Aku membantunya duduk di kursi roda dan mendorongnya sampai ke depan rumah. Tidak lama setelah menekan bel, seorang asisten rumah tangga berseragam hitam dan grey membuka pintu; sama sekali tidak terlihat khawatir, bahkan tidak menanyakan keadaannya.
Tiba-tiba, ibunya datang dan terlihat panik ketika melihat Hanan harus duduk di kursi roda.
"Hanan ok, luka kecik bukannya teruk sangat. Dokter pun cakap, Hanan boleh sembuh dalam masa sebulan", ucapnya lantas tersenyum untuk meyakini ibunya tentang kondisinya yang baik-baik saja.
"Ok tak apa, yang penting Nan selamat. Keadaan Ara macam mana ?", ucap ibunya saat menyadari dahiku masih diperban.
"Saya baik, Aunty", ucapku.
"Lunch dulu sebelum Ara pulang", ucap ibunya yang menyadari gelagatku ingin pamit.
"Ingat! Sebab siapa saya tak sempat lunch ?", ucapnya.
"Saya tak nak dengar apa-apa bantahan!", lanjutnya yang menyadari reaksi penolakanku.
____________
Di tengah makan siang, tiba-tiba handphone-ku berdering.
Ayah menghubungiku via whatsapp. Di seberang sana, ayah memberi salam dan aku menjawab seperti biasanya.
"Tumben ayah telpon, kenapa Yah ?", tanyaku.
"Gak, cuma penasaran gimana keadaan kamu ?", jawabnya.
"Ara sehat dan baik-baik aja", sahutku meyakinkan ayah dan tetap datar seperti biasa.
"Alhamdulillah, hmm, mahasiswa ayah sudah datang. Ara jaga diri baik-baik", ayah mengakhiri sambungan telepon dengan salam yang terdengar manis di telinga.
Obrolan kami selalu nampak canggung jika tidak bicara face-to-face, aku tidak mengerti mengapa hal seperti itu bisa terjadi.
Ayah dan aku sama-sama hemat bicara via udara dan sambungan satelit. Sehingga, kami tidak saling menghubungi jika tidak ada hal mendesak. Hal itu berbanding terbalik dengan bunda yang bahkan bisa mengomeliku via telepon dan mengatakan hal-hal yang tidak penting lain dengan lancar.
"Ara kena rehat dulu sebelum pulang!", ucap Hanan seperti memerintah.
Dia selalu memaksakan kehendak, kali ini ibunya juga mendukungnya. Aku tidak pernah punya pilihan jika dihadapkan pada Hanan, semua yang terjadi sesuai keinginannya.
Menurutinya dengan terpaksa atau tidak, sama sekali tidak ada beda. Baginya, aku hanya harus melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Percuma melawan orang nekad yang akan melakukan segala sesuatu mengikuti naluri dan nuraninya.
_________________
_________________