"Apakah kau sudah sadar... Niku ?"
"Jangan melamun gitu dong, Kak. Nanti semur kakak dingin."
"Palingan lagi ngelamunin cewek tuh."
Dimanakah aku ? Pemandangan ini tiba-tiba begitu terasa nyaman bagiku. Di depanku ada kembaranku Jagaimo yang sedang menatapku. Di sampingnya ada seorang laki-laki yang tidak aku kenali. Kemudian, di sampingku ada seorang wanita yang sangat memerhatikanku. Sebenarnya dimana aku ?
"Hei, Pan. Ayo sini makan dulu !" panggil wanita yang sangat perhatian itu kepada kakakku.
Kakakku Pan berjalan melewati kami sambil membawa palu raksasanya. Dia memakai pakaian yang ringan yang terlihat seperti baju latihan. "Nanti saja, aku ingin sedikit merasakan angin laut terlebih dahulu." jawab Pan.
"Oh ayolah kak....." bujuk Jagaimo.
Melihatnya keluar begitu saja membuatku ingin menyusulnya. Akupun pergi meninggalkan meja makanku dan mengikutinya keluar ruangan. Namun saat aku akan melangkah keluar, permukaan yang aku pijaki tiba-tiba bergoyang. Goyangan ini terasa seperti berada dalam perahu. Akupun mengacuhkannya kemudian terus mengikuti kakakku.
"Hei ! Habiskan makananmu dulu, Kak." teriak Jagaimo kepadaku.
Hilang. Semua daratan yang selalu aku lihat kini menghilang. Pemandangan pegunungan yang selalu menghiasi perjalananku kini menghilang. Namun semua itu digantikan dengan pemandangan lautan yang sangat luas. Ternyata, aku sedang berada di sebuah perahu dan berlayar menuju tempat yang tidak aku ketahui.
Aku pun melihat kakaku di lantai atas kapal ini sambil menghirup udara dalam-dalam. Segera setelah menyadarinya, dia pun menatapku. "Apa yang kau lakukan ? Bagaimana sarapanmu ?"
"Ah tidak... Aku sebenarnya tidak begitu lapar."
"Lalu kenapa kau ke sini ?"
"Itu karena....."
Bukankah itu sudah jelas ? Semua pemandangan ini begitu asing bagiku. Juga... begitu aku harapkan. Di atas kapal ini, aku memandang kakakku bagaikan orang asing. Dia seperti bukanlah kakakku sama sekali.
"Niku !!!" Adikku ikut keluar menyusul kami berdua sambil berteriak. Dia melihat aku menatap kakakku dengan aneh. Tiba-tiba pandangannya turun sambil menundukkan wajahnya. "Apakah kau tidak mau ini ?"
"Tidak mau apa ?" tanyaku sambil bingung.
Seketika wanita yang sangat perhatian itu muncul di belakang adikku. Dia melihatku dengan sedih. Namun tiba-tiba, aku ingat, aku masih menyimpan pedang raksasaku di punggungku. Dan benar saja, pedang itu hadir di punggungku.
"Keluarga..... Bukankah kau sangat menginginkan kita untuk terus bersama..." jawab Jagaimo dengan sedih.
"Apa yang kau katakan... tentu saja aku mau itu. Namun pemandangan ini terasa sangat berbeda bagiku. Sebenarnya dimana kita ?"
"Ini rumahmu, Nak. Kita hidup berkelana sebagai pelayar." ujar wanita yang sangat perhatian itu.
Aku sama sekali tidak mengingat itu semua. Aku tidak tahu bahwa aku adalah salah satu orang yang menelusuri lautan. Ini semua terlihat palsu. Bahkan aku tidak mengenal lelaki atau wanita itu. Namun hanya wanita itulah yang aku akui keberadaannya sedikit.
"Sekarang ayo, Niku. Mari kita lanjutkan sarapan kita."
Semua orang yang telah menipuku harus dilenyapkan~~
Adik kembarku, Jagaimo, kemudian terkejut. Dia melihatku dengan ketakutan. Namun itu wajar saja. Karena aku sedang mencabut sebuah pedang kegelapan dari tempat tidurnya. Tiba-tiba saja, senyuman mengerikanku terukir di wajahku.
Semua orang memperhatikanku. Bahkan laki-laki yang tidak aku kenal itu sampai beranjak dari kursinya dan mendatangi kami. Tepat sekali, semua orang telah berkumpul mengelilingiku. Inilah saatnya, untuk pembantaian.
Aku bergerak cepat kemudian menghunuskan pedang ke perut adikku. Pedang itu menusuknya hingga menembus punggungnya. Belum puas, aku membelah adikku menjadi empat bagian dengan cepat. Darah-darah bercucuran mengotori ruangan depan ini. Juga seluruh tubuhku.
