"Sebelumnya saya mau memutuskan satu hal" kata Naya, membuat orang seisi ruang rapat menjadi bertanya-tanya.
"Saya akan menunjuk Pak Reza sebagai wakil saya di perusahaan. Sebab perusahaan harus terus berjalan selama saya mengikuti kompetisi. Saya akan terus berkoordinasi dengan pak Reza selama saya tidak bisa hadir ke kantor. Apa semuanya setuju dengan keputusan saya?"
"Tentu saja. Ketua bisa memutuskan apa saja" salah seorang pemegang saham mendukung penuh kinerja Naya.
"Apa nona tidak salah tunjuk?" tanya pak Reza lirih.
"Tidak, saya hanya percaya penuh kepada Pak Reza." Naya tersenyum setelah mengatakn hal tersebut.
"Terima kasih" kata Pak Reza pantas.
Naya segera menuju ruang kerjanya di perushaan tersebut yang merupakan ruangan papanya. Naya didampingi Pak Reza berkeliling perusahaan untuk mengetahui divisi lain diperusahaan.
Tidak terasa seminggu sudah berlalu sejak Naya menginjakkan kaki di perusahaan dan mulai menjalankan tugasnya sebagai pemimpin perusahaan. Hari-hari Naya bertambah sibuk sekarang, bahkan kadang hanya untuk bertemu dengan klien, Naya harus rela melewatkan waktu makan siangnya atau makan di dalam mobil sembari menuju lokasi pertemuan dengan klien.
Siang ini Naya nyaris melewatkan makan siang lagi karena ia terlalu fokus memeriksa kontrak kerjasama baru dengan investor dalam negara.
"Selamat siang bos Naya, saya datang untuk mengantarkan makan siang."
"Letakkan saja di meja" kata Naya tanpa melihat siapa yang datang. "Tunggu, tapi saya tidak memesan makanan" katanya kemudian. Naya mengangkat kepalanya, mengalihkan pandangan ke arah depan. "Lo?"
"Makan siang dulu, nanti lo bisa pingsan."
"Iya, ntar gue juga makan. Tinggal sedikit lagi nih, tanggung" Naya kembali fokus ke berkas-berkas di hadapannya.
"Kapan lo akan makan jika tiga puluh menit lagi lo ada rapat penting?" protes Putra.
"Jangan sok tau deh."
"Hei, gue memang tau. Gue sudah tanya ke Pak Reza."
"Ohya? Hemm lo dah mulai bersekutu dengan pak Reza?" sindir Naya.
"Gue kan cuma mau tau keadaan lo. Lo itu butuh istirahat juga. Jangan kerja terlalu keras. Kesehatan lo juga penting" Putra berkelit.
"Ough, gue makin lapar setelah dengar ocehan lo itu" Naya kembali melempar sindiran.
"Gue kira lo sudah bertransformasi menjadi robot. Hemm masih doyan makan juga?" Kata Putra tidak mau kalah.
"Lo itu gimana? Katanya bawa makanan buat gue, tapi kenapa sekarang lo jadi pelit gini?"
"Gue kan cuma tanya. Sensitif amat. Sudahlah, tinggalin dulu pekerjaan lo ini. Besok kita berlibur."
"Gue nggak bisa santai. Masih banyak yang harus gue kerjain."
"Nay" Putra menarik lengan Naya hingga dirinya jatuh dalam dekapan dada bidang milik Putra. "Gue kangen lo."
"Put."
"Jagan menghindar. Biarkan tetap seperti ini untuk satu menit saja. Please" pinta Putra.
Putra menatap mata Naya dalam-dalam. Ia lalu membelai rambut Naya dan berujung mengusap lembut pipi Naya. Wajahnya mendekat dan ... Putra hanya menyentuhkan ujung hidungnya ke hidung Naya.
