Matahari menyingsing dengan semangat untuk menyebarluaskan sinarnya di Bumi, sama seperti halnya Ellen, gadis yang sangat bersemangat untuk memulai pagi harinya dengan senyum yang tak luput dari paras cantiknya.
Ellen bersenandung sambil berlari kecil menuju kelas nya, XII Social One.
"Hei, kayaknya lagi bahagia banget, deh. Kenapa tu mukanya senyum senyum mulu?" sapa Nichole sembari menepuk bahu Ellen.
"Em, hai Chole, ada apa?" Ellen berhenti, wajahnya menatap Nichole,
"Seharusnya aku yang tanya sama kamu. Kamu ini kenapa? Karena, jarang jarang kamu nyanyi sepanjang jalan seperti tadi."
"Oh ayolah, aku hanya bernyanyi, bukan berteriak minta tolong. Dan memangnya, ada yang salah dengan itu, Chole?" tanyanya dengan menyunggingkan senyuman.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi pada sahabatku? Padahal, aku hanya bertanya kenapa dirimu terlihat kelewat bahagia hari ini, dan bertingkah tidak seperti biasanya," celoteh Chole lalu menaikkan sebelah alisnya.
"Uh, sebentar! Kurasa aku tahu, pasti semalam kamu abis kencan sama Jill kan? Karena, setelah aku pelajari, kalau kamu habis kencan sama dia, pasti setelahnya kamu bakalan bersikap aneh. Ya seperti pagi ini, kan kan kan?"
"Emmm, mungkin." jawab Ellen yang diakhiri dengan kekehan, setelahnya, ia berlalu meninggalkan Chole yang berdiri dengan tatapan yang sulit diartikan.
--- KRING KRING KRING ---
Bel berbunyi, itu menandakan kelas akan dimulai, dan semua siswa berhamburan pergi ke kelasnya masing-masing.
"Chole!" panggil Ellen dengan menepuk punggung sahabatnya. "Ya? Ada apa, Ell?" Nichole berbalik untuk menghadap sahabatnya.
"Boleh aku duduk di sebelahmu untuk hari ini?"
"Sure Ellen, kamu tidak perlu bertanya untuk itu."
"Okay, thanks Chole." ucap Ellen, kemudian ia berdiri lalu berpindah tempat duduk di samping Nichole dan tak lupa membawa tas miliknya.
"You're welcome. Oh hey, ngomong-ngomong Salsa sama Vinna di mana ya? Biasanya hampir nggak pernah dia berangkat sampai siang begini. Apa jangan-jangan dia absen?"
"Yap! Mereka absen untuk hari ini, maka dari itulah aku ingin duduk denganmu, Nichole. Ck, bodoh sekali." Ellen menggeleng gelengkan kepalanya lalu tertawa saat melihat ekspresi Nichole.
"Yes, ofcourse I am," balas Chole dengan mencebikkan bibirnya.
◍ ◍ ◍ ◍
Tepat setelah bel pertanda pulang berbunyi, semua siswa pun berdesak desakan, berusaha agar mereka bisa keluar lebih dulu dari dalam kelas. Tetapi lain halnya dengan Ellen, gadis itu malah duduk termenung sambil senyum senyum tidak jelas.
Jill yang hendak pulang pun seketika menghentikan langkahnya saat dirinya melintas di depan kelas Ellen, karena pasalnya, pintu tersebut masih terbuka lebar.
"Bukankah jika sudah pulang sekolah, setiap pintu di kelas akan ditutup? Tapi, kenapa kelas Ellen masih terbuka?" gumamnya dalam hati.
***Tok Tok Tok***
Jill mengetuk pintu dan membuka pintu tersebut perlahan, dan—
"Ellen?" panggil Jill saat menemukan Ellen tengah duduk, wajahnya tak berhenti menyunggingkan senyum sembari memainkan jarinya,
Dan saat Jill ingin menghampiri Ellen, tak sengaja ia menabrak Chole yang kebetulan melintas.
"Ehh, mau ngapain kamu kesini Jill?" tanya Chole saat melihat siapa yang menabraknya, dan niat awalnya yang ingin marah pun seketika terendam.
"A-aku?" Tunjuknya pada diri sendiri, dan Nichole mengangguk. "Iyalah, kamu. Memang siapa lagi yang ada di depanku?"
