Chereads / Arcadian Crusader : Great Flower Plain / Chapter 15 - Jeanne Abigail Spirit World

Chapter 15 - Jeanne Abigail Spirit World

"Akhirnya aku kembali."

Jeanne Abigail melamun sambil menatap langit-langit. Kosong, gelap, dan tak bercahaya bagaikan perasaannya hari ini. Kejadiannya di pertarungan itulah yang membuat hatinya hampa. Rasa kegagalan melanda pikirannya sehingga membuat moodnya sangat jelek.

Dia berpikir, betapa indahnya dunia ini apabila dihiasi bintang-bintang. Kekosongan di langit itu membuatnya bosan untuk tinggal di dunia ini. Sebuah dunia, tempat para roh berkumpul. Sebuah dunia, tempat para pelayan Jeanne berkumpul.

Seorang anak laki-laki tiba-tiba muncul dihadapannya. Anak itu berpostur pendek dan lebih pendek daripada Jeanne. Dia menatap Jeanne dengan tatapan kesal menahan marah sambil menyilangkan kedua lengannya.

"Jeanne....." ujar anak itu sambil menggeram.

Jeanne menatap balik anak itu. Namun kemudian, Jeanne mengabaikannya dan menatap langit-langit kembali. Ia langsung menggoyang-goyangkan ayunannya dan membuat dirinya senyaman mungkin diterpa angin yang dibuatnya sendiri.

Saking asyiknya, Jeanne sampai bergumam menyanyikan sebuah lagu dari masa lampau. Anak itu membuang nafasnya kemudian mengabaikannya untuk sementara. Dia tahu bahwa Jeanne sedang membutuhkan waktu untuk merenung.

Namun, lama kelamaan anak itu semakin kesal. Jeanne tiba-tiba tertawa terbahak-bahak memikirkan masa lalu. Suara tawanya semakin nyaring semakin dibiarkan.

Anak kecil itu habis kesabarannya. Dia langsung menyelinap ke belakang Jeanne kemudian menendang kursi ayunannya sehingga kepala Jeanne menghantam tanah. Jeannepun berteriak kesakitan dan anak itu dengan sombong menceramahinya.

Akan tetapi, semua itu berlangsung di pikirannya saja. Anak itu tidak punya keberanian untuk menghancurkan lamunan orang yang sedang bersedih. Semua itu karena sebagian jiwa Jeanne juga adalah jiwanya. Mereka terikat oleh sebuah kontrak antar pemilik dan senjata suci. Kegagalan Jeanne adalah kegagalannya juga dan dia bisa merasakan bagaimana perasaan pemiliknya saat ini.

"Aneh ya..... padahal aku yang dulu telah sering mengalami kegagalan. Namun... kenapa yang satu ini begitu sakit....." ujar Jeanne sambil membungkukkan badannya dan memegang dadanya kuat-kuat. Tidak tahan, dia meneteskan air mata.

Anak itu memperhatikan Jeanne dari belakang. Dia tidak tega melihatnya kesakitan menahan rasa kecewa pada dirinya sendiri. Perlahan-lahan, anak itu mendekatinya dari belakang. Dia memegang bahu Jeanne kemudian memijitnya dengan lembut.

"Sakit bukan ? Aku juga merasakannya, Jeanne. Akan tetapi, di dunia ini tidak ada penawar untuk mengobati luka di hatimu itu."

Terkejut, seseorang tiba-tiba berbicara sambil memijitnya, Jeanne langsung melompat kemudian menodongkan tongkat sihirnya ke arah anak kecil tersebut. Tak lama kemudian, dia sadar bahwa dia tidak sedang membawa tongkat sihirnya dan tidak menggenggamnya.

Anak itu tersenyum dapat melihat Jeanne ceria kembali dan melihat tingkah konyolnya yang hanya bisa dilihat di dunia ini.

"Io ? Iooooo....." Jeanne berteriak dan memeluknya begitu dia sadar bahwa anak itu adalah tongkat sihirnya. Tak kuasa, Jeanne melepaskan semua air matanya membasahi punggung anak kecil tersebut. "Aku gagal Io aku gagal....."

"Iya iya Jeanne... aku dapat merasakannya kok." ujarnya sambil menepuk-nepuk punggung Jeanne menenangkan.

Tak lama kemudian, Jeanne melepaskan pelukannya. Mata Jeanne merah, dia menatap Io sambil tersenyum dengan indah. Io tersipu, jarang sekali dapat melihat Jeanne tersenyum seperti itu sebelumnya.

"Aaahhh apa-apaan sih lepaskan aku." ujar Io sambil mendorong Jeanne yang berusaha memeluknya lagi. Jeanne pun membalasnya dengan senyuman dan tawa ringan.

"Kamu memanglah anak kecil yang lucu, Io."

"Ah hentikan itu, nenek seratus delapan puluh tahun." hina Io sambil menunjuk-nunjuknya dengan frustasi. "Selain itu, aku menemukan siapa dalang dari keganjilan yang merasuki tubuhmu. Yang membuatmu merasakan rasa kecewa itu."

