Chereads / ANGGAKARA Kembalinya Keris Hitam / Chapter 2 - Cincin Merah, Part 1

Chapter 2 - Cincin Merah, Part 1

Pagi itu adalah pagi yang sedikit mendung di Kota Pasuruan. Terlihat seorang anak laki-laki berseragam putih abu-abu sedang mengayuh sepedanya sekencang mungkin untuk menuju sekolah. Dia bersekolah di SMAN 1 Kota Pasuruan, kota kecil di wilayah Jawa Timur. Anak itu sangat suka berimajinasi dan sifatnya sangatlah kekanak-kanakan.

"Pak, apakah sihir termasuk kedalam ilmu pengetahuan?" Dia mengangkat tangannya dan bertanya kepada Pak Ali yang merupakan guru Fisika di sekolah tersebut.

"Dasar anak bodoh, udah gede masih aja suka menghayal!"

"Gak pernah ngomong, eh sekalinya ngomong malah ngelantur."

"Bro, ini dunia nyata! Bukan dunia Harpot!"

Teman-teman sekelasnya langsung mengolok dan menertawai anak itu karena pertanyaan yang sangat tidak masuk akal. Nama anak itu adalah Richi, seorang pelajar yang paling terbully di sekolah itu, bahkan mungkin di bully di seluruh kota.

"Sudah cukup-cukup! Richi kalau bertanya yang benar dong. Ini pelajaran fisika bukan pelajaran mengarang bebas." Terdengar nada tinggi yang terlontar dari seorang guru yang sedang marah.

Bel pulang berbunyi, Richi hendak pulang ke rumahnya yang cukup jauh dari sekolah. Kehidupannya sangatlah membosankan, kegiatannya hanya berkutat di sekolah dan rumah saja, namun pada hari itu semua telah berubah. Dia telah melakukan sebuah kesalahan fatal. Kesalahan itu adalah dia memperhatikan benda yang tidak seharusnya dia perhatikan.

"Dek hati-hati. Nanti adek bisa kesedot ke rumah itu. Hahahahahaha!" Teriak tukang becak yang lalu lalang di jalan.

Richi berhenti di depan rumah tua bergaya Belanda yang terletak di depan Taman Kota. Bangunan tersebut sangatlah tua dan berserakan. Tumbuhan yang menyelimuti tanah dan dinding rumah tersebut membuatnya semakin menakutkan. Namun bukan rumah itu yang mengusik perhatian Richi. Sebuah lampion permata indah dan berkilau seharusnya tidak ditempatkan di teras rumah tersebut. Richi sangat tertarik dengan lampion tersebut.

Namun, dia teringat teriakan tukang Becak sebelumnya. Hal tersebut membuatnya merinding dan mengayuh sepedanya sekuat tenaga. Dalam perjalanan menuju rumahnya, Richi terus melamun membayangkan kalau rumah itu ditempati oleh para hantu dan penyihir yang jahat. Lamunan tersebut segera berakhir ketika bau masakan sedap buatan Mama tercium hingga halaman rumah.

"Adek gimana ni hari pertama masuk SMA?"

"Adek diketawain teman sekelas Ma gara-gara adek Tanya Sihir itu termasuk ilmu pengetahuan apa engga?" Dia berkata dengan mulut penuh makanan.

"Kamu sih tanyanya juga aneh-aneh."

"Ma Papa kapan pulang? Sudah 3 bulan Papa gak pulang dari Maluku. Mending kita ikut pindah aja ke Maluku."

"Papa kan sibuk adek. Kita juga sudah sering pindah-pindah. Kan adek sudah SMA. Tidak semudah itu juga bisa pindah-pindah sekolah. Keperluan adek juga banyak. Nanti uangnya bisa habis dong. Bobok dulu gih! Nanti sore kan adek minta didaftarin les lukis!"

"Tapikan adek kangen sama papa." Richi bergegas masuk ke kamarnya dan langsung tidur.

Tiba-tiba dia terbangun di suatu tempat dengan pepohonan yang menjulang tinggi, Dia melihat banyak keluarga bahagia yang sedang bercengkrama. dia terus menyusuri tempat itu sampai seorang gadis yang cantik dan imut menghampirinya. dia memberikan minuman yang entah apa merk dan kemasannya.

"Kau mau main denganku?" Tanya gadis lugu tersebut.

"Mau maen apa?"

"Gimana kalau petak umpat. Tapi kamu yang jaga terlebih dahulu!"

