta.

"Udahlah, usah kebanyakan bacot. Buruan beli dan pergi dari sini" bisikku sambil mencubit Hanzo.

Mau tidak mau aku tetap harus melempar senyum pada Abi dan Ibal saat keduanya pamit duluan untuk urusan lain.

"Apes bener. Mesti gitu aku ketemu ntuh orang. Bikin salting aja"

"Abi beneran udah gak suka lagi yaa sama aku. Kok dia cuek aja sih" aku membatin saat mendapati tidak ada respon apa-apa dari Abi.

Pertemuan itu kembali menggelitik perasaan lama. Usaha kerasku untuk melupakan Abi terasa sia-sia. Tembok pertahanan kembali goyah.

[Kisah Nana - Abi]

Aku pertama kali bertemu Abi saat kegiatan Buka Bersama yang diadain organisasi Mapala fakultas. Saat teman-teman diledekin senior karena tidak memiliki pacar, Abi ikut meledek. Padahal kami belum saling kenal.

Yang hadir tidak semuanya anak Mapala, berbagai UKM ikut meramaikan. Saat itu, wajah Abi masih sangat asing.

Tidak banyak yang kami bicarakan selain ejekan tidak membawa pacar. Tidak memiliki pacar dilingkup ini serasa kesalahan fatal.

Kegiatan Bukber silih berganti, setiap Mapala disegala penjuru fakultas dan perguruan tinggi saling mengundang. Ini adalah waktu paling tepat untuk mencari incaran.

"Heeeeii, ketemu lagi. Laah kamu ternyata anak sini" aku menyapa dengan penuh keceriahan saat mendapati Abi juga berada di Bukber yang diadain Mapala Politeknik.

"Laaaah, kan udah aku kasih tau kemarin, pas Bukber di tempat kamu" Abi menimpalinya.

"Sorry sorry, aku lupa. Hehe" aku hanya membalas sambil tertawa kecil dan menutup wajah dengan tangan menahan malu.

Ini pertemuan keduaku dengan Abi.

Bertukar nomor telpon adalah jurus ampuh yang tidak boleh dilupakan dalam pertemuan kali kedua dengan sasaran.

Semenjak saat itu kami bertemu lebih sering untuk makan di luar, menghabiskan waktu dengan telpon-telponan sampai larut malam, dan berlomba menyodorkan perhatian.

Masa PedeKaTe memang gak ada duanya!

Tiga bulan sudah semuanya berjalan, kami mulai menunjukkan rasa secara terang-terangan.

Aku menyukai Abi yang penuh perhatian, humoris, dan suka bercerita banyak hal.

Aku juga usil mencubit pibggangnya yang sedikit berlemak, dia juga tidak jarang meringis kesakitan. Jika sudah begitu, dia akan menarik tanganku ke depan, sampai melingkari pinggangnya.

Aku sering kali hanya tersipu malu, kadang pura-pura tidak mau dengan menarik kembali lingkaran tanganku dari pinggangnya. Lalu memeluknya lagi setelah beberapa menit kemudian setelah rasa panas di pipiku mereda.

Tiga bulan kami saling mengaduk rasa, berlomba menyodorkan perhatian, lalu menjadi asing.

Kesalahpahaman terjadi begitu saja tanpa disangka-sangka. Meski sudah dijelaskan berulangkali tetap saja tidak mengubah keadaan.

Tidak ada lagi ucapan selamat tidur, tidak ada lagi rayuan yang mengelitik. Kami kembali menjadi bukan siapa-siapa.

Meski begitu, tak ada yang berubah dengan perasaan, aku berulang kali meminta untuk memulai semua seperti awal.

Mencari-cari alasan untuk bisa bertemu, meski diabaikan tidak pernah jemu.

Itu sebabnya aku selalu deg-degan setiap kali bertemu Abi. Bahkan masih menyukainya hingga detik bertemu lagi.

Hal bodoh pertama dilakukan atas nama cinta.