"Hei... Heeiiii ! Tok tok tok..."
August terbangun dari tidur kilatnya. Dia melihat seorang perempuan di depannya namun bukan Jeanne. Perempuan itu memiliki mulut yang lebar dan sedang tersenyum kepadanya dengan mata yang terlihat ingin mengintimidasi. Seketika August terkejut dan mundur dari kursinya, "Wow wow anak kecil... tenang tenang... aku sudah bangun."
"Kalau begitu syukurlah..." jawab perempuan tersebut.
Perempuan itu kemudian mendekati wajah August dan memperhatikannya secara detail. Tidak tahan, kemudian wajah perempuan itu memerah dan mulutnya terbuka lebar. Perlahan-lahan air liur keluar dari mulutnya dan menetes di baju August. Seketika August mendorong wajah perempuan itu menjauh sambil merasa jijik, "Apa yang kau lakukan !?"
Seseorang kemudian menggenggam tangan August. Dia menggenggam tangannya dengan kuat sehingga susah untuk di lepaskan. "Sabar, jangan kasar kepada saudariku."
Kali ini adalah seorang laki-laki berwajah mirip dengan saudarinya. Namun perbedaannya hanyalah laki-laki ini tidak memiliki mulut yang lebar. Tatapannya tajam dan senyuman terukir dalam wajahnya bagaikan tidak akan pernah lepas.
"Apa-apaan kalian ini... Lepaskan !" August menarik tangannya.
Dengan lembut, laki-laki itu melepaskan tangan August. "Tenanglah West August... Kami tidak bermaksud untuk menyakitimu."
"Kami hanya ingin berbicara dengan mu... Bolehkaaan ?" ujar perempuan itu sambil melebarkan senyumannya.
Sejak setelah saat itu, August merasa cemas dengan kondisinya. Pembicaraannya berlangsung mulus tanpa kendala sedikitpun namun tiba-tiba saja August jadi merasa cemas. Mereka terus-terusan membicarakan Jeanne meskipun August tak pernah memberi tahu siapapun. Pembicaraan itu terasa sangat mencurigakan. Ia pun langsung berinisiatif untuk mencari informasi mengenai kedua orang itu.
"Mungkin saja... Mereka adalah Three Pierrot." ujar pria tua yang ditanyai oleh August.
August menjatuhkan cangkir kopinya, terkejut. Cangkir kopi yang Ia minum seketika menjadi panas. Dadanya berdegup kencang satu kali. Sekarang Ia merasa cemas.
"Ada apa, Tuan Muda ?"
"Ah tidak... Aku hanya risau." August menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa tujuan mereka ?"
"Aku tidak tahu pastinya. Tapi menurut rumor, tujuan mereka adalah....."
+---+---+---+---+
Ketiga badut itu menatap tubuh Jeanne yang terbakar. Mereka kemudian menari-nari mengelilinginya sambil bernyanyi ceria. Kata-kata, "...Malapetaka akan hilang..." terus-terusan keluar dari mulut mereka. Seperti tidak ada hal yang menarik lagi selain kematian Jeanne Abigail.
Api-api yang membakar tubuh Jeanne terlihat seperti ikut menari dengan mereka. Irama yang para badut itu lantunkan, menyeusuaikan gerakan api tersebut. Diapun ikut senang atas terbakarnya Sang Malapetaka.
"...Api-api membara..."
"...Menari-nari di udara..."
"...Oh bahagianya dunia ini..."
"...Tanpa kehadiranmu..."
"...Yohohoho..."
"...Yahahahaha..."
"...Kami menari atas kepergianmu..."
"...Yeeeeaaayyyy..."
"Hei badjingan !" Suara Jeanne terdengar keras dari dalam kobaran api tersebut. Bayangan seorang wanita memegang sabit raksasa, terlihat jelas di dalam sana. Jeanne Abigail menatap ketiga badut itu dengan tatapan seorang pembunuh di dalam api tersebut. "Api-api lucu mu itu masih terasa dingin di kulitku..."
"Bahaya ! Aku tahu kau tidak akan mati semudah itu." ujar badut dengan pakaian warna biru nilam.
"Kalau begitu... Semuanya ! Mari kita lakukan hal itu." ujar badut dengan pakaian warna merah kekuningan.
" ! Fire Elemental Magic : Flamethrower ! " rapal ketiga badut tersebut.
Api-api kemudian menyembur dari ketiga lingkaran sihir di tangan mereka. Satu api yang membakar Jeanne saja sudah membuat hawa menjadi panas, kini mereka menambahkan tiga api lagi. Mereka menembakannya ke arah Jeanne dengan sangat percaya diri.
"Kali ini pasti berhasil... Kaum penyihir tidak mungkin sangat kuat terhadap api." ujar badut dengan pakaian warna merah keunguan.
"Jangan lengah dulu ! Yang kita hadapi ini bukanlah penyihir biasa." seru badut dengan pakaian warna merah kekuningan.
