Chereads / Arcadian Crusader : Great Flower Plain / Chapter 6 - Three Pierrot #1

Chapter 6 - Three Pierrot #1

Seorang wanita penjaga kedai ini mengeluarkan satu dek kartu. Dia mengeluarkan semua kartu tersebut kemudian mengocoknya dan menjajarkannya di depanku. Kartu-kartu itu terlihat asing di mataku. Coraknya yang aneh membuatku berpikir dua kali bahwa aku pernah melihatnya di suatu tempat. Namun meski aku ingat-ingat, kartu ini merupakan jenis kartu yang baru lihat hingga saat ini.

"Silakan Nona Maleficent, ambil salah satu kartu tersebut." ujar wanita penjaga kedai.

"Tidak." ujarku sambil menutup salah satu kartu tersebut dengan telapak tanganku dan menimpa tangan penjaga kedai. "Sebelum itu... Aku ingin mendengar aturannya."

"Oh, maafkan ketidak sopananku ini. Baiklah...dengarkan aku berbicara."

Kartu-kartu ini dinamakan Kartu Pierrot. Berjumlah sama seperti kartu remi biasa namun dengan perbedaan di bagian gambarnya. Akan tetapi, kartu pierrot ini hanya memiliki dua gambar saja yang berbeda. Dan kedua gambar itulah yang akan menentukan nasib si pemain. Aku di sini sebagai bandar dan kau Nona Maleficent yang akan menjadi pemain. Aturannya sederhana. Anda hanya perlu membalik kartu-kartu ini sebanyak tiga kali. Dan semua kartu yang kau balikkan, akan menentukan nasib mu.

Dalam kartu pierrot ini, memiliki dua gambar yang berbeda. Yang satu adalah kartu Smiling Pierrot dan yang satu lagi adalah Sad Pierrot. Kau harus menemukan kartu smiling pierrot untuk mendapatkan nasib yang bagus. Atau apabila kau malah membuka sad pierrot, kemalangan akan terjadi kepadamu.

"Kemalangan ? Keberuntungan ? Sepertinya bukan masalah untukku. "Lalu bagaimana kalau aku mendapat dua kartu senyum dan satu kartu sedih."

Pola-pola tersebut memiliki arti di setiap penempatannya. Dan hanya akulah yang tahu rahasia di balik pola-pola tersebut di ruangan ini. Untuk saat ini, anda hanya diminta untuk mencari smiling pierrot saja.

Menurut dari penjelasannya, permainan kartu ini, atau yang aku sebut begitu, akan menentukan nasibku ke depannya. Namun, bukankah itu sangat mencurigakan. Apa yang terjadi apabila Ia berbohong soal nasibku ? Tentu saja aku akan memukulinya. Tapi apa yang akan terjadi ke depannya ? Inilah salah satu hal kenapa aku tidak suka mengundi nasib.

"Apakah kau masih tertarik... Maleficent ?" ujar wanita penjaga kedai.

"Baiklah masukkan aku ke dalam permainanmu. Namun aku tidak akan percaya apapun hasilnya." ujarku menyilangkan tangan.

"Kalau begitu 30 Diu dan kita akan mulai. Setuju ?"

Aku merogoh kantongku, di dalamnya terdapat 500 Diu lagi tersisa, hasil pembagian uang dari West August. Dia memang terkadang membuatku kesal karena tidak membaginya dengan rata. Tapi itu bukan masalah selagi aku masih bisa membeli roti seharga dua diu.

Perjanjian telah disepakati. Wanita itu menerima uang yang aku berikan dan dia memberiku izin untuk membalik kartu-kartu yang ada di hadapanku. Aku sempat ingin menipunya untuk melihat ekspresi ketika aku menyentuh salah satu kartu tersebut. Sayangnya dia memakai topi itu untuk menghalangi wajahnya.

Tapi... aku tidak akan menyerah untuk berbuat curang. Aku akan mencari cara agar bisa mengintip gambar-gambar dalam kartu tersebut. Pasti ada sihir untuk melihat kebalikan kartu tersebut.

"Apakah kau sudah menentukan, Nona ?"

"Ah tidak... Tunggu sebentar dan biarkan aku memilih."

Sayang sekali, aku tidak bisa berbuat curang. Semua akal bulusku akan ketahuan bila aku memakai sihir. Tapi ya sudahlah... Ini hanyalah sebuah permainan. Dan sebuah permainan tidak akan mengubah nasibku apabila aku mendapatkan skor terkecil.

*tiga kartu kemudian*

"Apa... Apa-apaan ini..."

