Matahari lagi semangat-semangatnya menyinari Kota Padang. Meski kampusku berada di atas bukit, tetap saja masih gerah. Kipas angin mungil menyala di bascamp berukuran 3x3 meter. Bunyinya brisik gak karuan kayak anak-anak lagi merengek jajan sama emaknya.
Suara ricuh anak-anak kampus terdengar dimana-mana, di kantin, sekretariat, belakang kantin, lapangan basket, dan seluruh penjuru fakultas.
Fakultas paling mungil, kecil, murah, dengan mahasiswa paling urak-urakan diantara fakultas lain. Bisa kalian tebak fakultas apa, yang jelas bukan Ekonomi apalagi Hukum dong.
Kalau mau nyari cowok rapi, klimis, metroseksual, kalian salah tempat. Di fakultas yang aku diami, yang ada hanyalah lelaki gondrong, berkaos oblong, celana sobek-sobek, gimbalan, belekan karna tengah hari baru bangun.
Ceweknya? Ada sih yang cantik aduhai, bersolek, bibir bergincu, rapi layaknya wanita. Eeeits tapi jangan salah, banyak juga yang perempuan jadi-jadian. Yaaa kayak aku lah minimalnya.
Kadang mandi kadang enggak, cuman kaos oblong, celana sobek di lutut, rambut diikat sekenanya, gak gincuan, hobinya duduk di kantin, kalau gak yaaa di basecamp.
*****
Jarum jam sudah menunjukkan 13.10 WIB, aku masih malas-malasan dalam basecamp bersama yang lainnya, padahal ada kelas lima menit lagi.
Tiga menit kemudian mulai ada yang mengajak ke gedung kuliah, aku masih enggan bergeming bahkan berencana mau tidur.
"Ayoook jalan" ajak Phie sobat karibku sejak awal kuliah.
"Bisa titip absen aja gak sih"
"Gak ada gak ada titip-titipan absen. Elu udah absen dua kali monyeeet" timpal Phie sambil menarik tangan gue.
"Iya iyaa, lima meniiitt ajaaaa" aku mengeluarkan jurus merengek.
"Yaudah. Lima menit doang" Phie melepaskan tangan dan berjalan keluar basecamp.
Seperti janjinya, lima menit kemudian aku bersiap dengan muka males berjalan ke parkiran, sementara Phie menyalakan motor Mio kesayangannya.
Kelas kali ini enggak jauh dari basecamp, kalau berjalan kaki dan melewati jalan pintas. Lantaran kami menggunakan motor jadi harus muter-muter menelusuri gedung-gedung, ditambah parkiran yang teramat jauh di belakang gedung kuliah. Alhasil ya terlambat.
Jarum jam sudah menunjukkan 13.20 WIB. Artinya kami sudah telat lima menit.
Dari parkiran, aku bersama Phie mengatur kecepatan. Siyaaaaaaallllnya kelas kali ini berada di lantai 2 bagian paling ujung.
"Ayoook buruan, lelet amat sih" aku berlari menaiki anak tangga.
"Anjiirrr, kalau lu gak tidur-tiduran, kita gak bakalan telat. Pakek nyalahin lagi" balas Phie dengan ketus.
Sesampai di depan pintu F 2.33 kami berhenti sejenak mengatur nafas yang masih ngos-ngosan. Gue lirik jam tangan, ternyata sudah pukul 13.30 WIB.
"Mampooooslah. Mana dosennya killer lagi" bisikku dalam hati.
Aku menyaringkan telinga. Taunya kelas belom dimulai. Anak-anak masih ketawa cikikan saling meledek sesama.
Empat orang cewek yang cukup cantik di angkatan sedang ngerumpi dan sesekali diikuti tawaan kecil sambil menutup mulu. Entah apalah yang diobrolkan.
Di sudut lainnya terlihat gerombolan lelaki yang sedang asyik membicarakan film 21++ terbaru yang baru ditontonnya ramai-ramai di kosan Hanzo semalaman.
Aaah tepat sekali buat membicarakannya. Aku dan Hanzo tidak hanya saudara satu bendera di organisasi Mapala, tetapi juga teman satu jurusan, satu angkatan, satu fakultas dan satu Universitas. Kurang apalagi coba.