Jill tertawa, "Iya juga sih, hehe. Tadinya aku mau pulang, tapi pas aku lewat depan pintu kelas kamu kok masih ke buka, jadi ya aku masuk aja. Eh iya, itu ngomong-ngomong si Ellen kenapa kok senyum senyum sendiri?" Jill bertanya lalu menunjuk di mana Ellen berada.
"Mana aku tahu, dia dari tadi pagi juga kaya gitu, Jill. Dan pas berangkat sekolah, dia juga sambil nyanyi nyanyi gak jelas, pokoknya nggak kayak biasanya deh."
Jill mengangguk, lalu bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis. "Palingan si Ellen lagi mikirin aku deh, jadinya kaya gitu." katanya yang diakhiri dengan kekehan.
"Heh, tingkat kepercayaan diri kamu kok tinggi banget, sih. Tapi yaudah gih, samperin sana keburu gila beneran tuh si Ellen. Kasihankan kalau kamu jadi jomblo," Setelah mengatakan itu, Chole tertawa dan menepuk bahu Jill.
"Kayaknya jangan deh, kamu aja ya yang nyamperin trus bilang kalau aku udah nunggu. Jadi, aku tunggu di luar aja deh, ya ya ya? Thanks Chole!" kata Jill sambil berjalan keluar begitu saja dari kelas Ellen.
_ _ _
"Hey, Ellen! Di cariin tuh sama si Jill," ucap Chole sambil menepuk bahu Ellen sampai si empunya terkejut. "Hah! Mana? ada Jill? di mana dia?"
"Tuh, dia di depan kelas." katanya lalu menunjuk ke arah Jill. Dan setelahnya, Ellen itu pun langsung berdiri. "Oke deh, yaudah. Aku pulang duluan ya, byeee Chole!" ucap Ellen, lalu dia pun menghampiri Jill.
"Hey Jill, ngapain kamu disini, ayuk pulang!" ajak Ellen ketika sudah di samping Jill.
"Aku di sini ya nungguin kamu, baby." godanya dengan mencolek pipi perempuan di samping nya. "Ih apaan sih baby baby segala, jijik tahu!" sengut Ellen sembari mengerucutkan bibirnya.
"Udah, ayo pulang sayang, aku udah nungguin kamu lama loh."
"Hmmmm,"
*
Berangkat dan pulang bersama, memang sudah menjadi rutinitas mereka berdua setelah mereka menjalin hubungan. Di setiap harinya, keduanya sudah seperti perangko, selalu menempel.
"Oh iya, tadi kamu kenapa kok senyum
senyum sendiri di kelas? Pasti karena mikirin aku ya? Udah, gak usah dipikirin kejadian semalem pas kita lagi jalan." ucapnya dengan mengibas ngibaskan tangannya, tak lupa kekehan ia berikan di akhir kalimatm
"Eh? Emang tadi aku senyum senyum sendiri? Kamu kata siapa? Jangan sok tahu deh, bikin malu aku aja." elak Ellen.
"Terus, kalo bukan hal yang semalem, apa dong? Ngaku aja, udah."
"Ya gimana gak kepikiran coba? Orang
kamu sih, tadi malem ambil kesempatan dalam kesempitan." gerutu nya lalu memukul punggung Jill pelan.
"Nah kan bener, udah aku duga soalnya. Dan pas tadi aku lihat kamu senyum senyum sendiri, aku yakin, nggak ada hal lain selain kejadian semalam yang kamu pikirin." ledeknya dengan tawa yang membuncah tetapi pandangannya tetap fokus pada jalanan.
"Udah deh, lupain aja! Jadi malu akutu!"
ucap Ellen kemudian mengeratkan pegangannya pada Jill, lebih tepatnya mengeratkan pelukannya lalu menelusupkan wajahnya pada punggung kekasihnya.
Dan 15 menit kemudian, mereka sudah
sampai di rumah sederhana dan terkesan elegan milik orang tua Ellen,
"Tuan Putri, kita sudah sampa, anda saya persilahkan untuk turun," ucap Jill sembari tersenyum manis pada Ellen melalui kaca spion.
"Okay, thank's babe!" balas Ellen lalu segera memegang kedua bahu Jill dan perlahan turun dari motor.
"You're welcome Ellen. Oh ya, aku
langsung pulang saja ya, ada urusan mendadak soalnya."
"Gak mampir sebentar aja? Ketemu
mama doang," tawar Ellen dengan mengeluarkan puppy eyes-nya.