Angin tiba-tiba berhembus dingin. Aura pembunuh Jeanne keluar. Dia menatap mata Io dengan sangat serius. Tekanan yang diterima Io seketika membuat tubuhnya bergetar saking kuatnya. "Beritahu aku..... Io." ujar Jeanne sambil memelototinya.

Akan tetapi, Io sudah terbiasa. Dia langsung tegar kembali dan tidak kalah seriusnya dengan Jeanne. "Orang itu... tidak... roh itu berada disana." jawab Io sambil menunjuk ke kastil megah dihiasi dengan kembang api yang meledak-ledak.

"Kastil taman hiburan ? Hei bukankah itu kastilku ! Lalu kenapa aku muncul disini dan bukannya....."

"Kau sudah tahu jawabannya kan, Jeanne ?"

"Pengkhianat !"

Jeanne menatap kastil itu dengan tajam. Sebuah roh tengah duduk di singgasana kastil tersebut, menunggu kehadiran Jeanne yang telah menyadari keganjilannya. Ditemani dengan lima pengawalnya, roh tersebut menunggu dengan sabar.

Roh itu berbadan dan memiliki tangan menyerupai manusia, kepala dan kakinya menyerupai kambing. Ia memakai pakaian dan jubah super mewah juga tahan akan serangan sihir. Dengan tongkat sihir di tangan kanannya, lonceng sihir di tangan kirinya, dia siap menghadapi Jeanne Abigail The Ultimate Witch.

Pengawalnya berbaris rapi di belakangnya. Mereka menggunakan pakaian tempur lengkap yang tahan serangan fisik. Dengan begitu, Jeanne hampir tidak memiliki kesempatan untuk menang darinya. Roh itu hanya tinggal menunggu dan menguasai tubuh Jeanne Abigail sepenuhnya.

"Aku akan menunggu disini. Jeanne Abigail."

+---+---+---+---+

"Nona Muda ! Nona Muda !"

Seorang roh wanita terengah-engah berlarian mendekati Jeanne dan Io. Dia sangat panik entah ada apa. Jeanne dan Io langsung meresponnya dan mendekati roh wanita tersebut. Roh itu kemudian tersandung dan jatuh ketika berusaha mendekatinya.

"Marigold ! Ada apa ? Jelaskan keadaannya padaku !" ujar Jeanne sambil membantunya berdiri.

"Dark Reality..... Dia ingin menguasai tubuh anda."

Jeanne dan Io terkejut. Mendengar perkataan juga melihat kondisinya yang terpuruk ini, mereka jadi tahu bahwa tengah ada kekacauan di sekitar Taman Hiburan. Sepertinya, para roh juga tidak menyukai sifat si pengkhianat tersebut.

"Sekarang katakan kepadaku, dimana Dark Reality saat ini ?"

"Dia sedang menduduki singgasanamu."

Jeanne mengepalkan tangannya dengan perasaan kesal. Tanpa basa-basi lagi, dia menjulurkan lengannya terhadap Io. Io memegang tangannya kemudian seluruh tubuhnya berubah menjadi tongkat sihir.

Ieros Prosopiko miliknya memiliki jiwa tersendiri. Dia bisa memilih pemiliknya sesuka hati, merasakan apa yang pemiliknya rasakan, dan juga melakukan apapun demi melindungi pemiliknya.

"Selanjutnya aku serahkan kepadamu. Tolong bawa roh-roh yang lain ke tempat yang aman dan jangan dekati aku." perintah Jeanne.

Jeanne menaiki tongkat sihirnya. Dia terbang secepat-cepatnya menuju Pusat Taman Hiburan untuk menangkap Dark Reality.

Kondisi Taman Hiburan telah berantakan. Banyaknya personel yang tidak dikenali Jeanne menggunakan pakaian tempur lengkap sedang menangkap para roh yang sudah tidak bersalah. Mereka tampak membuat rusuh Taman Hiburan dengan mengacak-acaknya.

Tak tahan, Jeanne turun kesana untuk menyelamatkan pelayan-pelayannya. Dia melompat dari tongkat sihirnya dan mendarat dengan mulus. Tongkat sihirnya mengubah wujudnya menjadi sosok manusianya. Mereka berdua siap untuk bertarung sebagai satu tim.

"Jangan sok jago, aku bisa mengatasi semua ini sendiri."

"Tidak ! Aku ingin bersenang-senang dan menggerakkan seluruh tubuhku ini. Sudah lama sekali sejak kita pertama kali bertemu."

"Terserah dirimu saja, anak kecil."

"Jangan panggil aku anak kecil !" ujar Io sambil berlari dan memukul tembus perut salah satu orang jahat tersebut.

"Boleh juga kamu, Io. Kalau begitu..." Jeanne melompat ke arah salah satu orang jahat, ".....Mari kita berpesta anggur merah malam ini." dia mematahkan leher orang jahat tersebut.