Dan kemudian, satu dek kapal diselimuti oleh rasa takut.
Wanita yang perhatian itu bergegas masuk ke dalam sambil ketakutan. Laki-laki yang tidak aku kenal itu langsung keluar dan menghalangiku. Namun itu bukan masalah, aku langsung menebasnya bagaikan serangga yang mengganggu.
Namun sebelum aku berhasil membunuh wanita itu, Kakakku muncul dari lantai atas mendobrak menuju lantai dimana aku berada. Akupun dipukulnya sekuat mungkin sehingga aku terpental dan menghantam tiang utama kapal.
Wanita itupun berhasil kabur dariku.
"Jangan menghalangiku !" aku berteriak.
Aku belum menyerah. Tanpa menghabiskan waktu lagi, aku langsung menyerang kakakku dengan cepat dan menangkis setiap serangan kakakku. Tak lama kemudian kakakku kehilangan posturnya dan membuka celah untuk diserang. Langsung saja aku bunuh dia dan membelahnya menjadi dua.
Wanita itu terus berlari. Aku terus mengejar. Namun kapal ini begitu sempit untuk kami berdua. Aku langsung menemukannya ketika dia bersembunyi di balik tangga. Akupun menatapnya dengan mengerikan. Karena dia dengan beraninya telah menyamar menjadi ibuku.
Tanpa bisa melawan. Wanita itu pasrah dihadapanku sambil melihatku dengan sangat sedih, "Nikuu..."
Aku memegang pedangku dengan kedua tangan. Mengangkat pedang setinggi-tingginya dan mengarahkannya ke kepala sang peniru ibuku. Namun, aku mengurungkan niatku untuk membunuhnya dengan cepat. Langsung saja aku ganti posisi pedangku dan menusuk-nusuk dadanya sebagai gantinya.
Wanita penipu itu tidak mati. Aku menusuknya berkali-kali di bagian dada. Diapun menjerit kesakitan. Berkali-kali dia meminta ampun kepadaku namun aku tidak bisa mengabulkannya. Dia telah membuat hatiku sakit dengan berpura-pura menjadi ibuku. Akupun terus-terusan menusuk tubuhnya dan hingga pada akhirnya..... Wanita itu mati.
Kupegang erat-erat gagang pedangku yang dimana pedangku masih menusuk dadanya.
"Ibu..... Dimana kau sebenarnya.....?" gumamku sedih.
Tubuhku sangat kotor berlumuran darah. Namun, air mataku berkebalikan dengan tubuhku. Air mata itu mengalir dengan suci. Aku sangat bersedih hati karena harus membunuh mereka semua. Yang dimana..... mereka adalah keluargaku yang sebenarnya.
Ayah yang tidak pernah aku temui sama sekali. Ibu yang menggendongku sewaktu bayi dengan saudari kembarku. Kakakku yang sangat menyayangi kami sepenuh hatinya. Juga saudari kembarku yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi.
Keluarga yang aku damba-dambakan seketika musnah dalam hidupku.
"JEANNE ABIGAIL !!!" aku berteriak sekuat tenaga. Akupun mengamuk diatas kapal ini. Berteriak sekuat tenaga bagaikan makhluk buas yang sangat marah. Pedang yang aku pegang di ayun-ayunkan sembarangan sehingga merusak kapal ini.
Api-api hitam dari pedangku membakar kapal. Tiba-tiba saja suara lolongan serigala terdengar dari luar kapal ini. Aku langsung bergegas keluar dan mencari suara tersebut. Dan benar saja, semua telah kembali menjadi normal.
Di depanku terdapat seorang wanita cilik dengan tenangnya menyeruput secangkir teh hangat. Dia menatapku tajam sambil menyeringai. "Apakah kau sudah puas.... Membunuh keluargamu ?"
"Tak bisa aku maafkan... Tak bisa aku maafkan ! JEANNE ABIGAIL !!!"
+---+---+---+---+
Jeanne telah berhasil membuatnya marah dengan cara menghipnotisnya dan mengeluarkan semua kekuatan sihir hitam yang berada dalam pedang Niku. Pedang itu berapi-api berwarna hitam di sekujur bilahnya.
"Kalau kau ingin mengalahkanku, sebaiknya kau hentikan saja. Kau tidak punya kesempatan untuk menang sedikitpun." ujar Jeanne sambil menaruh cangkirnya.
Sabit raksasa yang selalu digunakan Jeanne bertarung kini telah berubah menjadi sebuah tongkat sihir. Jeanne kemudian memegang tongkat sihirnya dan berdiri. Seketika, aura-aura hijau yang begitu mewah mengelilinginya. Ia memetik jarinya kemudian aura-aura itu berubah warna menjadi silver keemasan.
