"Kyaa! Semoga saja pimpinan Mahardika Fashion yang Super tampan itu hadir dalam jamuan makan malam nanti."
Pekikan kecil dari peserta lain membuat Naya tersadar dari lamunannya.
Apa yang gue pikirin? Huft, gue nggak boleh nyerah, apapun yang terjadi gue harus berusaha semaksimal mungkin pada kompetisi ini. Semua menyangkut kepentingan perusahaan. Gue nggak boleh punya pikiran gagal. Gue harus bisa. Semangat Naya.
"Baiklah semuanya, ayo kembali ke asrama. Persiapkan diri kalian untuk malam nanti. Ingat, etitude tetap harus di jaga ya? Banyak orang penting yang berada disana." Kak Ana memberikan nasehatnya.
"Iya, kak" jawab mereka kompak.
Malam pun tiba menggantikan terangnya siang hari. Sang bulan menggantikan sang surya untuk beristirahat di peraduannya. Angin semilir cukup menyejukkan pori-pori kulit para peserta kompetisi yang sudah menggunakan berbagai macam gaun yang terdedah indah di berbagai bagian, menunjukkan keindahan tubuh sang pengguna. Masih untung acara malam ini diadakan di dalam ruangan sehingga hawa sejuk tidak terlalu menusuk di kulit mereka.
Gemerlap lampu ruangan menambah indah suasana ruang pertemuan malam ini. Para tamu mulai hadir, mereka nampak berkelas. Mengenakan pakaian branded yang biasa dikenakan oleh orang kalangan atas. Semua nampak berkilauan, menyilaukan mata yang memandangnya. Para peserta kompetisi sudah mulai mengakrabkan diri dengan para tamu. Mereka mulai mendekati orang-orang yang dianggap berpengaruh. Hal tersebut biasa terjadi di kalangan seperti ini. Acara hanya sekedar acara, sebagai media mereka mencari koneksi. Saling mencari keuntungan satu sama lain.
Berbeda halnya dengan Naya. Ia terlalu fokus mencari siapa pimpinan dari perusahaan Mahardika fashion. Naya mengamati segelintir orang, ia tidak melakukan pendekatan kepada siapapun sejak tadi. Ia asik memainkan gelas di tangannya sambil beberapa kali menyesapnya dengan manis. Matanya yang indah dengan lincah mencari ke setiap penjuru ruangan. Ia berusaha menemukan apa yang sepatutnya iya cari di tempat tersebut. Naya yang kurang hati-hati, menyenggol salah satu pria. Pria dalam usia senja.
Naya segera meminta maaf, membungkukkan badan beberapa kali. Ia benar-benar menyesal karena sudah ceroboh. Naya berusaha keras agar orang yang tidak sengaja ia usik keberadaanya itu tidak menumpahkan kemarahannya.
"Maaf, saya benar-benar minta maaf. Saya tidak sengaja. Maafkan saya yang sudah ceroboh" ungkap Naya sungguh-sungguh.
Melihat kesungguhan Naya, orang tersebut lantas tersenyum. Entah kenapa orang tersebut bisa langsung terkesan dengan sikap Naya.
"Berhenti membungkukkan badan. Kalau kau tidak ingin tulang punggungmu patah" katanya berwibawa.
"Hah?!" Naya reflek terbengong, memberikan ekspresi lucu di depan pria tersebut.
"Siapa namamu?" tanyanya setelah menyelesaikan tawa kecil.
"Ehm saya, Naya. Kanaya Putri Luwin" kata Naya cepat.
Pria tersebut langsung berubah air mukanya. Ia mengerutkan kening, lalu tanpa berkata lagi ia pergi meninggalkan Naya begitu saja.
Sikap pria tersebut lantas membuat Naya merasa heran, padahal awalnya Naya sudah merasa senang. Pria tersebut terlihat baik. Tapi kenapa ia tiba-tiba berubah seperti itu, ah apa karena ia mendengar nama Naya? Kenapa? Kenapa dengan nama Naya? Ada apa? Apakah telah terjadi sesuatu antara keluarga Mahardika dan Keluarga Luwin? Apa yang tidak Naya ketahui?
Naya yang sedang kebingungan dengan pemikirannya tiba-tiba dikagetkan oleh suara Fisa. Ini kali pertama Fisa menyapanya selama dalam kompetisi.
"Kenapa?" tanyanya dengan nada tidak menyenangkan.
"Tidak" jawab Naya singkat.
"Ada urusan apa lo dengan ketua Mahardika group?" tanya Fisa.
Apa? Jadi beliau ketua Mahardika Group? Apakah orang yang sama, orang yang juga memimpin Mahardika Fashion. Apakah beliau orang yang telah menghancurkan perusahaan papa? Ah, ternyata beliau orangnya? Pikir Naya dalam hati.
