Chereads / Aroma Surga / Chapter 2 - Aku Mengutuk Namaku

Chapter 2 - Aku Mengutuk Namaku

Berulang kali aku menyeka air mataku, sungguh aku tidak menyangka Haslan menduakanku. Ku tertatih melawan luka yang masih basah. Kini aku benar-benar sebatang kara.

Namaku Lara, apa aku harus menahan lara selamanya?

Berulang kali aku mengutuk namaku, nama yang berarti terus dalam sebuah duka. Bahkan, aku harus terusir dari rumah orang tuaku. Sungguh hebat dan kejamnya dunia ini.

Hatiku mulai terasa ngilu, nyeri serta sebuah radang yang teramat sangat.

"Bagaimana bisa beban kehidupan teramat pahit? apa mungkin Allah sengaja mengujiku dengan nestapa begitu perih?"

Rumah kontrakan yang begitu kecil di sebuah kawasan elit. Kalau lebih tepatnya ekonomi sulit. Namun, aku masih bersyukur masih ada tempatku berteduh.

Suara gerimis mulai datang. Badai mulai menyambar. Air mulai jatuh dari atas.

"Astaga, hidupku benar-benar dalam ujian."

Ku berlari mengambil baskom dan ember kosong. Sungguh aku tidak menyangka harus bernasib seperti ini.

Kematian kedua orang tuaku menjadikan sebuah tanda tanya besar dalam kehidupanku. Tak pernah aku menyangka kalau kehidupanku makin parah.

"Semoga esok lebih baik," harapku berusaha menyeka air mata yang sudah terjatuh membasahi pipiku.

---

Pov Author.

Haslan menatap sebuah bingkai foto dengan Lara, ia tidak menyangka bahwa perempuan itu meninggalkannya.

Kara bagi Haslan hanya mainannya saja, sedangkan Lara adalah cinta sesungguhnya.

"Dasar bodoh kamu Haslan! sumpah kamu telah menyia-nyiakan Lara!" runtuk Haslan atas dirinya.

Haslan mengengam segelas anggur merah, lalu ia lemparkan ke segala arah.

"Lara, kenapa kau tidak memberikanku kesempatan sekali lagi?!" rutuk Haslan dalam batinnya.

Haslan pun mencerca dirinya sendiri, ia merasakan betapa bodohnya telah menyiakan-nyiakan cinta dari perempuan sebaik Lara. Kini ia hanya mampu meratapi kebodohannya.

---

Pov Syahid.

Kehidupan tentang ibuku yang sering mendapat caci makian. Ibuku bekerja sebagai wanita yang menyewakan rahimnya untuk sebuah keluarga kurang beruntung dalam mendapatkan keturunan. Tapi banyak dari tentangga yang selalu mencerca dengan kata-kata hinaan.

Ku berusaha membuktikan, kalau tidak selamanya hidupku selalu mendengar apa kata orang. Semua selalu menganggapku sebagai anak harap, tapi baiklah. Sungguh aku tidak peduli.

Prestasiku akan membuktikan siapa diriku. Ku selalu meminta kepada Allah agar memberikanku kekuatan dan kesabaran.

Ibuku sudah lama meninggalkanku, tapi aku harus mencarinya. Meskipun, banyak sekali hal yang terlalu pelik dalam sebuah kehidupan.

Sepuluh tahun lalu, ibuku telah pergi. Dia telah pergi. Ia memintaku untuk tidak mencarinya, tapi aku merindukan ibuku. Doaku selalu ku terbangkan untuk dirinya di mana pun dia berada.

Ku juga ingin tahu di mana ayah kandungku. Tapi, sejak saat aku terlahir di dunia ini belum sempat mengenal dia. Sejak dulu hidupku hanya bisa ku kejar dengan ambisiku, bahkan aku rela mati-matian buat mengejar impianku.

Perjuangan dan mimpiku hanya ingin ku buktikan kepada ibuku. Kalau aku bisa menjadi anak yang hebat agar dia bangga terhadapku.

Air mataku kadang terjatuh tiap kali aku berada di atas sebuah sajadah. Ribuan doa ku panjatkan karena aku hanya ingin bertemu keluarga yang utuh.

Menjalani hidup sebatang kara terasa sangat berat. Apalagi banyak cercaan dan hinaan tentang masa lalu ibuku bertahun-tahun lamanya.

Aku pun keluar dari kampung halaman berusaha untuk menjadi orang yang tidak dipandang sebelah mata. Hingga akhirnya aku bisa duduk di bangku kuliah fakultas kedokteran umum dengan jalur beasiswa.

Saat itu aku pun lulus dengan nilai IPK tertinggi. Dan aku mendapatkan rekomendasi di rumah sakit umum Semarang. Kehidupanku perlahan membaik. Sekarang aku hanya berharap bisa membawa ibuku bersamaku.

Ku tatap sebuah langit di luar yang masih gerimis. Ku nikmati secangkir latte dengan double shoot espresso. Mataku menatap satu titik. Seorang anak dalam gandengan tangan keluarga yang utuh. Sumpah aku merasakan iri dalam kehidupan mereka terkadang.

"Bro, sedang apa kamu di sini?"

"Dimas?"

"Well, apa kamu rindu dengan nyokap kamu?"

Ku terdiam sejenak, karena Dimas sahabatku memang tahu tentang semuanya.

"Sorry, aku juga belum bisa bantu kamu, bro."