"Jangan bodoh. Mereka tidak mempunyai darah sama seperti manusia." Io membungkuk dan mengeluarkan ekor yang bercahaya dari tulang ekornya sepanjang dua meter. Ia kemudian berlarian dan membunuh orang-orang jahat tersebut yang menyerang roh milik Jeanne. Dia berpegangan ke punggung roh jahat tersebut kemudian menusuknya dengan ekor panjangnya sampai menembus dan melukai roh jahat lainnya.

Sementara itu, Jeanne hanya berlarian melewati roh-roh jahat tersebut. Seketika, ketika para roh jahat yang dilewatinya mendengar jentikkan jari, mereka langsung hilang kesadaran dirinya dan tergeletak begitu saja.

Agar lebih efektif, Jeanne menembakkan beberapa bulatan sihir ke langit. Bulatan itu seketika meledak begitu mencapai jangkauan tertingginya seperti kembang api. Percikan kembang api itu mengarah ke roh-roh yang jahat tanpa terkecuali.

Io mempercepat kecepatan berlarinya seperti rubah gunung. Dia tidak mau kalah dari Jeanne melepaskan pelayan-pelayannya. "Urrryyyaaaa....." teriak Io saking bersemangatnya.

Sebuah pesta kemudian dimulai di Taman Hiburan tersebut. Para pelayan yang di tangkap roh-roh jahat itu kemudian menggila melihat tuan-tuannya berjuang melepaskan mereka sendirian. Kembang api berhamburan di langit. Bianglala, roller coaster, komidi putar, dan permainan sejenisnya kemudian menyala dan menyinari seluruh area Taman Hiburan.

Para roh pelayan Jeanne Abigail dan Io kemudian menyerang balik roh-roh jahat yang menangkap mereka. Mereka bertarung sekuat tenaga mereka demi membantu tuan-tuannya. Euforia pertarungan begitu terasa di benak hati mereka.

*tring* *tring* *tring*

Tak lama kemudian, terdengar sebuah bunyi lonceng nyaring dari pusat kastil. Bunyi lonceng itu menimbulkan asap hitam di sekitar kastil. Para roh jahat yang memakai pakaian tempur lengkap, sama seperti sebelumnya, bermunculan kembali. Mereka memperamai suasana pesta.

Akan tetapi, moral para roh pelayan tidak ciut. Mereka semakin bersemangat mempertahankan negeri damainya. Para roh pelayan itu dapat menggunakan kemampuan dan sihirnya sama seperti saat mereka hidup dahulu. Arena pesta kembang api semakin ramai.

Jeanne dan Io kemudian berpapasan dan saling menyandarkan punggung mereka menjaga kedua sisi mereka.

"Sepertinya keadaan berbalik berkatmu, Nona Muda." ujar Io.

"Heh..... sudah seharusnya pelayan itu mematuhi tuannya." jawab Jeanne.

"Jadi bagaimana ? Mau langsung menghajar dalang dari semua ini ?"

"Ide yang bagus. Semua ini tak akan berhenti apabila kita tidak mengalahkannya terlebih dahulu."

+---+---+---+---+

Sementara itu, diluar dunia roh Jeanne. Pria yang memegang pedang raksasa itu telah sampai mendekati August. Dia menempelkan bilah pedangnya ke leher August.

"Bangunlah... Pemuda." ujar Pria itu dengan nada yang berat. "Malam ini akan berlangsung dengan sangat panjang."

"Aku tidaklah tidur. Kau tahu."

Seketika, tanpa disadari pria tersebut, August telah berada di belakangnya dan menodongkan ujung pedang rapiernya yang tajam. Dia balik mengancam pria itu yang mengganggu tidurnya.

Dengan cepat, pria itu memutar badannya dan mengayunkan pedang besarnya itu menangkis pedang August sambil melompat ke belakang. "Sesuai harapanku, The Chariot memanglah hebat."

"Siapa kamu ?" tanya August sambil menatapnya serius.

"Aku adalah seorang pemburu dari kota Hasta La Vista. Ksatria Hitam Eddy Farram."

"Untuk apa seorang pemburu mencari kami berdua ? Apa kau tidak ada kerjaan lain."

"Ahahaha..... bercandamu itu lucu sekali nak. Namun aku tidak ada urusan sama sekali denganmu nak." Farram menunjuk dengan pedangnya ke arah Jeanne. "Namun aku butuh penyihir itu."

August terkejut. Dia langsung bersiaga dan memegang pedangnya sekuat tenaga. "Hadapi aku dahulu sebelum kau menyentuhnya."

"Sepertinya kau salah paham anak muda. Akan tetapi..." Farram mengambil pose bertarungnya. ".....Kau tidak akan semudah itu bertarung melawanku."

West August sedikit gemetar. Dia merasakan hawa yang tidak enak keluar dari tubuh Eddy Farram tersebut. Auranya tersebut terasa sama seperti Niku. August sangat meragukan pertarungannya kali ini. Apabila dia menang, mungkin petualangan mereka akan berlangsung seperti biasa.

Namun apa yang terjadi apabila dia kalah ? Tidak ada yang tahu.

Bersambung