Naya tidak lagi menghindar, ia membiarkan Putra. Pria yang selalu baik kepada Naya. Putra sebenarnya tipe pria yang sempurna tidak hanya baik tapi dia juga tampan. Dia juga selalu ada di samping Naya untuk membantunya. Putra selalu menyempatkan diri untuk menemui Naya yang begitu sibuk akhir-akhir ini. Seperti siang ini, Putra rela repot membawa makanan ke kantor Naya, agar dia bisa makan bersama dengan Naya.
Naya juga senang berada di dekat Putra, ia merasa nyaman saat bersamaanya. Naya sebenarnya juga menyukai Putra, hanya saja ia belum siap untuk menyambut cinta Putra. Naya masih belum bisa move on sepenuhnya. Masih ada bayang-bayang masa lalunya yang terus mengganggu, seperti ada sesuatu yang membuat Naya belum bisa merasa tenang. Satu hal yang masih mengganggu di benaknya hingga saat ini, yaitu kabar tentang Abi. Entah manusia satu ini berada di mana sekarang.
***
Sehari sebelumnya, Naya yang sedang dalam perjalanan bertemu dengan salah satu kliennya. Dalam mobil, Naya dan Pak Reza sempat membahas masalah audisi modeling yang diselenggarakan oleh perusahaan Mahardika Fashion.
"Apa pendaftaran saya sudah diurus?" tanya Naya.
"Sudah, dua hari yang lalu sudah dikirim. Biodata lengkap Nona Naya beserta satu foto full body. Hasilnya akan keluar sore nanti. Jika nona Naya lolos tahap registrasi, maka besok Nona Naya harus mengikuti audisi tahap pertama yaitu nona harus berjalan di catwalk."
"Ok, saya tau."
"Nona harus menggunakan high heels" kata Pak Reza tertahan. Pak Reza sedikit khawatir. "Nona harus hati-hati."
"Tenang saja Pak Reza. Anda bisa percaya ke saya. Saya pernah belajar sedikit semasa di luar negara."
"Benarkah? Saya tidak menyangka."
"Ya, kebetulan saya punya seorang teman desainer ternama di sana."
"Hebat, ternyata Nona Naya berwawasan luas dan memiliki keahlian khusus juga. Saya bertambah kagum."
"Hanya sedikit Pak Reza, tapi lumayan untuk modal mengikuti audisi ini."
"Benar, semoga berhasil."
"Terima kasih, Pak Reza."
Saat ini, Naya sudah duduk di ruang tunggu. Menanti namanya di panggil untuk menunjukkan keahliannya berjalan di atas catwalk sebagai kartu awal dia memasuki nominasi calon model. Naya terus mengingat pembicaraannya dengan Pak Reza sehari yang lalu dalam perjalanan bertemu dengan klien.
"Huft ..."
Naya menghembuskan nafas panjang, ia coba mengusir kegugupannya. Ia memberi semangat kepada dirinya sendiri agar tidak gagal pada proses awal ini. Perjuangan baru di mulai.
Ruang tunggu audisi dipenuhi banyak peserta audisi. Mungkin dalam jumlah ratusan. Naya hanya mampu bergumam dalam hati, ternyata perusahaan Mahardika fashion cukup terkenal juga dan banyak peminatnya. Naya menjadi tidak sabar untuk segera mengetahui bagaimana kinerja perusahaan tersebut.
Naya melempar pandangan ke setiap peserta yang berada tidak jauh darinya. Banyak diantara mereka yang terlihat sangat gugup bahkan melebihi kegugupan Naya saat ini. Ada beberapa yang terus latihan berjalan di sudut ruangan, ia berjalan lenggak-lenggok layaknya sedang berjalan di atas catwalk. Beberapa diantaranya juga ada yang saling mengakrabkan diri dengan peserta lainnya. Ada pula yang terus berkaca untuk melihat penampilannya dan juga sengaja memperbaiki makeup yang justru bertambah tebal.
Berbagai macam karakter peserta ada di ruangan besar tersebut. Ada yang terlihat angkuh, kecentilan dan ada pula yang terlihat tidak percaya diri meski posture tubuhnya sudah bagus. Naya sendiri tergolong dalam peserta yang standar, ia tidak terlalu tinggi dan penampilannya juga pas tidak terkesan berlebihan. Satu kelebihan Naya, ia kini mampu membawa dirinya dengan pantas. Naya selalu dapat menunjukkan kehebatannya yang tersembunyi pada saat yang tepat. Meski tidak terlihat wow tapi Naya cukup unik dan mampu menyita perhatian.
