"Whatt! Hell! No way! Gak gak, sumpah gak mau!" elak Edward, dia berdiri lalu dengan kasar membanting gelasnya di meja,
"Kan udah kita bilang bahwa tidak ada penolakan, buddy!" ucap Dave dengan penekanan di setiap katanya. Setelah itu, senyum miring terbit di wajah Bryan, Dave dan Nick.
Kemudian mereka kembali terbahak ketika melihat reaksi Edward yang menurutnya berlebihan. Raut wajahnya cukup menunjukkan betapa jijiknya dirinya yang di tantang harus mencium seorang perempuan yang menurutnya sama sekali bukanlah tipe idealnya.
"C'mon dude! Ayo tunjukkan sisi liarmu yang dulu. Buktikan kalau kau bisa menaklukan wanita manapun, termasuk gadis itu." ucap Nick, dia bersedekap dada kemudian menunjuk gadis itu setelah mengatakan tantangannya.
"Well, fine! Akan kukabulkan keinganan kalian. Dan memang kalau itu tantangan untuk seorang pria seperti Edward Vinson. Maka itu aku anggap terlalu mudah. Dan kalian cukup saksikan saja. Bagaimana nanti aku akan mencium gadis itu sampai dia merangkakkan kakinya, kemudian memohon untuk sekedar bercinta denganku!"
Edward merapihkan jasnya, dia berdeham beberapa kali. Lalu matanya bergerak untuk menatap perempuan yang akan menjadi tantangan di permainan teman-temannya kali ini. Dia menepuk dadanya guna membanggakan dirinya sekaligus bersiap untuk menyelesaikan misinya.
"Good kid, ini adalah seorang Edward Vinson yang terkenal dengan daya pikat dan sikap arogannya. Edward yang kukenal, dia tidak akan berkata tidak untuk segala hal, terutama soal wanita." Nick menepuk pundak Edward, lalu terkekeh lagi.
"Dan seharusnya memang tidak ada yang namanya penolakan saat kita sedang bersenang-senang seperti sekarang ini." ucap Dave yang diberi anggukan oleh teman-temannya,
"Baiklah Tuan Edward, silahkan lancarkanlah aksimu malam ini. Dan kita akan dengan senang hati melihat pertunjukan live-mu." tambahnya,
"We'll see," ucap Nick, senyum miring timbul di wajahnya lalu di sambut gelak tawa puas oleh teman yang lainnya.
Edward meneguk cepat gelas wine-nya, lalu dengan segera membenahkan pakaian miliknya dan bergegas menghampiri gadis yang di maksud oleh ketiga sahabatnya itu.
"Ah shitt, bagaimana bisa dia memberi tatapan seperti itu padaku!" kata Edward dalam hati.
๑ ๑ ๑ ๑
Ellen POV
Dan di sinilah akhirnya aku berada. Seperti biasanya, hanya duduk di depan sang bartender dengan satu gelas jus apel yang menemaniku. Yap benar! Hanya satu gelas jus apel, tidak lebih dari itu.
Dan apakah kalian tahu kenapa? Karena aku adalah seorang gadis yang sangat anti dengan minuman yang berlabel alkohol. Dan aku akan tumbang jika aku meminum minuman alkohol walaupun itu hanya satu gelas saja.
Menyedihkan bukan? Ya aku tahu, memang aku se-menyedihkan itu.
Perlu diketahui bahwa beberapa tahun lalu, aku sempat mencobanya untuk beberapa kali. Tetapi, mungkin Tuhan memang tidak mengizinkan diriku untuk menikmati minuman yang mengandung dosa ini. Sedikit atau sebanyak apapun aku mencobanya, minuman laknat itu akan tetap keluar dari perutku.
Dan sampai sekarang ataupun ke depannya, aku berjanji kalau aku tidak akan menyentuhnya lagi. Tidak lagi,
Duduk di depan bertender dan melihat teman-temanku yang sedang asik dengan dunia mereka sendiri, membuatku berpikir dan sudah yakin, juga tahu kalau mereka pasti akan melupakan seorang Ellen. Persis seperti kejadian di tahun-tahun sebelumnya.
Dan apa yang lebih menyedihkan saat aku tidak bisa melakukan hal yang sama seperti mereka? Seperti berciuman dengan laki-laki asing di dance floor misalnya.
Sebenarnya, kalau bisa memilih. Aku lebih baik memilih untuk menghabiskan malamku ini dengan membaca novel favorite-ku sampai membuat aku tertidur, daripada harus berada di sini. Di sini, aku hanya duduk seperti orang bodoh dengan mengenakan pakaian tertutup pula.
