Berbaring setelah makan adalah kenikmatan yang terlarang, sesekali aku mengabaikan larangan itu.
Kali ini aku menahannya karena mulai khawatir akan permasalahan sistem pencernaanku, lebih tepatnya aku takut menyimpan lemak di perut karena dapat menganggu penampilan dan mengurangi kepercayaan diri.
Aku meraih handphone untuk menciptakan jeda, lalu mematikan lampu.
Dekorasi cantik langit-langit kamar saat mulai gelap selalu menjadi boomerang yang terus menjeratku hidup dalam bayang-bayang Ryan.
Ada beberapa miscall yang terlewatkan, aku baru saja ingin menghubungi kembali sebelum touch screen itu kembali menyala; Hanan Mikail tertera di sana.
Tingkat kesabarannya benar-benar berada di level dasar.
"Em, kenapa ?", ucapku begitu selesai menggeser gambar berwarna hijau.
"What's make you too long for picking up your phone ?", celetuknya layak boss yang sedang memarahi bawahannya.
"Sorry, I left my phone on my room", jawabku mencoba bersikap lunak.
"Saja nak ingatkan, jangan lupa makan, jangan lupa makan ubat, jangan tidur lewat, lagi satu jaga kereta saya elok-elok", ucapnya mulai rewel.
Panggilan Mr. Bossy lebih sesuai untuknya karena sering memaksakan kehendaknya seperti seorang boss. Selain itu, dia yang paling berani dan bersikap semena-mena terhadapku.
"Kenapa diam, Ara dengar keh tidak ?", tanyanya lagi.
Bagaimana bisa aku menanggapi ucapannya, jika dia terus bicara tanpa jeda. Selain itu, aku juga tidak suka dengan caranya memperlakukanku.
Aku paling tidak senang jika orang lain mencoba mengatur kehidupanku sesuka hatinya.
"I did, your car is safe. Ada lagi ?", sahutku yang mulai menyimpan kesal.
Di ujung sana tidak terdengar jawaban, dia hanya diam. Ada jeda yang lama, sehingga aku memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
Sungguh, dia yang paling ahli merusak malamku yang tadinya tenang. Aku selalu kesal setiap kali memikirkannya.
Aku menarik nafas dalam, lalu menghempaskannya perlahan untuk menetralkan perasaan yang sempat terganggu olehnya.