Richi pergi ke salah satu pohon dan menghitung, "Tiga, dua, satu, siap atau tidak aku datang." Richi berteriak dan memalingkan tubuhnya, seketika Richhi sangat kaget dengan apa yang dia lihat.

Hutan itu menjadi kosong dan sepi, tidak ada seorangpun bermain di sana. Suasana di sekitar menjadi sangat hampa dan dingin. "Bruk!" Sebuah bola sepak terjatuh dari langit tepat di hadapan Richi. Karena kaget, Richi berlari terbirit-birit menuju pepohonan. Dia mengintip ke sekitar bola itu, namun tidak ada seorangpun berada di sana. Perlahan Richi memberanikan diri untuk mengambil bola tersebut.

"Aku selalu mengawasimu! Jangan sesekali coba mengalahkanku." Sebuah tulisan tertulis dengan darah segar di balik bola itu.

Richi yang takut akan hal tersebut, langsung menendang bola hingga masuk ke dalam semak-semak yang gelap dan menakutkan. "Bruk! Bruk!" Suara bola jatuh berkali kali. Namun, tak ada bola yang Dia lihat. Dia terus terheran-heran dengan hutan itu.

"Apa Kau ingin bermain denganku?" Suara lembut yang dia cari terdengar dari arah yang tidak terduga.

"Iya aku mau." Seraya Richi memalingkan diri namun, Gadis tersebut berbeda dengan sebelumnya, yang awalnya sangat cantik dan ceria, kini Dia berubah menjadi pucat dan wajahnya terlihat sangat murung.

"Apa kamu akan bermain?" Gadis itu berbisik kecil dengan terus menundukan wajahnya.

"Kamu kenapa?" Richi bertanya sambil memegang tangan gadis itu.

Tetes air berwarna merah jatuh dari baju gaunnya yang berwana merah. Richi yang berada dihadapannya langsung terkaget namun juga penasaran dengan apa yang terjadi. Tangan gadis tadi menjadi dingin dan putih pucat. Otot-otot yang membiru terlihat dari sekujur tubuhnya. Tanpa dia sadari terlihat sekumpulan burung yang terbang menjauhi mereka, kabut tebal datang dengan membawa udara yang sangat dingin.

"Bermainlah dengan aku Richi!" Gadis itu berlari menjauh. Richi terus mengejarnya hingga tanpa dia sadari, dia terlalu jauh pergi ke dalam hutan. keadaan yang gelap dan dingin membuat dia sadar bahwa tempat itu sangatlah aneh. Kabut tebal menutupi langkahnya. Tidak ada sedikitpun cahaya bulan dan bintang menemaninya, hingga tiba-tiba dia terjatuh ke dalam lubang yang sangat gelap.

"Richi! Richi! Bangun dek. Kenapa badan adek panas?" Suara Mama yang penuh dengan kekhawatiran membangunkan mimpi buruknya.

Karena hal tersebut sangat terasa nyata, Richipun kebingungan dan terus berpikir apakah hal tersebut tadi hanyalah mimpinya atau memang nyata. Badan Richi berubah sangat panas hingga Mama bergegas menggendong Richi ke dalam mobil dan membawanya ke Rumah Sakit. Sesampainya di Klinik, Richi bergegas dibawa ke ICU karena panas tubuhnya mulai membuat Richi menjadi kejang.

"Dokter! Tolong periksa Richi!"

"Tenang ya Ibu, ibu tunggu saja di lobby, biar kami yang merawat Richi."

Tidak lama Mama menunggu di Lobby, Dia dipanggil ke meja Resepsionis. Ada kejanggalan pada Richi, awalnya seorang perawat mengatakan suhu tubuhnya mencapai 43,2 celcius. namun hanya dalam kurun waktu 5 menit, suhu tubunya kembali normal dan Richi hanya merasa kelelahan. Karena diagnosis Dokter tidak menunjukan hal yang berbahaya, maka Dokter memperbolehkan Richi untuk pulang ke rumah.

Dalam perjalanan pulang, mama mengajak Richi ke toko kue untuk membeli beberapa camilan untuk di rumah. Mereka berdua melewati taman kota di mana terdapat rumah kosong yang membuat Richi penasaran. Richi terus melihat rumah kosong itu namun, dia tidak melihat ada lampion berkilauan di teras rumah itu.

"Ma. Siapasih yang punya rumah itu?"

"Rumah itu punya pemerintah sayang. Pemiliknya sudah meninggal 100 tahun yang lalu. Karena itu, rumahnya jadi jelek karena tidak ada orang yang mengurusnya."

"Adek boleh gak bermain ke sana?"

