Aku pergi ke teras belakang yang menjadi salah satu tempat terbaik untuk melihat bintang. Tidak tahu kenapa, menatap bintang-bintang di langit malam yang dingin membuatku lebih tenang.
Suasana malam ini menenangkan. Angin malam tidak terlalu menusuk tulang, tidak seperti biasanya. Mungkin saja karena perasaan hangat yang merasuk ke dalam hati.
Aku sering hanyut dalam suasana dan berbagai nostalgia. Tidak jarang aku memandang bintang lebih dari sekedar mengagumi langit malam.
Ada perasaan seperti sedang berkomunikasi dengan semesta dan bersyukur pada Sang Pencipta karena menjadikannya begitu indah dan mengagumkan.
Sejenak nostalgia tentang nenek dan kakek bangkit dari memori. Dulu mereka sering bercerita tentang makhluk langit. Jika makhluk bumi mengagumi keindahan langit malam, begitu juga dengan makhluk langit yang mengagumi bumi pada malam hari.
Makhluk-makhluk langit seperti malaikat akan selalu mengagumi cahaya yang terpancar dari rumah-rumah yang senantiasa menghidupkan shalat malam.
Rumah-rumah itu tampak bersinar seperti bintang-bintang yang bersinar di langit. Tanpa penghalang atau sekat apapun, cahaya itu menembus langit.
Seperti itu juga dengan doa yang dipanjatkan pada sepertiga malam, doa itu menembus langit.
Nenek juga menambahkan bahwa rumah-rumah yang pemiliknya jauh dari ajaran agama akan terlihat gelap dan kelam. Suasananya lebih gelap dari malam tanpa penerangan apapun.
Jauh dari lubuk hati, aku merindukan nenek dan kakek. Aku merindukan kakek yang selalu membawa pulang cemilan enak. Aku merindukan nenek yang selalu jadi pendengar yang baik.
Nenek juga sering menceritakan kisah-kisah Nabi sebagai pengantar tidur dan mengajarkan untuk selalu berbuat baik. Nenek selalu menceritakan tentang sejarah islam.
Bagiku, nenek lebih mengerti perasaanku dibandingkan dengan bunda.
Aku berdoa semoga Allah melapangkan kuburnya, menjadikan kuburnya seperti taman surga dan semoga kelak kami dipertemukan kembali dalam keadaan bahagia. Aamiin Allahumma Aamiin.
-----------
-----------