"Maaf banget Ell, aku gak bisa. Lain kali aja ya? Janji deh kali ini." Jill mengulurkan jari kelingkingnya.
"Beneran ya, jangan boong lagi." ucapnya lalu dengan wajah sumringah, ia menyatukan jari kelingkingnya dengan milik Jill.
"Iya sayang. Kalau begitu, aku pulang dulu ya, byeee!" ucap Jill lalu kembali memakai helm nya. "Iyaa, hati hati, bye!" Ellen melambaikan tangannya,
"Okay, te amo." katanya sembari memberikan Ellen kiss-bye, membuat Ellen terkekeh geli. "Ih, apaan sih kamu. Udah sana, cepet pulang, sebelum aku tarik nih kamunya biar ikut ke dalem buat ketemu sama mama!" ancam Ellen.
"Okay okay, bye sweetheart. Um, besok aku jemput lagi ya, sampai ketemu besok!" ucap Jill sembari melajukan motornya dan bergegas pulang.
- - - - - - - - - - - -
Flashback on
Ellen POV
Hari ini aku bahagia banget, karena di hari ini, adalah hari dimana aku dan Jill menjadi kita pada dua tahun yang lalu.
Aku juga bahagia karena hubungan kami yang semakin lama semakin membaik, pertengkaran semakin jarang, dan Jill selalu bisa membuatku merasa menjadi perempuan yang di spesialkan.
Mom dan juga dad pun merestui hubunganku dengan Jill, dan rencanaku dengan Jill, kami akan melanjutkan hubungan kami sampai ke jenjang yang lebih serius.
Malam ini, Jill mengajakku kencan yang entah sudah untuk keberapa kalinya. Dan sekarang, aku sudah siap dengan hoodie pemberian Jill. Karena kupikir, cuaca saat ini cukup dingin, dan menggunakan hoodie adalah pilihan yang tepat.
Deringan nada ponsel membuatku seketika tersadar kalau sedari tadi aku melamun, saat kulihat, pelakunya adalah Jill, dengan segera aku menggeser tombol hijau keatas.
"Hey Jill," sapaku dengan nada yang kubuat dengan seriang mungkin,
"Babe! Aku sudah di ruang tamumu, ibumu cerewet sekali. Arrghhg, cepatlah kemari! ibu sedang mengambilkan minum untukku di dapur, dan cepatlah kemari, okay!" bisik Jill yang diakhiri dengan umpatan yang berhasil membuatku tertawa karenanya.
"Okay Jill, tunggulah sebentar lagi, mungkin mom rindu padamu karena kau pun sudah lama tak berkunjung ke rumah, nikmatilah moment itu, sayang." balasku dengan menekankan kata sayang lalu terkekeh.
Pada detik selanjutnya, panggilan diputuskan sepihak oleh Jill, mungkin dia marah. Dan baiklah, aku akan bebaskan dirimu dari mom, Jill. Tunggu aku!
Perlahan, aku menuruni tangga sembari mengedarkan pandangan, tak sampai lima detik, akupun sudah menangkap sosok Jill yang tengah menatapku dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Ah, dia manis sekali ya Tuhan. Terkadang, aku masih belum menyangka kalau dia adalah pacarku," jeritku dalam hati.
"Hey Jill, kenapa wajahmu masam sekali?" tanyaku saat sudah berada di hadapannya, lalu memilih untuk duduk tepat di sampingnya.
"Ibu menjadi perhatian sekali padaku, sampai dia tak memberiku kesempatan barang sepatah kata pun untuk menjawab pertanyaan dari dirinya." Aku terkekeh mendengarnya, lalu mendaratkan satu tanganku di bahu nya.
"Mungkin mom rindu padamu Jill,
kau pun sudah lama tak berkunjung kemari," Jill diam, tetapi mata nya terus saja menatapku sampai aku berpikir kalau dia lupa cara nya mengedipkan mata.
Karena rasa gugup yang tiba-tiba datang padaku, aku berdeham, "Bagaimana kalau kita berangkat sekarang? Aku akan menemui mom di dapur untuk berpamitan, dan kau tunggulah di luar, ya?" Tanpa menunggu respon darinya, aku berdiri lalu mencubit pipinya sebelum melenggang pergi menuju ke dapur.
"Hmmmm," gumamnya pelan lalu menuruti apa yang aku ucapkan —untuk menunggu di luar. Sementara, aku pergi ke dapur untuk berpamitan dengan mom.
