Kuraih tangannya lalu kuusap, "Aku hanya ingin memastikannya saja, Jill. Kau tahu kalau kita cepat atau lambat akan menikah, bukan? Maka dari itu, aku ingin membuatnya agar lebih jelas lagi. Karena, aku tidak ingin ada kekeliruan yang terjadi diantara kita."
Aku berhenti, kuhirup napasku kuat-kuat sebelum kembali melanjutkan. "Saat suatu hubungan sakral itu sudah terbentuk, kita tidak bisa menolaknya lagi. Mau tidak mau, ingin ataupun tidak ingin, kita harus tetap menjalaninya. Kita juga tidak bisa memisahkan hubungan sakral itu semau kita sendiri. So, maka dari itu aku hanya ingin memastikannya saja, Jill. That's it, no more than that."
Matanya menatapku tajam, dengan susah payah kuteguk ludahku sendiri. "Sebelum itu terjadi, bukankah lebih baik kalau kita saling meyakinkan dengan keputusan yang telah kita ambil, Jill? Sumpah, aku tidak berniat sama sekali untuk menyinggung ataupun membuatmu terluka karena pertanyaan ini. Let's open our mind, that was what I'm gonna say to you."
Bibirnya membentuk garis lurus, pandangannya mulai meredup. Dan sekarang, aku sudah bisa tersenyum padanya. "But, it doesn't make sense, Honey. Aku mengapresiasi karena kejujuranmu padaku."
Lalu Jill perlahan mendekat dan menyentuh ujung bibirku, pada detik selanjutnya, aku merasakan kalau dia mengecupnya, kemudian tersenyum. "Perlu kau ketahui Ellen-ku sayang, pilihan untuk menikah dengan dirimu adalah yang terbaik untukku. Kau tidak perlu meragukan hal yang lain-lain selain ini, hm?"
Aku mengangguk, "Terima kasih sudah mengerti diriku. Sungguh aku tidak berniat apapun padamu, kau pasti sudah sangat mengenal diriku. Aku tidak pernah meragukan segala hal yang telah kamu lakukan padaku. Itu semua hanya karena tiba-tiba saja kata pernikahan melintas dipikiranku, jadi ya begitulah."
"Aku tahu, mulai sekarang kita harus saling lebih mengerti satu sama lain, aku meminta maaf padamu kalau aku sempat berkata kasar atau melakukan hal kasar, dengan atau tidak dengan aku sadari, ya?"
Aku menggeleng, "Tidak, kok Jill. Sungguh, kamu nggak perlu meminta maaf padaku, kali ini adalah murni kesalahanku. Kalau saja aku tidak mempertanyakan pertanyaan bodoh itu padamu, pasti kita menjadi baik-baik saja kan?"
Aku berhenti saat dia tiba-tiba memelukku dari samping dan merebahkan kepalanya dipundakku, "Lanjutkan," pintanya dan aku mengangguk.
"Tetapi, entah bagaimana dengan bodohnya, aku masih mempertanyakan perasaanmu padaku setelah selama ini telah banyak waktu yang kita habiskan bersama,"
Kubalas pelukannya tak kalah erat, "Sebentar, deh. Tapi kayaknya ada satu alasan kecil kenapa aku sangat ingin menanyakan hal itu padamu, Jill"
Jill mendongakkan wajahnya dengan malas untuk menatapku, "Coba katakan padaku apakah itu." Setelah itu, dia kembali menumpukan kepalanya dipundakku sembari menenggelamkan wajahnya disela leherku,
"Kemarin aku melihatmu bersama dengan Chelsea, kalian berjalan bersama, lalu mengobrol dan duduk untuk bersantai dibangku taman. Dan hingga pada akhirnya, aku dengan jelas melihat kalau Chelsea itu memelukmu, dan kau menerima pelukannya begitu saja. Padahal, harapanku kalau kau menolak pelukannya. That's hurt me, tough"
Kutundukkan kepalaku dan ikut menyandarkannya diatas kepala Jill sembari menunggu penjelasan nya,
Dan respon dari Jill, sama sekali bukan seperti ekspetasiku. Kupikir dia akan meminta maaf, tetapi tidak! Dia malah tertawa sampai membuatku gemas dan tergoda untuk mencubit pinggangnya,
Tawanya mereda karena cubitan yang kuberikan, lalu dia berdeham, "Look at me, Ell. Aku dan Chelsea adalah teman sedari dulu, perlu kau ketahui kalau aku berteman dengan Chelsea sejak kami kecil, dan kami adalah tetangga."