"It's ok."

Lalu, aku dan Dimas kembali mengalihkan ke obrolan lain, karena aku juga harus bisa menata hidupku.

----

Pov Lara.

Perutku terasa sangat perih, seharian tadi aku belum sempat untuk makan. Mungkin, aku akan membeli mie duk-duk yang harganya lumayan bersahabat dengan kantongku.

"Lara? Ngapain kamu jam segini ke sini?!"

Aku pun nyengir melihat Mita sahabatku.

"Aku laparlah, Mit."

"Well, kamu sekarang udah nggak tinggal di rumah mewah berpenghuni neraka itu?" Mita menaikan alis sebelahnya.

Aku pun mengangguk mengiyakan.

"Ya, kenapa kamu nggak dari dulu aja keluar dari rumah itu, Lara?"

Aku pun terdiam sejenak, sumpah tidak bisa bilang apa-apa lagi. Setelah, beberapa tahun ku tinggal bersama mereka. Baru ku tahu, bahwa mereka dibalik kematian kedua orang tuaku. Kini aku belum mengetahui di mana kakak kandungku berada.

"Lara?!"

Lara pun hanya diam, ia tidak akan mampu menceritakan semua kejahatan dari Viona dan Alex. Mereka memang sepupu dari orang tuanya yang gila kekuasaan dan harta. Bahkan, ia tahu kalau warisan itu akan menjadi hak milikku, setelah usiaku 25 tahun.

Surat pengalihan hak warisan itu sudah ku tanda tangani, ia mengancam untuk menghabisi semua orang yang dekat denganku. Termasuk dua sahabatku Erlan dan Mita.

"HEH, KOK MALAH BENGONG SICH LARA?!"

Aku hanya diam sejenak, lalu ku tersenyum. Bibir Mita mengerucut, ia memang teman terbaik, namun memiliki jiwa kepo teramat sangat.

"Mbak, mienya udah matang."

"Iya, Pak Lek," ucapku sambil menerima sepiring mie duk duk goreng.

"Mit, aku laper. Ku makan dulu ya."

"Okay, tapi kamu punya hutang cerita loh!" ucap Mita.

"Terus kamu juga ngapain malam-malam keluyuran, Mit."

"Malam?!" ulang Mita. "Ini baru jam 07.00, cinderella aja pulangnya jam 12.00 malam, masa aku jam segini udah pulang. Yang benar saja donk, Lara!"

Hujan kala itu sudah reda, namun jalanan masih basah.

"LARA!"

Aku menoleh ke sumber suara yang tidak asing di telingaku. "Mampus!" batinku, ketika aku melihat Haslan mantan kekasihku yang pernah membuatku sakit hati dan terluka dalam. "Kenapa dia datang di waktu tidak tepat?" gumamku.

Aku pun menaruh sepiring mie duk duk yang masih belum habis, dan membayarnya. Lalu, aku pun berlari meninggalkan tempat itu. Jujur aku tidak sanggup bertemu dengan dia kembali. Mau bagaimana pun hatiku masih mencintainya.

"Eh, Lar,-"

Haslan mengejarku, lalu aku bersembunyi. Di sebuah rumah kontrakan yang aku sendiri nggak tahu milik siapa. Tapi, hanya ini tempat yang aman bagiku. Derai napasku mulai tidak beraturan. Sungguh, aku masih belum bisa bertemu dan memaafkannya.

Jantungku berasa ingin copot, karena mau bagaimana lagi. Sumpah aku nggak ingin melihat pria brengsek itu. Ku coba meredakan detak jantungku yang tidak beraturan akibat harus berlari menghindar darinya.

"Kenapa dia harus datang dan muncul kembali?!"

Ehem.

Aku pun terkejut mendengar suara deheman.

"Mampus, aku ketangkap pria brengsek itu!" ucapku dalam hati, sungguh aku pasrah bila harus bertemu dengannya kembali.

Ketika aku mendongak, masyaallah aku melihat bidadara surga yang begitu tampan.

Dia mirip banget dengan oppa Jungkook. Matanya sumpah mengambarkan keteduhan jiwa dan hati."Apa aku mimpi?" batinku.

Ku coba mengucek kedua mataku berulang kali untuk memastikan kalau ini nyata bukan haluku. Ternyata dia benar Jungkook tingkat KW super. Aroma mint aku rasakan dari helaan tiap napasnya.

"Astagfirullah, Lara!" runtukku dalam batin, lalu ku tundukkan pandanganku, tapi dia buatku sekejap terpesona dengan ketampanannya yang super oppa-oppa.

"Kamu siapa?!"

"Aku?" lalu aku menunjuk diriku sendiri dengan jari telunjukku sendiri.

"Yaiyalah, mbak. Masa di sini ada makhluk lain," ujarnya.

Aku pun meringis.

"Sorry, tadi habis ada preman mau malakin, jadi aku ngumpet di sini. Karena sudah aman, permisi aku mau pergi, mas," ucapku sambil nyengir. "Assalamualaikum."

"Walaikumsalam," balasnya.

Lalu, aku pergi dengan meninggalkan senyuman untuk dia, sumpah rasanya ketemu oppa Jongkook kw pun nggak masalah.

Ku pun melangkah sambil tengok kanan kiri, ku rasa aman, lalu ku ambil langkah cepat menuju ke kontrakan dengan hati was-was.

---

Happy Reading