Naya semakin tidak sabar untuk segera menyelesaikan audisi tahap awal ini. Terlaku lama dalam ketidakpastian cukup membuatnya tidak nyaman.
Ddddrrrrtttt ...
Ponsel Naya berbunyi, panggilan dari Putra. Naya segera mengangkatnya.
"Ada apa? Gue sedang audisi nih."
"[Owh, lo sudah disana? Maaf gue nggak bisa ada disana sekarang, ada rapat penting yang mendadak." Putra merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa."
"[Apa pak Reza bersama lo?]"
"Tidak, gue sendirian."
"[Sial, seharusnya gue ada disana untuk menemani lo. Sorry?]"
"Santai aja. Gue ok kok."
"[Good, tetap semangat ya? Nanti gue jemput. Janji]"
"Ok, sudah dulu ya."
"[Ok, semagat. Muah]" Putra sempat memberikan cium jauhnya di akhir, sebelum ia menutup ponselnya.
Kejahilan singkat Putra mampu memberikan semangat yang berbeda bagi Naya. Putra selalu sukses menjadi mood booster bagi Naya. Naya tersenyum akan ulah Putra tersebut.
Dasar pria usil. Batin Naya. ia tidak henti tersenyum setelah menerima telepon dari Putra. Beberapa saat kemudian nama Naya di panggil.
"Kanaya Putri Luwin" panggil salah seorang panitia audisi.
Dada Naya berdebar cukup kuat saat namanya di panggil. Naya kembali menarik nafas panjang sebelum memasuki ruang untuk audisi.
Tenang Naya, kontrol emosi lo, Lo pasti bisa. Lo pasti berhasil. Anggap saja para juri itu adalah orang-orang yang sangat mengagumi lo. Naya teringat pesan temannya di luar negara, kak Andreas.
'Lo harus anggap para juri dan penonton adalah orang yang sangat mengagumimu. Maka percaya dirimu akan meningkat secara pantas. Jangan buat mereka kecewa. Tunjukkan yang terbaik yang kamu bisa lakukan' itulah kata-kata kak Andreas semasa Naya baru saja merubah penampilannya dan menjadi model dadakan dalam peragaan busana rancangan kak Andreas.
Naya siap di posisinya, hanya tinggal tunggu aba-aba dari kru dan dia bisa menunjukkan keahliannya.
Naya sempat mengamati seorang peserta sebelumnya. Peserta tersebut terlihat bagus. Cara jalannya sempurna dan terlihat seperti seorang profesional. Naya cukup khawatir dengan dirinya sendiri.
Ah tidak, tidak boleh. Naya menggelengkan kepalanya. Gue harus percaya diri. Gue pasti bisa selesaikan tugas hari ini. Batin Naya. ia lalu menegakkan tubuhnya, memasang seulas senyum mania di wajahnya.
Naya segera melangkahkan kakinya saat tiba gilirannya. Naya berjalan penuh percaya diri layaknya model profesional. Sedikit pengalamannya ternyata sangat bermanfaat untuk hari ini. Naya menunjukkan beberapa pose menarik, menunjukkan betapa indahnya busana yang ia kenakan. Tidak lupa Naya menyematkan senyum manisnya untuk memberikan perhatian kepada para juri. Naya kini sudah berjalan balik, ia merasa sedikit lega. Naya hanya harus berjalan dengan benar tanpa terjatuh hingga akhir, untuk mendapatkan nilai sempurna.
Tuk tak tuk ...
Langkah kaki Naya menggunakan sepatu high heels menuju garis akhir dan klek!
Upsh, Naya sepertinya tergelincir ...
Astaga, apa yang akan terjadi? Apa Naya akan terjatuh? Bagaimana dengan penilaiannya? Apa juri akan meloloskannya?