Aku terkejut, aku mendapatkan muka sedih semuanya. Mungkinkah ini pertanda buruk bagiku. Tapi aku tidak percaya dengan hal seperti itu. Hal yang bisa aku lakukan saat ini adalah membayar dan mengulangi permainan ini lagi.

"Nasib mu suda--"

"Diamlah ! Aku akan membayar lagi dan melakukan permainan yang menjengkelkan ini lagi. Apakah itu bisa dilakukan ?" ujarku memotong kata-kata wanita penjaga kedai.

"Tentu saja itu bisa dilakukan... Akan tetapi, nasibmu tidak akan berubah."

"Siapa tahu bukan masa depan itu bisa berubah atau tidak..."

*tiga kartu kemudian*

Sialan... Aku mendapat tiga kartu sedih lagi. Sudah kedua kalinya aku mencoba namun masih tidak ada hal yang berubah. Aku merasa kecewa, hatiku sakit, apakah ini yang disebut adrenalin seorang pejudi ?

"Baiklah kala--"

"Belum... Aku belum selesai ! Sekali lagi..."

*330 Diu kemudian*

"SIALAN !"

Aku mendapatkan tiga kartu sedih lagi setelah percobaan ke tiga belas. Apakah takdir telah berkata kepadaku bahwa aku memang payah dalam berjudi. Kalau August tahu hal ini dia pasti marah besar. Bukan berarti aku takut atau apa. Namun ini semua salahku karena telah membuang-buang uang yang telah Ia percayakan kepadaku.

Akupun menempelkan kedua tanganku dan berkata, "August... Apabila kau mendengar ini tolong maafkanlah aku."

"Tenang saja Nona rahasiamu aman kepadaku."

"Benarkah... Kalau begitu terima kasih..." ujarku dengan nada sedih.

"Kemudian... Mau kau dengar apa ramalan yang kau dapat setelah 390 Diu tersebut ?"

"Iya baik aku mau tapi tidak usah disebutkan jumlah uangnya..."

Aku menyerah. Sisanya tinggal mendengarkan apa yang ingin dia ucapkannya. Aku sudah tidak peduli dengan apa katanya karena aku sudah tahu bahwa aku itu sial sekali.

Wanita penjaga kedai itu bergumam. Dia komat-kamit membaca mantra sambil menempatkan satu tangannya di atas ketiga kartu tersebut. Aura berwarna magenta keluar dari tangannya. Mantra sihir yang Ia gunakan bekerja dengan normal.

"Aku melihat... Kematian !" ujar wanita tersebut.

Seketika aku terbangun dan menatap ke arahnya. Kata-katanya membuat bulu kudukku berdiri. Namun itu bukan berarti aku percaya dengan ramalan atau semacamnya. Aku hanya tidak enak kalau seseorang menyatakan tanggal kematianku.

"Jangan bercanda !" aku berdiri kemudian mengacungkan payungku, "Apabila kau ingin bertarung katakanlah... Aku siap membunuhmu kapan saja." tatapku tajam.

"Sayang sekali, Nona..." wanita itu tersenyum lebar, "Tapi bukan aku yang akan membunuhmu !"

Sifat wanita penjaga kedai ini berubah. Aku merasakan aura pembunuh dalam dirinya. Namun bagaikan batu di pegunungan, dia tidak bergetar meskipun aku menodongnya dengan payungku. Payungku ini memiliki ujung yang tajam, yang cukup untuk membuat lobang di kepalanya.

"Kau pikir dimana kau berada sekarang... Maleficent."

Tiba-tiba kabut tebal meledak dan mengelilingi kami. Pintu keluar untukku menghilang ditelan kabut-kabut tersebut. Langsung saja aku tancapkan payungku di kepalanya sebelum dia melarikan diri. Tapi aku gagal, payungku langsung menembus kepalanya bagaikan halusinasi.

"Semoga kau selamat... Maleficent." ujarnya sambil perlahan-lahan menghilang.

"Sial... Ini jebakan." aku menggigit jariku. Aku melihat sekelilingku, kabut-kabut tebal ini mulai menjepit diriku. Sempat melintas dalam pikiranku untuk menghilangkan mereka dengan sihirku. Namun aku lebih penasaran dengan dalang di balik orang yang akan membunuhku. Lagipula kabut-kabut ini hanyalah perantara untukku berteleportasi ke tempat mereka akan membunuhku. Mungkin saja.

Kabut-kabut ini telah menutupi seluruh badanku. Pandanganku kabur kemudian terasa sesak di dalam dadaku. Namun perasaan ini bukanlah sebuah serangan, melainkan efek samping dari sihir teleportasi. Aku sudah terbiasa dengan ini. Namun tetap saja, aku tak bisa membayangkan apabila seseorang menggunakan sihir teleportasi dengan sangat cepat dan berkali-kali. Belum sekalipun aku bertemu orang seperti itu.