Matanya menatapku, kali ini pandangannya terlihat serius. "Aku juga sudah mengganggap Chelsea seperti halnya adikku sendiri. Dan kurasa, kalau kau sudah mengetahui tentang hal itu, bukan? Seingatku, aku juga sudah pernah menceritakan tentang Chelsea padamu, benar bukan?"
Ah iya! Aku baru ingat, Jill memang pernah menceritakannya padaku saat itu. Dan kenapa aku baru mengingatnya sekarang? Dan akhirnya aku mengangguk. "Maaf, aku sama sekali tidak ingat apapun saat melihat kalian berpelukan." Kuberi ulasan senyum pada Jill.
"Sekarang aku tegaskan lagi padamu, sayangku. Sekarang, kau sama sekali tidak perlu khawatir untuk merasa cemburu lagi ketika melihatku bersama dengan Chelsea, aku sama sekali tidak mempunyai hubungan maupun perasaan terhadap dirinya. Ya kecuali perasaan sayang, dan perasaan itupun sebagai adikku, bukan sebagai perempuan lain. Karena tetap kau yang berhasil menjadi satu-satunya perempuan yang berhasil membawa kabur hatiku,"
Aku tertawa mendengarnya, "Masih saja kau sempatkan untuk menggombal, Jill. Dasar laki-laki payah." ejekku, dia tersenyum miring.
"Apa kau ingin tahu kenapa Chelsea sampai menangis dan memelukku saat itu?" tawarnya yang membuatku mengangguk dengan cepat, "Apakah boleh aku mengetahui nya?"
Jill kembali menyentil dahiku, "Tentu saja lah, Ellen. Kau berhak mengetahui apa yang terjadi saat itu. Lagian, tidak ada yang perlu kurahasiakan lagi padamu, kan?"
"Ya ya ya, katakanlah kenapa." sahutku. "Saat itu, keadaan Chelsea sangatlah kacau, dia baru saja bertengkar dengan Dave, kekasihnya. Dave memutuskan hubungannya dengan Chelsea,"
"Arggh, kejam sekali Dave itu. Apa yang dia banggakan dari dirinya sih? Bermodal wajah tampan saja sudah sok-sok an begitu, kamu jangan begitu ya, Jill."
Jill tergelak, kemudian terbahak, lalu dia menggeleng keras keras. "Tentu saja aku tidak akan bersikap seperti itu, Ell. Aku tidak akan memutuskan hubungan ini, aku masih ingin menghabiskan banyak waktuku bersama dirimu,"
Mendengarnya, diam-diam aku mengulum senyumanku. "Lalu, apa yang terjadi setelahnya pada Chelsea? Apa dia baik baik saja sekarang?"
Jill mengendikkan bahunya, "Aku juga belum tahu. Tetapi, setelah diputuskan oleh Dave, tiba-tiba Chelsea mendatangiku lalu menyeretku untuk ke taman. Dan jujur saja, kemarin dia sampai memukul-mukul dadaku, kemudian dia memeluk lalu menangis dipelukanku."
Jill mengembuskan napasnya, tangannya mulai memainkan ujung rambutku, "Setelah puas menangis dan memukuli diriku, Chelsea menceritakan semuanya padaku. Semuanya. Mulai Dave yang ter-cyduk sedang berkencan dengan sahabat Chelsea sendiri, lalu dia melakukan hal yang sangat menjijikkan untuk di ceritakan. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya. Itu adalah mimpi terburuk untuk semua orang saat mengetahui orang dicintainya tengah memainkannya dibelakang, isn't it?"
"Poor, Chelsea. Mungkin setelah ini, aku akan mencoba untuk berteman dengan dirinya. Saat ini pasti dia menginginkan seorang teman untuk menumpahkan segala curhatannya, bukan? Apakah boleh aku berteman dengannya?"
