Jarum jam masih menunjukkan pukul 04.00 WIB. Waktu paling nikmat untuk menarik selimut dan melanjutkan mimpi indah.
"Abi, aku sayang banget sama kamu" air mata mengalir di kedua pipi.
"Aku tau kok. Tapi kamu udah merusak semuanya. Kamu lupa apa yang telah kamu perbuat sama aku?" Abi menepis jemari-jemari tangan cewek yang menahan pergelangan tangannya.
"Abiiii. Abiiii. Maafin aku, pleeeaseeee" Nana semakin terisak.
Doooorrr .....
Dooooooorrr....
Doorrrrrr.......
(Suara ketukan pintu semakin keras).
"Nana Nanaaaa, banguuuun" Rara mengguncang dengan semangatnya.
"Yaelah malah mimpi nangisin cowok. Buruuuuaaann" Shinta menimpali sambil memasang baju Pdh.
Aku tersentak kaget
"Aaaaahh sial. Cuman mimpi" aku meringis penuh penyesalan.
"Buruuuaaaann. Itu panitia udah gedor-gedor pintu dari tadi" Rara menggeruti sembari memasang tali temali PDL miliknya.
"Haaaa yang bener aja jam segini" aku meringis sambil melirik jam tangan dan turun dari velbed.
Aku gelagap mendengar panitia mulai menghitung dari balik dinding. Panik bukan main. Belum mengenakan baju apalagi sepatu tinggi super ribet.
"Banguuuun tuan - tuan" teriak panitia.
"Lambat sekali tuan. Buruuuaaannn!" Hentakan panitia lainnya sungguh menyeramkan.
"Hitungan ketiga semuanya sudah berada dalam barisan. Sandang carier-nya!" Dido memberi instruksi.
Satuuuuuuu...
Duuuaaaaa...
2 1/4
2 1/2
..
..
..
Rara dan Shinta berlari sambil menyandang carier yang lumayan berat.
Sementara aku masih sibuk memasang tali PDL yang super riweh.
Tigaaaaaaaaaa....
Priiiiitttttttttttttttt
Dido membunyikan peluit panjangnya.
Lebih dari setengah peserta sudah bersiap dalam barisan. Sementara beberapa lagi kocar-kacir berlari sambil memasukkan baju, dan membetulkan celana.
"Monyeeeett! Ngapain sih aku pake ikut pelatihan beginian" menggerutu sambil menaikkan carrier ke punggung.
Aku hanya berlari kecil menghampiri rombongan yang sudah tersusun rapi. Semua mata tertuju pada Siratu telat.
"Mampoooss" aku membatin mendapati soroton dari peserta lain.
"Lengkap semuanya Tuan? Dido kembali mengeraskan suaranya.
Itulah sebenar-benarnya instruksi menghitung.
"Siap. Lengkap!" Riki menutup dengan hitungan ke-36 dengan lantang.
"Tau apa kesalahannya Tuan? Dido kembali berteriak.
"Siap. Tau pelatih" jawaban serentak menggema di Kodim.
"Silahkan ambil posisi Tuan-tuan semuanya" kali ini suaranya agak dipelankan.
Dido menghukum tanpa ampun.
Tiga seri push up untuk pagi pertama. Terlambat dan tidak disiplin tidak ada ampunnya.
"Jangan makan tulang punggung kawannya Tuan! Dido meneriaki.
"Reki! Turunkan lagi. Kenapa pantatnya nungging-nungging macam perempuan!"
Kali ini hitungannya baru 18. Pinggang sudah gak karuan.
Peserta laki-laki mulai mengernyitkan kening minta ampun. Tangan bergetar.
Nyawa belom sepenuhnya terkumpul. Dido, kau buat pagi kami ancur!
Sindi, salah satu panitia perempuan membawa handuk kecil, mukena, dan buku, lalu meletakkannya di depan barisan.
"Ada yang tau ini barang-barang siapa? Dido bertanya dengan muka kaku seperti cewek lagi maskeran.
Silahkan maju ke depan Tuan-tuan sekalian. Yang merasa ini punyanya silahkan maju!
Dido mengulang-ulang perkataannya penuh penekanan. Sumpah, aku yakin dia masuk dalam golongan orang-orang yang urat lehernya keras bagai baja.
Aku, Rara, dan Shinta saling melirik penuh ketakutan. Berat sekali rasanya kaki buat melangkah ke depan untuk mengakui kesalahan.
Aaahhhh aku tak ingin maju
"Atau aku pura-pura gak tau aja kali ya" aku membatin dengan niat jahat.
Rara masih melirik ke arahku. Aku malah melirik ke wajah Shinta.
"Masih belum mau ngaku tuan-tuan dan nyonya? Dido kembali bertanya dengan nada sedikit lebih keras.
"Nana! Milik siapa ini? tatapan Dido benar-benar maut.
Aku berjalan dengan sangat pelan sambil memegang jari-jari sendiri.
((Gak ada yang mau gandengan nih. Kasian amat!)) Heehe
"Tau kesalahannya? aku tersentak kaget lantaran Dido berteriak sangat dekat dengan wajahku
"Tau pelatih. Meninggalkan barang-barang dalam kamar" aku menjawab dengan suara gemetar.
Shinta dan Rara menyusul mengambil posisi di sampingku. Barang-barang tadi ditemukan di Barak kami. Berantakan dengan bentuk gak karuan.
"Sekali lagi saya ingatkan. Tidak ada satupun barang-barang yang bokeh ketinggalan dalam barak. Apapupun itu, semua harus di packing lagi"
"Mengerti? Dido kembali bertanya.
"Siap, mengerti pelatih!" Jawaban serempak.
Kalian bertiga hitung dengan benar. Yang lain, turun dua seri"
Instruksi macam apa lagi ini. Aku, Rara, dan Shinta disuruh buat liatin dan ngitungin push up teman-teman yang lainnya.
Aku pengen nangis saat Dido berteriak untuk mengulang hitungan, karena mendapati salah satu peserta tidak push up dengan benar.
Terima kasih sarapan paginya Dido.
"Dido bangsaaaattt" aku menggerutu dalam hati.
•••••••••
"Gilaaaak. Cakep-cakep amat nih tentara" gumamku sambil melirik pak tara muda dengan kepala plontos.
Serombongan tara berlari sambil bernyanyi berpas-pasan dengan rombongan Sekolah Pendaki Gunung alias SPG.
Kali ini Dido menyuruh kami berlari sekeliling Kodim 1306. Lengkap dengan carrier berisi logistik lima hari, dan barang-barang lainnya. Tidak lupa tongkat sakti serbaguna yang dipegang masing-masing Danru.
Aaaahhh gilaaak, aku terpilih menjadi Komandan Regu di hari pertama pelatihan. Meskipun yang dipimpin cuman dua cecuruk Rara dan Shinta doang. Haha
Seperti dugaan, Badang adalah seorang pemimpin, berotak cerdas dan super menarik. Kalau bukan, mana mungkin dia bisa terpilih jadi Danlas (Komandan Kelas).
Aaaaahhhh makin suka deh 😊