___________
"Ahhh, kenapa turun hujannya sekarang? Tidak bisakah dipending dulu?" gerutuku kesal saat kami dalam perjalanan menuju taman yang biasanya kami gunakan untuk berkencan, tetapi dengan mudahnya hujan menghancurkan apa yang aku ekspetasikan.
"Tenanglah Ellen, we are in the car.
Kita tidak akan terkena hujan, hm?"
"Tapi bagaimana dengan tujuan kita,
Jill? Aku sangat ingin pergi ke taman seperti biasanya," omelku pada Jill.
"Ini masih hujan, Ellen sayang. Taman bukanlah satu satunya tempat yang bisa kita gunakan untuk berkencan bukan?" Setelah mengatakan itu, Jill mengambil tanganku lalu mengusapnya perlahan.
"Oh lihatlah di sana, ada Kedai Coffee, kamu mau itu? Di sana pasti ada minuman favorite-mu," tawar Jill padaku sembari menunjuk Kedai Coffee di seberang jalan.
"Hmmmm," gumamku lalu memilih untuk diam sembari menyandarkan kepalaku di jendela mobil. "Kau tunggulah di sini. Aku akan turun sebentar." Dan tanpa menunggu jawabanku, Jill turun menuju Kedai Coffee yang dimaksud dirinya.
Selang beberapa menit, Jill pun kembali dengan membawa 1 cup cappuccino latte.
"Minumlah Ell, kau sepertinya kedingingan." tawarnya padaku seraya memberikan cup cappuccino latte tersebut.
"Thanks babe! Ngomong-ngomong, kenapa hanya satu? Lalu untukmu? Da-dan baju mu basah Jill, ya Tuhan!" ucapku sedikit terkejut saat melihat bajunya basah hanya karena dia membelikan satu cup cappuccino latte untuk menghiburku karena batal berkencan di taman!
"Tidak apa-apa, jangan khawatirkan
aku, yang terpenting itu kamu dulu, sedangkan aku tidak perlu kau pikirkan."
"Ihhh, gak boleh gitu! Aku jadi gak
enak sama kamu, nih kamu minum aja,
aku gak minum ini juga gak papa kok. Lagian, masih ada air mineral di dashboard." ucapku seraya memberikan cup cappuccino latte pada Jill.
"No, pokoknya kamu harus minum!"
"No way! Aku gak mau minum kalau kamu juga gak minum," Kuberikan pelototan padanya,
"Baiklah, kamu minum duluan nanti
aku bakal minum setelah kamu, okay"
tawarnya lalu mengedipkan sebelah matanya padaku.
"Okay," Aku mengangguk lalu menyesap cappuccino latte hingga hampir setengah cup. Karena keadaan yang memungkinkan, bisa saja kuhabiskan semuanya, tetapi, aku masih ingat kalau Jill juga kedingingan karena diriku.
"Done, nih minum dan jangan lupa abisin."
ucapku lalu memberikan cup cappuccino latte pada Jill tanpa menatap dirinya, karena tanganku yang satunya membersihkan sisa cappuccino yang masih menempel di bibirku.
Cukup heran saat cup cappuccino-nya tak kunjung ia ambil, akupun memutuskan untuk berhenti membersihkan bibir, lalu menatap kearah Jill heran,
"Jill? Kenap—" ucapanku terpotong saat dia tiba-tiba memegang tengkukku, dan pada detik selanjutnya, sebuah benda kenyal menghampiri bibirku, hal itupun membuatku terdiam seketika.
Pelan, mataku mulai terpejam, seakan tak percaya dengan hal yang tengah aku alami saat ini. Jill, laki-laki ini tengah menciumku.
"Ya Tuhan, cobaan apa yang sedang Kau berikan padaku kali ini? Kenapa rasanga sangat hangat, dan rasanya, badanku seperti terbakar seketika." rutukku dalam hati.
Kalau kuhitung, lebih dari 2 menit Jill tidak memberiku kesempatan untuk bernapas. Jadi, terpaksa aku memundurkan kepalaku dan mendorong dadanya untuk melepas ciuman ini.
Kutundukkan kepalaku saat mengusap ujung bibirku. "Ma-maafkan aku Ell, kau boleh menamparku sekarang." ujar Jill dengan memejamkan matanya menghadapku,
"Untuk pasal apa aku menamparmu, Jill?" Kusentuh tangannya, dan matanya yang tadi terpejam, sekarang sudah terbuka.