Tapi, aku tidak menyesal kok dengan memilih berpakaian tertutup seperti saat ini. Karena persepsiku, saat aku pergi ke club dengan pakaian tertutup seperti ini, maka otomatis pria berhidung belang yang gila dengan nafsu tidak akan tertarik padaku.
Dan mungkin saat semua orang mendengar kata "Club" pasti mereka akan berpikir kalau semua wanita yang berada disini akan menggunakan pakaian yang kurang bahan dan tipis.
Singkatnya, pakaian itu akan terlihat transparan, alhasil mereka dengan bangganya ingin menampakkan keindahan lekuk tubuh mereka, dan mereka juga menggunakan make up yang tebal, atau hal semacam itu. Benar bukan?
Tapi, kalau memang kalian berpikir seperti itu, kalian perlu bertemu denganku di dunia nyata untuk memecahkan pemikiran kalian.
Ah, sebenarnya aku hanya ingin mengatakan kalau perumpamaan itu tidaklah berlaku untuk diriku. Dan jika kalian sudah melihatku di sini, mungkin kalian akan menganggap diriku aneh, atau bahkan melihatku seperti gadis tolol yang baru saja tumbuh dewasa dan ngotot untuk pergi ke Club agar terlihat keren.
Baiklah lupakan, saat ini aku sedang menikmati pemandangan manusia yang sedang ber-asyik ria dengan menikmati musik. Mereka sibuk menggoyang-goyangkan tubuhnya kesana kemari tanpa memikirkan keadaan orang lain yang berada disekitar nya.
Dasar egois!
Aku menyapu pandangan di sekelilingku, tetapi seketika pandanganku mengunci pada satu pria yang aku yakini kalau dia sedang menuju ke arahku.
"Oh no, apakah dia benar-benar menuju ke arahku saat ini? Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Seketika pikiranku dibuat panik, hal ini membuatku bingung. Kira-kira hal apa yang harus aku lakukan untuk menghindari resiko ataupun masalah yang sepertinya sebentar lagi akan datang padaku.
Ah, sepertinya aku sudah tidak bisa lagi melakukan apapun. Karena saat ini, laki-laki itu sudah tepat berada di hadapanku sekarang. Dan yang bisa aku lakukan hanyalah pasrah. Dalam artian, jika dia nanti berani berbuat tak senonoh padaku, maka aku tidak akan tinggal diam begitu saja.
"Dan ayo lihat, apa yang sebenarnya lelaki ini inginkan dariku," batinku dengan membenahkan letak dudukku, mataku menatapnya dengan terang-terangan.
"Hey," sapanya tepat di hadapanku, wajahnya bahkan sangat dekat dengan wajahku, hanya tinggal beberapa senti lagi wajah kami akan saling menempel. Lalu aku menatapnya dalam diam, dan memilih untuk tidak membalas sapaannya.
Karena aku ingat dengan hal yang di pesankan oleh Nichole sebelum dirinya pergi bergabung dengan yang lainnya. Katanya, "Jangan berbicara pada orang asing kalau kau tidak ingin celaka, Sayang. Laki-laki disini rata-rata adalah pemangsa yang ganas."
Baiklah, sebagai gadis yang baik, aku akan mengikuti sarannya.
Kuhiraukan dirinya seolah aku tidak mendengar apapun yang sedang dia coba untuk di bicarakan denganku, lalu kubuang pandanganku kearah lain dan kuacuhkan keberadaannya yang masih saja tepat di hadapanku.
Bahkan, sampai sekarang pun dia masih menatapku, tetapi kali ini lebih dekat lagi, sampai aku harus menahan napasku karena tercekat. Dan sekarang, aku sudah bisa mencium aroma parfum miliknya,
Seharusnya aku tidak diam saja seperti ini, seperti gadis yang terlewat bodoh. Dan harusnya, aku menjadi gadis yang pemberani seperti Nichole. Dia bisa mengatakan apapun yang di inginkannya kepada orang lain, walaupun orang itu adalah orang yang baru saja dia kenal.
Sial! Dia masih saja menatapku intens, kutarik napasku dalam-dalam. Sepertinya, aku harus memakinya setelah ini, karena sikapnya yang terlewat kurang sopan terhadap seorang gadis seperti diriku.
Tetapi, belum sempat aku melayangkan makianku, wajahnya kian mendekat, dan tepat saat aku membuka mulutku, tiba-tiba aku merasakan benda kenyal dan juga dingin menyapu lembut bibirku.
。 。 。 。
With Love♡
—Navishaa—