Tiba-tiba seseorang mendorongku ke trotoar ketika aku akan menyebrang jalan. Aku ingin marah karena perbuatannya dahiku terluka, tapi urung.
Orang yang mendorongku telah jatuh tersungkur. Kemudian, aku baru menyadari bahwa orang itu berusaha menyelamatkanku.
"Ara, are you ok ?", tanyanya.
Lagi-lagi kemunculan Hanan seperti hantu, membuntutiku kemana-mana.
Bagaimana dia bisa menanyakan kondisiku ketika dirinya sendiri sedang terluka. Sesaat setelah kejadian, beberapa orang memapah Hanan ke rumah sakit karena kakinya terluka. Beruntungnya, lokasi kejadian tepat di depan rumah sakit.
Aku tidak sempat memperhatikan mobil pelaku yang langsung melarikan diri karena terlalu panik melihat Hanan tergeletak di jalan.
Kondisinya cukup mengkhawatirkan, karena itu aku merasa semakin bersalah. Bagaimanapun dia terluka karenaku, berkat pertolongannya aku hanya mengalami luka ringan pada bagian dahi kanan.
Tidak lama setelah itu, Ryan datang. Dia panik dan merasa bersalah tanpa alasan. Aku mencoba menenangkan dan meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja.
"Your friend got hurt when he tried to save me from the accident", ucapku.
"Siapa ?", tanyanya.
"Hanan Mikail", jawabku.
Sekilas aku melihat reaksi aneh yang tidak dapat kumengerti.
Dia mungkin menjadi lebih khawatir karena sahabatnya terluka. Ya, aku dapat memahami kekhawatirannya karena Hanan adalah sahabat sekaligus orang yang sangat berarti untuknya.
Setelah cukup lama menunggu, dokter yang menangani Hanan keluar dan menjelaskan keadaannya tidak terlalu buruk. Kami segera ke ruangannya untuk melihat keadaannya.
Sesaat usai memastikan kondisi Hanan baik-baik saja, Ryan pergi untuk panggilan darurat. Dia menjadi lebih sibuk karena mengambil alih pasien Om Sofyan yang sedang berlibur.
"Get recover soon, and thank you", ucapnya pada Hanan sebelum pergi.
Hanan merespon dengan anggukan. Dalam konsisi seperti ini, mereka masih bisa membuat romantic scenery di hadapanku. Kuakui, mereka benar-benar unsepareted soulmate for life.
"Ara OK ?" tanyanya usai ditinggal Ryan.
"I'm fine, because of you", jawabku yang direspon dengan senyuman.
Aku baru terlihat sekarang, setelah Ryan pergi. Jangan salah paham, aku tidak sedang cemburu. Aku hanya menyukai interaksi dan hubungan baik mereka.
Hal itu wajar karena mereka telah menjadi roommate sejak SMA karena sama-sama melanjutkan SMA di London. Kemudian, mereka memutuskan untuk tetap tinggal bersama dan melanjutkan pendidikan di Cambrigde University; hanya saja ketertarikan mereka berbeda, Ryan memilih profesi sebagai dokter dan Hanan mengejar gelar B.A dan M.BA.
"Sorry, and thank you", ucapku.
"Emm…", sahutnya.
Satu hal yang baru aku sadari, Hanan dan Ryan memandangku dengan cara yang sama. Mereka sangat mirip dalam beberapa hal, keduanya memiliki mata yang tegas sekaligus lembut.
"Both of you resemble each other", ucapku sponstan.
"I know, we've in common in many things", jawabnya.
Aku tidak mengerti mengapa lebih tertarik mengomentari ikatan bromance mereka daripada merasa tersentuh oleh perbuatannya.
Seharusnya aku tersentuh, tapi aku tidak merasakan apapun. Mungkin hatiku telah membeku, atau mungkin membatu.
🍁🍁🍁