"Karena aku telah lancang menciummu Ell, maafkan aku. Sungguh, aku tidak bermaksud berbuat seperti itu padamu, maafkan aku." ucapnya dengan mengalihkan pandangannya dariku
'Ah, dia manis sekali jika sedang menyesali perbuatan nya tadi. Dan jika aku boleh berkomentar, sebenarnya aku juga tidak begitu keberatan dengan ciumannya tadi, karena aku juga menikmatinya kok.' batinku.
Aku berdeham, "Kau tidak perlu meminta maaf padaku, Jill. Aku menerimanya, dan maaf, selama dua tahun kita menjalin hubungan, aku belum pernah memberimu a kiss atau hal semacam itu." ucapku sambil memperagakan jari telunjuk dan jari tengah naik turun secara bersamaan.
"No Ell, kamu gak salah. Lucu kalau kamu meminta maaf padaku hanya karena hal itu. Jujur, aku mencintaimu tidak untuk nafsu semata. Aku benar benar tulus menyukai dirimu. Itu semua karena, aku menyukai keceriaanmu, kepolosanmu, dan aku menyukai semua sifat yang ada pada dirimu," bantah nya lalu dia menarik daguku agar tatapan kami bertemu.
"Lebih baik lupakan kejadian ini, okay?
Aku janji, aku tidak akan menciummu
lagi, kecuali kamu sendiri minta padaku." ucap Jill sambil menatapku dalam, seolah memintaku untuk melihat ketulusan yang ia berikan padaku selama ini.
"Iya sayang, aku menyayangimu. Sungguh, aku berjanji akan memberikan seluruhnya apa yang kamu inginkan dengan senang hati, dengan syarat setelah kita menikah di kemudian hari nanti." Aku berhenti, kemudian tersenyum saat Jill mengusap kepalaku lembut.
"Dan yang terpenting, lebih baik sekarang kita pulang, sangat tidak nyaman kalau sedari tadi orang yang di Kedai itu melirik ke arah kita." ajakku padanya seraya menunjuk orang yang tengah memandangi kami,
"Baiklah baiklah, aku akan mengantarmu pulang dan kita pergi ke tamannya untuk lain kali saja, bagaimana?"
Aku mengangguk, "Iya, Jill." balasku dengan mencubit gemas pipinya. Selanjutnya, kami pun melanjutkan perjalanan untuk kembali ke rumah.
Cukup dengan menempuh 20 menit saja untuk sampai di tempat yang kutinggali. "Kita sudah sampai," ucap Jill saat memutar stir berbelok ke kanan, dia tersenyum setelah mematikan mesin.
"Baiklah aku turun, kau mau masuk dulu atau langsung pulang? Eh tunggu dulu, kurasa kau bisa turun sebentar untuk mengganti pakaianmu di dalam, bagaimana?" tawarku dengan berharap penuh kalau Jill akan menerimanya.
"No, thanks babe. Aku akan langsung
pulang dan mengganti pakaianku di rumah." Aku mengangguk, sesuai ekspetasi —Jill menolak untuk singgah barang sekedar untuk mengganti pakaiannya.
"Baiklah kalau itu yang kau mau. Lagian, kalau kau kupaksa, pasti tetap saja tidak mau kan?" ledekku lalu terkekeh, dan dia hanya tertawa menanggapinya.
Saat aku membuka pintu mobil dan hendak keluar, lenganku ditahan oleh Jill, membuatku menatapnya lalu menaikkan sebelah alisku. "Ada apa? Apa kau sudah berubah pikiran untuk mengganti pakaianmu di dalam?" tanyaku lalu tersenyum padanya.
Saat lagi-lagi aku berharap dia akan mengangguk, tetapi dia menggeleng. Dan sebelum mengatakan apapun, ia menarik napasnya lalu menghembuskannya lagi, "Boleh aku mencium keningmu, Ell?"
Oh ternyata ini yang ingin dia katakan.
Aku mengangguk, "Sure thing, kau tidak perlu meminta izinku untuk melakukan itu, kau boleh mencium keningku kapanpun kau mau, tetapi tidak dengan ini," kataku sambil menunjuk bibirku. Jill pun hanya terkekeh mendengarkan jawabanku.
