[Masih di restoran, Ara terlibat percakapan rumit dengan kedua bersaudara; Anne dan Bella]
"Amboi, kita nak makan keh nak interview ? Bagi saya order dulu, lepas tu boleh sambung interview", ucap Bella, lalu melambai tangan untuk memesan makanan.
Aku berusaha mengalihkan topik, tapi Anne terlalu bersemangat untuk mendapat informasi sekecil apapun tentang Ryan. Dia terus mendesakku untuk menceritakan apa yang disukai Ryan dan semua hal tentangnya.
Membagi informasi tentang pria yang kita cintai kepada perempuan lain yang juga menyukainya, aku tidak tahu bagaimana harus menjabarkan perasaan itu.
Aku tidak ingin mengatakan apapun dan diam-diam berharap agar Anne bisa menjauh dari Ryan, tapi mata lembutnya membuat aku tidak bisa menyakitinya.
"Ryan suka perempuan berhijab, baik, dan bisa masak", jawabku asal.
Dia memang pernah menyebutkan bahwa wanita idamannya adalah yang menutup aurat dengan sempurna dan baik. Dia juga pernah mengatakan padaku bahwa dia akan sangat bersyukur jika menikahi perempuan yang bisa menyiapkan sarapan, makan siang, dan makan malam yang enak untuknya.
"Cantik adalah bonus", lanjutku persis seperti ucapan Ryan kala itu.
***
[Tiba-tiba aku kembali teringat obrolan panjang tanpa topik bersama Ryan beberapa hari setelah aku tiba di Malaysia] .
"Jadi, dia tidak harus cantik ?", tanyaku waktu itu.
"Tidak, dia cantik", jawabnya.
Sejak saat itu aku tahu bahwa ada seseorang yang dipikirkan oleh Ryan. Setelah bertemu Anne, aku pikir dia orangnya.
Sesekali aku menduga bahwa Bella juga memiliki kemungkinan untuk disukai oleh Ryan. Dugaan itu bermula karena hanya mereka yang berada di sekitar Ryan dan keduanya sama-sama cantik. Tapi dia selalu melewatkan pertanyaanku ketika aku membahas hal itu.
***
[Obrolan mereka masih berlanjut]
"So, Anne kena pakai tudung dan belajar masak ?", ucapnya setengah bertanya.
Aku tidak menyangka Anne akan seserius itu, aku tidak menduga sedalam itu perasaannya pada Ryan.
Seketika aku merasakan sesuatu yang aneh, aku sama sekali tidak bisa membencinya.
Dia adalah orang yang jujur dengan perasaannya, mengutarakannya tanpa rasa takut dan tidak mengkhawatirkan soal harga diri.
Sedangkan, aku memilih bersembunyi dan menyamarkan "ego" dengan sebutan "harga diri".
"Saya boleh berubah demi dr. Sayed Ryan", lanjutnya.
"Iyalah tu", sahut Bella sambil tersenyum ke arahku.
Aku hanya bisa menanggapinya dengan ikut tersenyum tipis. Kurasa, aku akan segera kehilangan seseorang yang selalu ingin aku pertahankan di sisiku. Belum apa-apa, aku sudah merasa harus segera melepaskan harapanku.
"Saya tahu dr. Sayed Ryan hanya meletakkan nama Anne sebagai pesakit, mungkin sebab dia cintakan orang lain", ucap Bella sesaat setelah Anne ke toilet.
Pernyataan Bella begitu menohok. Aku tertegun sesaat, mungkin memang bukan Anne, melainkan dirinya sendiri.
Dia bisa saja tidak menyadari fakta itu, meski sangat peka terhadap lingkungan; manusia sering kali melewatkan dirinya sebagai pengecualian.
"Bukan senang cinta sepihak. Kena usaha lebih, kita pahami dia, dia tak paham kita. Dan, saya tak nak Anne rasa perasaan macam tu", lanjutnya serius.
Aku dibuat bingung dengan pernyataannya. Apa mungkin dia menyukai Ryan atau ada seseorang yang tidak pernah membalas perasaannya.
Aku tidak tahu harus bagaimana, sulit memberi tanggapan tentang urusan hati dan cinta sepihak; itu topik yang sensitif dan bisa saja menyinggung seseorang.
Selain itu, aku bahkan tidak bisa mengatasi permasalahan itu selama bertahun-tahun. Syukur, Anne kembali bergabung sehingga Bella segera mengubah topik.
***