"Pernyataan yang tepat badut cerdas." Dari dalam api, terlihat bayangan Jeanne mengangkat tinggi-tinggi sabit raksasa. Ia kemudian mengayunkan sabit tersebut sekuat tenaga dengan satu tangan. Angin berhembus sangat kuat dari dalam api tersebut sehingga memadamkan sihir yang para badut itu pakai. Daun-daun beterbangan dan pohon-pohon bergoyangan di dalam hutan tersebut. Hutan itu bergoyang bagaikan ada ledakan angin yang besar di dalamnya.
Ketiga badut itu menahan posisi mereka agar mereka tidak terhempas gara-gara angin tersebut. Sementara itu Jeanne berdiri di tengah-tengah mereka sambil memanggul sabit raksasa dengan gagah.
Pakaian Jeanne berubah menjadi pakaian sihirnya yang selalu dia andalkan. Pakaiannya memang terlihat lebih menunjukkan kulit namun dia menjadi super kuat karena efek sihir yang dimilikinya. "Kemarilah dan menari denganku... Wahai badut pesta !" ujar Jeanne dengan bersemangat.
Para badut itu kemudian mengambil posisi mereka masing-masing. Mereka mengeluarkan senjata andalannya dan siap bertempur. Badut berpakaian warna biru nilam menggunakan palu besar sebagai senjatanya, badut berpakaian warna merah keunguan menggunakan tongkat sihir sebagai senjatanya, dan badut berpakaian warna merah kekuningan menggunakan pedang besar yang mirip dengan katana.
"Senjata kalian terlihat cukup tangguh... Mari kita beradu." ujar Jeanne mengacungkan sabitnya.
"Hiiiyaaa..." badut merah kekuningan melompat menuju Jeanne. Dia mengarahkan mata pedangnya ke kepala.
Dengan cepat, Jeanne menangkisnya menggunakan sabit raksasa. Suara benturan logam nyaring begitu Jeanne menangkis. Namun tidak hanya itu. Dengan cepat, badut berwarna biru nilam menyerang dari belakang. Refleks, Jeanne menghindar secepatnya dan berlari menuju badut berwarna merah keunguan. Palu badut berwarna biru nilam itu menghantam tanah dengan keras sehingga menyebabkan ledakan yang begitu kuat.
"Tak akan kubiarkan !" Badut berwarna merah kekuningan menyusul Jeanne dan menghadapinya sekali lagi. Akan tetapi, kali ini Jeanne menjadi lebih buas. Ia mengayunkan sabitnya berkali-kali dengan cepat dan kuat sehingga membuat badut yang menghalanginya lemas karena terus-terusan menangkisnya.
Badut berwarna merah keunguanpun mau tidak mau harus melawannya. Dia kemudian merapal sebuah mantra ledakan jarak dekat. " ! Fire Elemental Magic : Molotov ! "
Api dari lingkaran sihirnya kemudian muncul dan meledak ke arah Jeanne. Akan tetapi, tembakannya meleset. Jeanne menghindar sambil melompat ke arah badut tersebut. Ia mengarahkan bagian tajam sabit tersebut ke leher badut merah keunguan. "Matilah !"
"Tidak akan !" badut berwarna merah kekuningan tiba-tiba menghalangi serangan Jeanne. Dia melindungi badut berwarna merah keunguan dengan pedang katana besarnya. Namun karena besarnya kekuatan Jeanne, mereka malah terhempas menjauh darinya. Suara benturan logam menyaring dengan keras.
Tiba-tiba, aura biru gelap terasa pekat di belakang Jeanne. Aura kemarahan begitu terasa di punggung Jeanne. Seorang badut berpakaian biru nilam telah bersiaga untuk mengeksekusi kepalanya. Dengan kuat dan cepat, Ia menghantamkan palu besarnya ke kepala.
Sayangnya, Jeanne lebih unggul dalam hal kecepatan. Ia langsung menangkis palu besar itu dengan sabitnya sebelum palu itu menyentuh kepala Jeanne. Badut berpakaian biru nilam hilang keseimbangannya. Seketika Jeanne menendangnya dan Ia pun terpental menjauh sama halnya dengan badut-badut yang lain.
Ketiga badut itu menjadi lemas. Dua dari mereka terbaring di tanah dan badut berpakaian warna biru nila membentur pohon hingga tersandar dan tak sadarkan diri disana. Tak lama kemudian, badut berpakaian warna merah keunguan hilang kesadarannya.
"Cuman segini doang ? Ayolah kalian bisa lebih baik... Ahahaha !" ujar Jeanne dengan nada sombong.
Seketika keadaan hutan disana menjadi hening. Tidak ada seorangpun yang berbicara. Para badut itu telah lemas karena melawan Jeanne.
"Baiklah... Aku kembali saja." ujar Jeanne sambil jalan menjauh.
"Tunggu...!" Seorang badut berwarna merah kekuningan memanggil. Dia mencoba berdiri dengan kondisinya yang lemas. "...Sang Malapetaka tidak boleh... Pergi !"
Topeng yang dia pakai mulai pecah dan rontok dari kepalanya. Memperlihatkan wajah asli Sang Badut yang lemas kesakitan. "Aku belum selesai... bertarung..."