"Hei! Ngapain sih lo. Diajak ngomong juga malah bengong. Otak lo mulai konslet ya? Ih, mending lo buruan cabut gih. Ngerti tentang Fashion juga nggak, sok mau ikutan kompetisi. Ngaca dong lo" cecar Fisa.
Sebenarnya Fisa hanya tidak suka karena Naya sudah mengambil kesempatan lebih dulu untuk mendekati orang paling berpengaruh di Mahardika Group.
"Lo yang ngomong apa? Ngak jelas!" Naya meninggalkan Fisa dengan santai.
Naya sedang malas meladeni Fisa.
"Ih, nyebelin! Bisa-bisanya ya lo, perlakukan gue kayak gini. Ugh, lihat saja nanti. Gue akan buat lo nyesel sudah ikutan acara ini. Ngerusak mata banget" cibir Fisa yang kesal oleh sikap Naya.
"Ada apa?" tanya salah seorang peserta yang berasa tidak jauh darinya.
"Kenapa? Ada masalah ya?"
"Apa dia mengganggumu?"
Para peserta lain langsung mendekati Fisa. Ya beberapa diantara mereka mendekati Fisa karena tau Fisa bisa diandalkan untuk sementara. Fisa adalah model yang cukup terkenal, tentu saja mereka ingin memanfaatkan Fisa. Istilahnya numpang tenar.
"Menyebalkan tau, dia sok mendekati ketua Mahardika Group. Buat apa coba kalau tidak untuk mendongkrak nilainya selama mengikuti kompetisi ini."
"Apa? Benarkah itu?"
"Iya" Fisa meyakinkan yang lain.
"Wah, padahal wajahnya polos gitu. Ternyata dia suka main dibelakang ya?"
"Iya, ternyata dia licik juga. Nggak nyangka."
"Hemm jangan-jangan dia bersedia begituan di belakang. Sama Ketua Mahardika Group yang sudah tua itu? Iyuuh."
"Bisa jadi tuh" kata Fisa menambahkan, diam-diam ia tersenyum licik.
"Ehem! Apa kalian sedang mengosipkan keluarga Mahardika?" Suara teduh seorang pria dari arah belakang Mereka.
"Upsh" semua terperanga begitu mengetahui pria tampan yang menghampiri mereka.
"Tuan muda Mahardika?" gumam Fisa terperangah.
"Kalian bisa lanjutkan obrolan jika sudah bosan berada dalam kompetisi" katanya dengan nada datar tanpa memandang mereka.
"Ah, sepertinya ada kesalahpahaman disini. Kami tidak sedang bicara buruk tentang keluarga Mahardika kok. Kami hanya-" Fisa coba menjelaskan.
"Tidak berkelas" ucapnya singkat lalu pergi berlalu.
Fisa dan kawan-kawan merasa di hampakan untuk sesaat. Mereka baru bicara lagi setelah pria tersebut menjauh.
"OMG, keren banget. Suka banget."
"Iya, tampan abis. Mataku sampai silau."
"Wah, bener-bener pria idaman. Gue harus dapatin dia."
"Eits, sepertinya lo harus antri. Gue akan ada di baris terdepan" ucap Fisa.
"Ugh, berat nih kalau Fisa juga tertarik."
"Iya saingan berat" mereka tertawa ringan.
Sementara itu Naya pergi ke tepi ruangan, berada di tempat yang tidak terlalu ramai. Ia merasa sesak harus berpura-pura tebar senyuman kepada orang-orang yang bahkan tidak ia kenal.
Naya membuang nafas panjangnya. Ia mengedarkan pandangan ke seisi ruangan yang ramai orang tapi terasa sepi untuknya. Ia tidak pernah menyangka akan berada dalam posisi seperti ini.
Pa, doakan Naya. Semoga Naya bisa selesaikan misi ini. Naya akan berusaha semaksimal mungkin untuk perusahaan papa dan juga kesehatan papa. Batin Naya.
Tanpa terasa air matanya menetes, Naya buru-buru mengambil tisu dalam tas kecil di tangannya.
Sepasang mata yang terus mengawasinya dari kejauhan sudah melangkahkan kakinya mendekati Naya. Tangannya mengambil sapu tangan di saku setelan yang ia kenakan. Pria itu seolah seperti sedang tersihir untuk mendekati Naya.
Upsh!
Mata mereka berdua bertemu di udara. Pria itu menjadi ragu untuk mendekati Naya. Sementara Naya menatapnya dengan pandangan terkejut. Pria ini segera berbalik arah, menuju lorong ke arah toilet.
"Tunggu!" kata Naya, ia mulai melangkahkan kakinya untuk mengejar pria tersebut.
Pria tersebut terus berjalan tanpa mempedulikan panggilan Naya.
"Abi!"
Ucapan Naya tercekat, membuat Pria tersebut menghentikan langkahnya.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Hemm heran deh, kalau pria tampan yang bersuara kasar kok nggak terasa menyakitkan ya? hemm dasar gadis-gadis ganjen, hehehe