"Ja-jangan adek! Gak boleh ada anak kecil yang bermain ke sana. Lagian tempatnya juga menyeramkan."

Tidak lama kemudian, Mobil mereka terhenti setelah lampu lalu lintas depan taman kota berubah merah. Richi merasakan pusing yang sangat menyakitkan, dalam sedetik tiba-tiba suasana sekitar menjadi muram dan gelap. Semua menjadi kelabu dengan dikelilingi kabut yang lebat. Bahkan, Richi tidak bisa melihat mamanya sendiri yang ada di sampingnya.

"Mau bermain denganku?" Suara gadis dalam mimpi itu terdengar jelas di telinga Richi.

Kaca mobil Richi menjadi berembun dan basah sehingga dia tidak bisa melihat keluar. Richi tersentak kaget setelah ada yang melempar benda ke kaca mobilnya. Dia mengelap kaca dan melihat bola sepak yang jatuh di samping mobilnya. Richi langsung melihat sekitar mobil. Alangkah kagetnya Dia ketika melihat Tidak ada jalan beraspal di sekitar mobilnya.

Perlahan kabut itu menghilang dan lenyap. Richi terus menghadap ke kaca dan terheran karena bangunan disekitarnya mirip istana yang sangat besar dan megah, rumah kosong yang menyeramkan tadi berubah menjadi ramai dan terlihat banyak orang yang bertamu di rumah tersebut. Banyak orang-orang berpakaian aneh berlalu lalang di sekitarnya. Orang-orang itu seperti tidak melihat mobil Richi sama sekali.

"Mau bermain denganku?" Richi terkaget ada suara gadis itu lagi di tempat ibunya menyetir.

Setelah kabut benar-benar lenyap gadis itu tertunduk dengan memegang setir mobil. Richi yang telah melihat gadis itu sangat kaget karena Mamanya menghilang, gadis itu terus menunduk dan ketawa pelan. Richi yang penasaran mencoba untuk melihat wajah gadis itu, namun pandangan Richi berubah ketika gadis itu menunjuk ke arah depan mobil membuat Richi tidak sempat melihat wajahnya.

Seorang berjubah hitam membawa keris berjalan dari kejauhan dan mengeluarkan api dari kerisnya, hal itu perlahan membakar semua benda di sekitarnya. Richi yang ketakutan hingga Dia tidak sadar bahwa gadis tersebut sudah tidak berada di sampingnya lagi. Richi terus ketakutan karena Dia sendirian di dalam mobil itu. Tak lama kemudian dia melihat api melayang ke arahnya dan membuatnya terbangun dari lamunannya.

"Dek. Adek ikut turun?" tangan Mama membuatnya terbangun dari lamunannya.

Dia mengikuti mamanya turun dari mobil dan langsung menuju toko kue. Mama membeli kue tart agar Richi lekas sembuh. Mama yang sedang memilih kue tidak tersadar kalau Richi berkeliling toko sendirian, tiba-tiba Richi melihat gadis yang ada di mimpinya. Gadis itu berpakaian beda dari sebelumnya dan Dia menggandeng seorang perempuan yang seumuran dengan mama Richi.

Richi terus mengikutinya hingga mereka masuk kedalam toko buku di lantai dua. Richi masih terus mengikuti gadis itu ke rak buku yang paling belakang namun, Richi kehilangan jejak gadis itu karena rak buku yang lebih tinggi dari tubuhnya.

"Hai kamu tidak apa? kamu terlihat pucat" Tanya ibu yang tadi bersama Gadis misterius.

"Ibu. Apa dia putri anda?"

"Oh iya. Kenapa?"

"Engga apa-apa Bu. Kalau boleh tahu Kalian berasal dari mana?"

"Oh iya kami baru saja pindah ke kota ini Dek. Kami dari Inggris."

"Saya seperti pernah melihat putri Ibu. Tapi dia sering memakai gaun merah." Pembicaraan Richi membuat Wanita tua itu menjadi gagap seperti menyembunyikan sesuatu.

"Ada yang salah kah? Kenapa Ibu tiba-tiba diam?"

"Oh tidak apa-apa dek. Alexa ayo kita pulang. Sepertinya papa sudah menunggu di rumah. Kami duluan ya dek!" Ibu itu mengajak putrinya pulang dengan tergesa-gesa. Ternyata nama gadis itu ialah Alexa. Richi kembali ke bawah untuk menemui Mamanya. Saat Dia berjalan turun di eskalator, Dia melihat Alexa bergaun merah berdiri memandanginya namun Alexa itu lenyap setelah beberapa orang berjalan di sekitarnya.