Begitu juga dengan Phie. Dia sahabat sekaligus saudara terbaekku.
Aku berusaha mendinginkan badan dengan mengibas-ngibaskan tangan ke leher. Kampusku tidak memiliki kipas angin apalagi AC, entah karena lokasinya di atas bukit, entah karena pihak kampusnya yang pelit.
Mahasiswa jurusan angkatanku boleh cuman 35 orang, tapi ributnya jangan ditanya. Anak Teknik mah lewat.
Hehe!
Siang ini aku ada kelas Filsafat, mata kuliah yang sering banget bikin ngantuk berat. Bukan karena pelajarannya, tapi emang dasar akunya aja yang pemalas.
Dosennya udah agak tua, dengan kepala plontos bagian tengahnya, rambut sisanya udah ubanan tapi gondrong.
Enggak killer-killer amat sih, pas lagi baeknya aku diizinin masuk meski lagi pakek celana sobek-sobek dibagian lutut dan kaos oblong. Giliran setannya masuk, aku dan kawan-kawan diusir dari kelas lantaran cuman telat lima menit doang.
Yang mahasiswa, pernah ngalamin gak sih diusir lantaran telat dan pakek kaos oblong?
aku sering bangeeet!
*****
Aku, Hanzo, dan tiga rekan lainnya berjalan kaki menuju basecamp, Phie duluan pulang karena ada keperluan mengurusi urusan kantor. Kantor?
Yaa begitulah, anak dari bapak yang memiliki perusahaan cukup besar. Jarang ada waktu buat kumpul-kumpul.
Jarak dari gedung F ke basecamp cuma sekitar 10 menit berjalan kaki. Tapi mesti lewatin gedung E dulu, gedung tempat anak-anak Fisip kuliah untuk menimba sumur. Eeeh ilmu ding.
Kalau lagi bocor-bocornya sepanjang jalan anak-anak brisiiiik banget, ampe dorong-dorongan. Pernah suatu kali, gue dan kawan-kawan lagi jalan sambil ngakak sejadi-jadinya. Sesampainya depan kelas E 1.1 seketika kikuk lantaran suasana kelasnya sepi, sunyi dan pada nunduk ke buku semua.
Kek lagi nyari kutu. Eeehh kayak kutu buku.
Sontak langsung terdiam dan jalan ngendap-ngendap. Mau jalan sepelan apapun, enggak bakal nyelamatin diri dari teriakan dosen dan mahasiswa garang.
"Heh kalian bisa gak jangan brisik lewat depan kelas oraaaaang. Mahasiswa kok begitu" dosen dan mahasiswa sama aja galaknya.
Apeeeesss!!
Sesampai di basecamp aku kaget bukan kepalang mendapati Badang sedang bercengkrama dengan beberapa senior. Dia ternyata gak datang sendirian.
Aku tiba-tiba kikuk. Harusnya biasa aja kan.
"Hei, kapan datang" aku pura-pura menyapa dengan santai saat masuk.
Menyalaminya satu persatu sambil melebarkan senyum, lalu ikut gabung duduk.
Teman-teman yang lainnya mulai bisik-bisik dan meracau gak karuan, merayu-rayu soal Badang.
"Ada incaran nih" kata Bobo sambil mencolek pinggangku.
"Boleh juga tuh yang pakek kacamata" ujar Bulan menimpali.
Aku cuman senyum mesem-mesem. Takut yang punya nama mendengarnya.
"Targetnya sih gitu. Manis kan?" Aku tidak mau kalah untuk menimpali.
"Bisa gak tuh" Bobo meragukan.
"Anak mana" Bulan malah bertanya.
"Anak medan" aku memelankan suara. Takut siempu mendengarnya.
Badang dan dua orang peserta sekolah pendaki gunung lainnya masih mengobrol dengan senior. Kedatangannya ternyata buat nyari perlengkapan. Sesekali matanya melirik ke arahku, dan melempar senyum.
Siyaaal. Aku deg-degan ..
To be Continued....