Tanpa menunggu lama lagi, Jill menyentuh kedua pundakku lalu beringsut mendekat, setelahnya, ia mencium keningku. Saat merasakan bibirnya sudah menyentuh keningku, mulai kupejamkan mataku untuk menikmati betapa lembut bibirnya ketika bersatu dengan salah satu anggota tubuhku.
Ciumannya terasa begitu lama bagiku, rasanya, seakan tak ada hari esok bagi Jill untuk melakukan hal semacam ini lagi.
Jadi, kubiarkan saja dia melakukannya walaupun itu terasa lama, aku tidak munafik untuk menyuruhnya berhenti begitu saja, karena akupun sangat menikmati apa yang dilakukannya saat ini.
Kurasa, aku mulai menyukai hal satu ini, kehangatan terus saja menjalar keseluruh tubuhku. Sekitar 5-7 menit Jill mencium keningku tanpa mengeluarkan suara, hanya napas hangatnya yang bisa aku rasakan.
Dan pada akhirnya, dia melepaskan ciumannya di keningku, matanya yang sayup menatapku. "Ell, masuklah sekarang. Sekali lagi maaf karena aku tidak bisa ikut ke rumah kali ini, kau tahu karena ini sudah terlewat malam. Dan setelah kau masuk, aku akan langsung pulang. Hm?"
Aku mengangguk sambil tersenyum, "Baiklah." Selanjutnya, Jill turun lalu membukakan pintu dan mempersilahkan diriku untuk turun, "Langsung tidur ya setelah ini?"
"Iya, Jill-ku yang paling tampan. Aku menyayangimu, sudah sana, pulang.
Dan jangan memimpikan aku malam ini ya," godaku padanya, kukedipkan sebelah mataku sambil terkekeh ringan.
Dia ikut terkekeh lalu menarikku kedalam pelukannya, diciumnya beberapa kali ujung kepalaku. "Bagaimana bisa aku melepaskan dirimu kalau magnetmu seakan selalu menarik diriku untuk selalu ada disampingmu, Ell?"
Aku tergelak lalu tertawa, "Sudah kukatakan untuk tidak memimpikan diriku. Soalnya, nanti pasti kamu kangen dan ingin di dekatku terus, iya kan?" Jill tertawa kemudian melepaskan pelukannya.
"Hey, percaya diri sekali ya? Ya sudah, aku dulu pulang babe, tidak akan selesai kalau aku membalas ucapanmu terus." katanya lalu segera masuk ke dalam mobil, ia melambaikan tangannya saat ia sudah berada dibalik kursi kemudi.
"Bye!" ucapku dengan membalas lambaian tangan Jill. Dan saat mesinnya sudah menyala, kuputuskan untuk masuk kerumah.
"Ellen!!"
Seketika aku menghentikan langkahku dan berbalik, Jill memberiku senyuman di sana, "Jangan merindukanku ya, dan jangan coba coba kamu membayangkan apa yang terjadi di antara kita tadi!" jeritnya saat sudah kembali melajukan mobilnya, aku pun hanya terkekeh melihat sifatnya yang satu itu.
"Bagaimana aku bisa berpaling darimu Jill kalau kau selalu bisa membuat hatiku berbunga bunga setiap harinya?" gumamku dalam hati,
Setelah memastikan kalau Jill sudah benar-benar pergi, kuputuskan untuk segera masuk ke dalam dan menyadari kalau keadaan dirumah sudah sepi. Apa mungkin dad dan juga mom sudah tidur?
Kulangkahkan kakiku menuju kamarku, dan begitu sampai di kamar, langsung kulemparkan tubuhku di kasur yang empuk kesayanganku ini.
"Bermimpilah tentangku Jill, dan akupu akan memimpikanmu malam ini." gumamku lalu kembali tersenyum saat membayangkan kejadian yang baru saja menimpaku malam ini.
"Ahhh, baru berapa menit aku
ditinggal Jill, aku sudah ingin bertemu
lagi dengannya." ucapku kemudian menyumpal mulutku di atas bantal dan mulai menjerit.
Kuhela napasku beberapa kali setelah puas menjerit, "Dan sekarang, tidurlah Ellen, kau akan bertemu pangeranmu besok pagi." Kumatikan lampu kamar dan bergegas untuk terlelap dengan tenang di kamarku ini.
Flashback off
To be continued
Hiii, ini adalah cerita pertamaku di WebNovel. Semoga kalian menyukainya!
With Love♡
_Navishaa_