Chereads / ANGGAKARA Kembalinya Keris Hitam / Chapter 3 - Cincin Merah, Part 2

Chapter 3 - Cincin Merah, Part 2

"Richi! Kemana saja? Mama mencari kamu dari tadi."

"Engga ma. Tadi Richi pergi sebentar ke toko buku untuk melihat-lihat."

"Mau beli buku?"

"Tidak ma. Tidak ada buku yang bagus. Ayo pulang ma!"

Kedua orang itu terus bercanda di dalam mobil. Richi dan mama terlihat sangat akrab seperti sepasang sahabat. Sesampainya di rumah, Richi berniat membuka pintu terlebih dahulu supaya lebih mudah untuk memasukan barang. Alangkah terkejutnya dia ketika mengetahui pintu rumah yang tidak dalam keadaan terkunci. Richi yang takut akan adanya pencuri langsung masuk ke dalam rumah dan memeriksa keadaan rumah.

"Adek bantu mama dong bawa barang belanjaan ini!" Suara mama terdengar teriak dari dalam mobil.

Richi bergegas lari keluar untuk membantu mamanya. Barang belanjaan yang sangat banyak membuat mereka berdua terlihat kesusahan. Rasa lelah membuat Richi langsung berbaring di sofa lembutnya. Dia memejamkan mata sejenak namun kembali terbangun ketika dia sadar bahwa ada kotak kecil dengan secarik kertas tergeletak di sebelah vas bunga. Kertas itu bertuliskan, "Untuk Richi Richardo Savero".

"Ma. Ini hadiah dari siapa?"

"Kejutan!" July yang telah terbang dari Ambon langsung masuk ke dalam rumah.

"Papa kapan datang?"

Richi lekas memeluk kedua orang tuanya. Dia mengucapkan beribu terimakasih kepada kedua orang tuanya. Richi yang penuh semangat langsung membuka bingkisan kado tersebut. Sebuah cincin berhiaskan tubuh burung yang terbuat dari batu ruby indah berada di dalam kotak itu. Richi yang tertarik dengan warnanya langsung berseringai kegirangan. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan Mama, mukanya memperlihatkan bahwa dia sangat shock, tercengang dan kaget dengan hadiah yang diberikan oleh Papa.

"Richi! Masuklah ke kamar. Sudah waktunya tidur siang!"

Tiba-tiba Mama langsung menyuruh Richi untuk naik ke kamar tidurnya, namun ada satu hal yang aneh. Wajah Mama langsung berubah ketakutan dan tubuhnya bergetar.

Richi yang sedang berbahagia tidak mempedulikan keadaan sekitar. Dia langsung pergi ke kamarnya. Ketika dia memakai cincin itu, ternyata cincin itu sangatlah pas di jemari Richi. Dia penasaran dengan burung yang ada di cincin itu. Apakah jenis burung yang menjadi hiasan di cincin itu? Dia melihat mata biru bak permata yang berada di ukiran burung di cincin itu.

Tiba-tiba keadaan sekitar berubah menjadi kelabu. Terulang lagi ketika Dia melihat seorang pemuda yang mendapatkan keris hitam dari seorang perempuan berparas cantik. Pemuda itu membalikkan diri dan terus memandangi Richi namun, orang lain yang ada di tempat itu seperti tidak pernah melihat Richi ada di tempat itu. Richi berdiri di tengah-tengah ruangan luas yang sangat ramai. Dia mengikuti arah laki-laki itu pergi.

Setelah laki-laki itu keluar dari ruangan, masuklah laki laki berparas tampan berjalan tegap menuju tahta ratu itu. Ratu dengan mahkotanya yang indah dan senyumnya yang manis memberikan sebuah cincin yang dia pakai. Ratu mengatakan bahwa ada empat cincin yang lainnya, namun cincin-cincin itu telah disembunyikan di tempat khusus yang aman agar tidak ada seorangpun yang dapat menyalahgunakan kekuatannya. Sang ratu memberikan sebuah kertas lusuh yang kosong, tidak ada setetes tintapun yang ada di permukaannya. Sang ratu menjelaskan bahwa pada saatnya Rico nama sang laki-laki itu akan tahu cara untuk menggunakan peta tersebut.

"Klik," Pintu ruangan itu terbuka perlahan dan hanya sedikit. Orang yang berada di sana tidak menyadari hal itu karena mereka memperhatikan percakapan ratu dengan Rico dengan sangat antusias. Richi yang sadar akan hal tersebut berjalan pelan menuju pintu. Si pembawa keris hitam tadi sedang menguping percakapan ratu , namun mukanya sangat terlihat kesal. Richi merasa tidak asing dengan sarung tangan yang pria itu kenakan. Teringatlah Richi dengan kejadian di lampu merah sebelumnya dimana dia melihat penyihir yang membakar segalanya. Dia kaget dan tercengang apa maksud ratu memberi keris itu.

"Dewa, apa yang kamu lakukan?" Gadis cantik nan seksi datang mengagetkan pria itu.

"Kadita, apa yang kau lakukan di sini?".

"Kau membalikan pertanyaanku Dewa! Sudah jelas kan Aku juga dipanggil untuk menghadap Ratu? Bukankah engkau harusnya mengajarkan para pangeran dan putri untuk mempelajari sihir pertahanan?"

"Kadita, Ratu telah menunggumu di dalam! Cepatlah masuk!" Rico datang dan memberikan senyum manisnya kepada Kadita.