Seketika hati Jeanne terketuk. Dia mengingat sebuah wajah yang mirip dengan seseorang. Akan tetapi, dia tidak bisa mengingatnya karena orang itu tidak memperlihatkan wajahnya seutuhnya.
"Aku memiliki dua orang adik... Mereka akan segera menemuimu. Dan saat kau bertemu dengan mereka, tolong hiburlah mereka". Seketika kata-kata itu bergema di kepala Jeanne. Dia langsung berlari menuju badut berwarna biru nilam yang tidak sadarkan diri. Ia lepas topengnya kemudian melihat wajah di balik sana.
Jeanne terdiam. Dia tidak mengatakan apapun setelah membuka topeng tersebut.
"...Penyihir... Apa yang kau lakukan ! Lawan aku..." ujar badut berwarna merah kekuningan dengan nada garang namun kelelahan.
"Melihat wajah kalian... Membuat diriku malas." Jeanne berdiri mengacungkan sabitnya ke badut itu, "Majulah... Biar aku hibur dirimu."
Badut dengan baju merah kekuningan itu maju dengan membawa pedangnya dua tangan. Dia mengayunkan pedangnya dengan sedikit sisa kekuatannya. Jeannepun menangkisnya. Badut itu mengayunkan pedangnya lagi dan kemudian Jeanne menangkisnya lagi. Dia terus melakukannya hingga benar-benar lemah.
"Kau itu berbahaya..." Badut itu terpental, "...Kau tidak boleh dibiarkan..." Badut itu terpental lagi, "...Hiduuupp..." ketiga kalinya badut itu terpental kembali oleh tangkisan sabit raksasa Jeanne.
"Tenang saja pemuda..." Jeanne kali ini menangkis pedang badut itu dengan sekuat tenaga. Pedang badut itu lepas dan terlempar jauh dari tangannya.
Akan tetapi, badut itu tidak putus asa. Tanpa pedangnya, dia masih bisa melukai Jeanne dengan tangannya dia pikir. Ia pun mengepalkan tangannya kemudian melontarkan pukulannya. Sambil menutup mata, dia bersiap untuk kehilangan tangannya.
Tiba-tiba saja, rasa hangat menyelimuti tubuhnya. Seseorang seperti sedang memeluknya dengan rasa kasih sayang. Perasaan yang dulu sempat hilang, kini terasa kembali di tubuhnya. "...Ibu ?".
.....
Seketika suasana hening. Tidak ada sedikit suara yang melewat disekitarnya. Jeanne yang biasanya banyak bicara, kini hening bagaikan batu. Momen ini tercipta karena adanya sebuah perasaan yang sampai kepada Jeanne. Perasaan yang dulu pernah menghiasi hidupnya.
"...Ibu... meskipun sebentar... Aku senang bisa memelukmu kembali..."
Badut itu kemudian hilang kesadarannya. Dia pingsan dipelukan seorang wanita dari salah satu roh milik Jeanne. Dan roh tersebut, mengaku memiliki ingatan lama terhadap badut tersebut.
"Dia adalah anakku... Aku merasa sangat beruntung telah dibunuh olehmu dan membiarkanku menjadi salah satu pelayanmu, Nona Muda." ujar roh tersebut.
"Aku mengerti... Bagaimana perasaanmu karena kamu bisa bertemu dengan anakmu kembali..." Jeanne kemudian terduduk sambil memegangi dadanya. Dadanya sakit ketika Ia melihat pemandangan seperti itu.
"Nona Muda !" roh itu kemudian menghampiri Jeanne dan mengusap pipinya yang basah, "Maafkan aku karena telah membuatmu meneteskan air mata..."
Jeanne mengangkat kepalanya dan menatap roh tersebut. Dia melihat sosok wanita yang memiliki sisi keibuan yang sangat kental padanya.
"Kau tahu Nona Muda... Kebahagiaan seorang Ibu bukanlah karena dia dapat melihat anaknya setiap hari. Namun karena dia dapat melihat anaknya tumbuh besar dan kuat di masa depan nanti. Aku yakin, Nona Muda. Ibu Nona Muda, pasti akan sangat bangga kepadamu." roh itu memegang tangan Jeanne.
Jeannepun kemudian berdiri. Dia telah mendapatkan kembali kepercayaan dirinya. Ia mengusap pipinya kemudian mengulurkan tangannya kepada roh tersebut, "Perjalanan ini masih panjang... wahai pelayanku. Masih ada waktu untuk menangis di hari kemudian. Bangunlah karena sebentar lagi pria yang menjengkelkan akan datang menemui kita."
Tiba-tiba, langkah kaki kuda terdengar mendekati mereka. Mereka bergerak dengan cepat seolah-olah mengkhawatirkan sesuatu yang penting. Roh yang bersama Jeannepun kemudian menghilang kembali ke tempat asalnya. Tinggal menyisakan Jeanne dan tiga orang yang pingsan di sekitarnya.
"JEAAANNNEEE !!!"
Bersambung