Jill mengangguk, "Tentu saja. Asal kau tahu saja, dibalik sifatnya yang cerewet dan selalu terlihat tertawa dihadapan semua orang. Sebenarnya, dia memiliki banyak luka yang dipendamnya. Dia memang mempunyai banyak teman, tetapi dia tidak akan mudah menceritakan kesedihannya pada sembarang temannya. Jadilah sahabatnya. Aku yakin kalian bisa menjadi sahabat yang baik kok," kata Jill lalu mengusap pucuk kepalaku.
Aku meng-iyakan ucapannya, "Baiklah, tolong kenalkan aku padanya nanti."
"Dengan senang hati aku akan melakukannya. Lagian, aku sudah terbiasa untuk mendengarkan semua keluh-kesah yang Chelsea ceritakan. Terkadang, memang aku kasihan padanya. Jadi, kurasa dengan aku meluangkan sedikit waktuku untuknya dan hanya sekedar duduk ditaman, it's not big deal for me. Kau akan merasakan hal yang sama saat sudah mengenal sosok Chelsea lebih dalam lagi."
"I know," Aku mengusap lengan Jill, "Dan jangan pernah berani berpikir bahwa aku tidak mencintaimu ya, Ell. Kau salah besar kalau beranggapan seperti itu."
"Sumpah, setelah mendengarkan ceritamu, aku menjadi semakin yakin padamu kok. Tenang saja."
"Sungguh, aku bersumpah kalau aku mencintaimu, dan bahkan sangat mencintaimu lebih dari aku mencintai diriku sendiri. Perlu kau tanamkan dalam-dalam pada ingatanmu, kalau tidak akan ada kata bosan dalam kamusku terhadap hal yang menyangkut tentang dirimu. Jadi, hilangkan rasa curigamu padaku, oke?"
Aku kembali mengangguk dengan yakin. "Aku akan tetap menjadi Jill-mu yang ada hanya untukmu, tidak untuk perempuan lain diluaran sana, kuharap kau sangat mengerti tentang hal ini."
Setelah, Jill bergerak untuk lebih mendekatkan dirinya padaku. Lalu diciumnya pipiku, kemudian dirinya beringsut menarikku untuk kembali kedalam rengkuhannya.
"Kurasa, kata-katamu sedikit ambigu. Tetapi aku menyukainya, sekali lagi maafkan aku ya, Jill Sanders. Aku bersikap bodoh kalau pernah berpikir jika kau hanya bermain-main saja denganku."
"Ambigu bagian mana sih, Ell? Kurasa aku sudah mengatakan semuanya dengan jelas deh." protesnya yang membuatku semakin gemas padanya.
Kukibaskan tangan kananku, "Sudah, lupakan. Sekali lagi maafkan aku, ya? Aku janji, hal seperti ini tidak akan terulang kembali diantara kita. Hm?"
Jill mengangguk, "Untuk kali ini aku memaafkanmu, Eleanor Benoist-ku. Tolong jangan mengulanginya lagi, karena aku tidak suka kalau kau meragukan kesetiaanku padamu," Jill semakin memper-erat rengkuhannya.
"Tidak, aku tidak akan mengulanginya lagi kok. Sekarang, dengan bangga aku bisa mengatakan kalau aku, sepenuhnya percaya padamu, Jill Sanders."
"Janji?" ulangnya kemudian mengacungkan jari kelingkingnya padaku. Aku mengangguk langsung. "I'm promise," balasku dengan menautkan kelingkingku pada kelingkingnya.
"And bye the way, thank you so much. Karena kau telah menjelaskan jawaban dari pertanyaan yang selama ini ada di benakku tanpa tersinggung, Aku menyayangimu, akan selalu menyayangimu sampai Tuhan memisahkan kita, Jill." ucapku lalu menyandarkan kepalaku didadanya.
"Ssst, jangan berkata seperti itu, kau mengatakan seperti itu seakan-akan kau akan pergi dari diriku. Dan jangan harap kalau aku memperbolehkan dirimu untuk pergi dari diriku, ya. Karena itu tidak akan terjadi lagi." kekehnya kemudian menghujamiku dengan ciumannya dipipiku serta pucuk kepalaku.
✿
"God, I love him very dearly. Please let us feel this warmth for anytime and forever. Cause he is mine, only mine. And I will not allow any someone to seize what has become mine,"
_Eleanor Benoist_
๑ ๑ ๑ ๑
To be continued