Tak lama kemudian, pemandanganku menjadi lebih ringan seperti semula. Rasa sesak dalam dadaku ini menghilang. Aku bisa melihat di mana aku berada saat ini.

Banyak sekali pohon mengitariku. Padahal sebelumnya aku berada di perbatasan yang dekat dengan gurun. Geografi wilayah yang aku injak ini berubah. Wanita penjaga kedai itu benar-benar menampakkan siapa dirinya sebenarnya.

Dari hasil aku identifikasi aliran sihirnya, wanita itu termasuk ras ahli sihir. Berbeda dengan kami para penyihir yang menggabungkan alkimia sebagai sihir utama kami, golongan ahli sihir sangat memfokuskan dengan sihirnya. Namun terima kasih kepada Ieros Prosopiko milikku, sekarang diriku semakin jauh dengan kata penyihir. Meskipun pada awalnya aku adalah seorang penyihir.

Dari kegelapan hutan, terlihat cahaya berkelap-kelip, berwarna-warni. Kehadiran tiga orang kemudian muncul dari sana. Mereka mengenakan pakaian badut yang sangat berwarna. Bagaikan seorang pierrot, mereka menutupi wajah mereka dengan sesuatu yang putih, topeng putih.

"Yahooo...! Selamat pagi, Maleficent." sapa badut berpakaian warna merah kekuning-kuningan.

"Dan selamat datang di....." ujar badut berpakaian warna merah keungu-unguan.

"Pesta kematian Sang Malapetaka !" ujar badut berpakaian warna biru nilam kemudian dilanjutkan dengan ledakan petasan di belakang mereka yang sedang berpose gabungan.

Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa setelah melihat aksi mereka tersebut. Maksudku, tiba-tiba saja ada tiga orang badut yang keluar dari dalam kegelapan sambil berpose ceria. Kebingungan melanda pikiranku dengan bertanya-tanya dalam hati, "Siapa yang menyuruh badut kesini ?" Aku menelengkan kepalaku.

"Jangan kebingungan seperti itu..."

"...Nona Malapetaka..."

"...Karena kematianmu..."

"...Akan segera menjemputmu..."

"...Di tangan kaaammmiiii..."

"...Ahahahahahaha..."

Mereka menari-nari mengitariku sambil berkata demikian. Karena mereka berbicara sambil menari dan menutupi wajah mereka, aku tidak bisa tahu siapa diantara mereka yang berbicara. Namun hanya satu yang pasti... mereka semua menertawakanku. "Jangan macam-macam... Aku tidak akan mati semudah itu di tangan para badut." aku menajamkan mataku.

"Ohoho..."

"...Tidak mudah mati..."

"...Katanya..."

"...Ahahahahaha..."

"...Tapi bagaimana..."

"...Kalau kau sebenarnya..."

"...Sudah mati..."

"...Hahahahahahahohoho..."

Tiba-tiba saja ada sebuah benang yang telah mengikat badanku. Benang itu sangat tipis dan terasa panas di kulitku. Ikatannyapun kencang sehingga membuat kulitku kesakitan. Saat mereka menari mengelilingku pastinya mereka mengikatku dengan benang-benang ini. Aku terlambat menyadarinya karena tipisnya benang ini dan tingkah mereka yang memalukan.

Benang-benang ini akan meledak. Semakin lama, warnanya semakin memerah. Tercium bau mesiu yang telah disihir untuk berada dalam benang ini. Dan suatu saat bisa meledak juga berdampak pada diriku. Ini gawat.

"... L E D A K A N ..."

"...Hiyaaaaaahhhh..."

*duar* Benang-benang yang mengikatku itu meledak. Api-api mulai membakarku dengan kasar. Suara ledakan itu terdengar nyaring namun ledakannya tidak sampai 8 meter.

"...Yahaha..."

"...Kita berhasil..."

"...Berhasil..."

"...Berhasil..."

"...Yatttaaaa..." mereka bertepuk tangan.

Sementara itu dari kejauhan. August merasakan sesuatu yang tidak enak. Seketika dia menjatuhkan cangkir kopi yang baru saja ingin dia seruput. Hatinya berdegup kencang sekali, tiba-tiba saja cangkir itu terasa panas sehingga dia menjatuhkannya. "Jeanne..."

"Ada apa, tuan muda ?" ujar seorang narasumber di depannya.

"Ah tidak... Aku hanya risau."

Bersambung