"Rico! Mau ke mana engkau?" Dewa menahan tangan Rico yang hendak pergi menjauhi ruangan itu.

"Kau bagaimana? Bukankah biasanya kamu tahu aku istirahat jam segini. Bukannya kau harus mengajarkan ilmu itu kepada para penerus kerajaan?"

Dewa memalingkan wajahnya dan langsung menuju ruangan tempat dia harus mengajar. "Sombong sekali kau Rico," bisik Dewa yang terdengar lirih dalam perjalanannya menuju ke ruangan mengajar.

Richi yang penasarandengan Kadita bergegas untuk masuk ke ruangan. Ketika Ratu memulai pembicaraannya, seketika itu juga Richi terlempar kembali ke kamar tidurnya. Richi yang sangat kaget segera kembali menuju ke kedua orang tuanya.

"Apa kau gila July? Richi itu masih kecil! Dia baru berumur lima belas tahun. Kenapa kau sudah memberikan benda terkutuk itu kepadanya?" Terdengar suara Mama yang begitu terdengar marah dan kesal.

"Aku tahu aku salah! Richi tak seharusnya memiliki takdir yang kelam seperti ini. Tapi aku terus mendapatkan mimpi itu sayang! Takdirnya sudah ditentukan, mau tidak mau Kita harus menerimanya!"

"Seharusnya leluhur kita tidak melakukan itu!"

"Jangan salahkan mereka! Ini adalah takdir."

"Andai Kadita dan Rico tak bersatu. Ini tak akan terjadi."

"Siapa Kadita?"

Kedatangan Richi membuat kedua orangtuanya kaget. July yang sudah tidak tahan lagi dengan semua ini, akhirnya menceritakan sejarah keluarga mereka kepada Richi. Richi yang bingung tidak mampu berkata apapun, Dia berlari ke atas menuju kamarnya. Apa yang diceritakan oleh July membuatnya menangis dan ketakutan. Cincin itu dibuangnya ke dalam tempat sampah dan Richi langsung menutupi tubuhnya dengan selimut. Suatu bayangan besar terlihat terpantul dari arah jendela kamar.

Karena kaget, Richi langsung membuka jendela kamarnya dan betapa kagetnya dia melihat butiran api dan angin berhembus kencang masuk ke kamarnya. Semua benda di sekelilingnya hangus terbakar menjadi abu kecuali Richi. Anehnya, Dia sedikitpun tidak merasakan panas di sekujur tubuhnya.

Api itu semakin membesar ketika seekor burung yang cantik bermata biru masuk ke dalam kamarnya. Dia berpikir burung itu sangatlah indah seperti yang ada di cincin yang ia kenakan. Richi memandangi tangannya dan melihat cincin yang ada di jemarinya. Dia tersadar bahwa ddia telah membuang cincin itu, namun bagaimana cincin tersebut dapat kembali terpakai di jemarinya. Lamunannya terkagetkan setelah burung indah itu bertengger di jendela rumahnya.

"Berapa harga burung ini di pasaran ya?" dia mengelus pelan burung itu sambil berbisik dalam hati.

"Ku mohon jangan jual aku. Aku ini peliharaanmu sekarang," Terdengar suara bisikan namun tidak ada seorangpun di sana. Richi yang kaget menjauhi burung itu dan bersembunyi di balik selimutnya.

"Kau bisa bicara denganku. Burung apa Kau ini?" Richi berteriak keras namun, burung itu terdiam tidak berkata sepatah katapun.

"Mungkin aku yang telah gila berbicara dengan seekor burung "GJ" yang tiba-tiba datang ke kamarku." Dia kembali berbisik di dalam hatinya.

"Kamu tidak gila kok. Aku datang karena Kau adalah tuanku. Kau orang yang akan mengembalikan duniaku seperti semula." Suara bisikan itu kembali menjawab isi pikiran Richi.

"Kau bisa membaca pikiranku?"

"Ya. Kita hanya bisa berbicara melalui pikiran. Karena itu aku sangat yakin bahwa Kau adalah orang itu!"

"Maksudmu apa?"

"Panggil aku Cendrawasih. Aku adalah salah satu spesies dari burung Phoenix. Kau orang yang dipilih oleh Ratu untuk menolong dunia kami!"

"Apa kalian semua bercanda? aku saja masih umur 15 tahun! dan Kalian semua berharap lebih dari aku? Aku tidak bisa melakukan apa apa untuk kalian!"

"Bukan tak bisa apa-apa, tapi belum bisa apa-apa. Apa yang ada di pikiranmu adalah kekuatanmu!"

"Aku tak mengerti sama sekali. Ku mohon menjauhlah dariku! Lihat sekeliling Kita! Kau membakar kamarku!"

"Berpikirlah kau bisa memadamkan api ini. Kini api adalah bagian dari ketakutanmu. Lepaskanlah ketakutanmu Richi!"

Mereka berbincang melalui pikiran. Richi berusaha menghapus ketakutan akan takdirnya. Perlahan api menjadi kecil serta mulai lenyap. Semua perabotan yang terbakar kembali seperti semula, bahkan semakin bagus seperti baru dibuat. Melihat akan hal itu, Richi semakin takut dengan apa yang dia miliki. Seketika setelah rasa takut itu timbul lagi, api di sekitar kamar menyala kembali. Cendrawasih berusaha menenangkan Richi namun usahanya hanyalah sia-sia. Kamar tersebut terus terbakar hingga kepulan asap mulai tersebar ke bagian rumah yang lain.