Niku tidak menghiraukan perkataan Jeanne. Dia memegang pedang katana besarnya dengan kedua tangan sambil menatapnya dengan tatapan seorang pembunuh. Wajahnya tersenyum dan ia sedikit cekikikkan.
Tanpa basa-basi lagi, Niku langsung menyerangnya dan berlari secepatnya sambil berteriak. Serigalanya mendahului Niku untuk membuka pertarungan. Jeanne menodongkan tongkat sihirnya kemudian partikel-partikel cahaya menembak ke arah serigala yang menghampirinya.
Gerakan serigala itu diperlambat oleh partikel-partikel cahaya yang ditembakkan Jeanne. Ia bergerak maju sambil menghindari tembakannya. Serigala itu tahu persis bahwa partikel-partikel yang di tembakkan Jeanne akan langsung membunuhnya.
Sementara itu Niku masih terus maju. Dia datang dari sebelah kiri Jeanne dan mengarahkan bilah tajam pedang katana ke kepala Jeanne. Namun Jeanne menyadarinya, dia langsung mengarahkan telapak tangannya ke arah Niku dan menembakkan sebuah partikel yang sama ke arahnya.
Niku tidak takut. Dia langsung menangkis partikel itu dengan pedangnya dan membuat partikel itu hancur seketika. Niku sadar bahwa dia tidak bisa mendekatinya. Jadi dia mengambil kuda-kuda dan memfokuskan sihir hitam di pedangnya ke arah Jeanne.
Serigala kegelapan itu semakin dekat ke arah Jeanne. Sementara itu aliran sihir hitam Niku telah fokus penuh di pedangnya. Begitu sudah benar-benar kuat, dia langsung melontarkan aliran sihirnya dengan menyabitkan pedangnya ke arah Jeanne.
Sabitan aura gelap bergerak menuju Jeanne. Ia langsung menyadarinya kemudian mengelak bergerak mundur. Ketika Jeanne menghindar, tembakkan partikelnya itu ikut tertunda. Dan saat itulah, mulut besar serigala itu terbuka lebar tepat di hadapan Jeanne.
Untuk menghindari kematian, Jeanne meledekakkan aura sihirnya lagi dan membuat serigala itu terpental menjauhinya. Langsung saja Jeanne menggunakan tongkat sihirnya untuk terbang dan mendominasi lawan-lawannya yang tidak bisa terbang.
"Inilah yang aku maksud kau tidak punya kesempatan menang." ujar Jeanne sambil menatap rendah mereka dari atas. Jeanne menjentikkan jarinya lagi. Lingkaran-lingkaran sihir kemudian bermunculan di sekitarnya dan mengarah ke seluruh arena Arcadian Crusader.
Niku merasakan firasat yang teramat buruk. Serigala itu sampai mendekatinya dan masuk ke dalam bayang-bayang Niku. Niku menggunakan kekuatan sihir yang dimiliki serigala kegelapan tersebut. Dari punggungnya, keluarlah jubah berwarna hitam untuk melindungi tubuh Niku.
"Percuma saja... serangga hitam."
Jeanne menatap Niku dari atas langit. Dia dikelilingi oleh tiga puluh lebih lingkaran sihir yang akan menghujani Niku dengan anak panah cahaya. Niku telah bersiap-siap untuk berlindung di balik jubah hitamnya.
Anak panah itu kemudian menembak lepas dari lingkaran sihirnya kemudian menghujani Niku. Jeanne tertawa terbahak-bahak melihat Niku yang tak berdaya dan hanya bisa berlindung di balik jubah hitam itu.
Tiba-tiba Jeanne terkejut. Panah-panah yang mengarah kepada Niku ditangkap dan ditelan oleh jubahnya. Sementara itu, Niku yang sedang dihujani oleh anak panah itu, semakin dikelilingi oleh aura hitam yang terfokus kepadanya. Panah-panah cahaya itu ditangkap oleh aura dari jubah hitamnya.
Jeanne menahan serangannya. Dia berfirasat buruk apabila dia terus menerus melakukan serangan itu. Langsung saja, Jeanne mendekati Niku dengan terbang dan berdiri di atas tongkat sihirnya. Benar saja, Niku langsung menembakkan laser hitam menggunakan jubahnya. Laser itu mengejar Jeanne yang ingin terbang mendekatinya.
"Sihir cahaya apabila di satukan dengan sihir kegelapan maka akan menghasilkan benturan yang amat mengerikan. Dan laserku inilah bentuk yang mengerikan itu ! MATILAH JEANNE !" teriak Niku.
Jeanne dan Niku bermain kejar-kejaran. Laser yang ditembakkan Niku terus menerus mengejar Jeanne dan membuat penonton takut apabila laser itu mengenai mereka. Untungnya, para penonton dilindungi oleh pelindung sihir sehingga mereka aman dilindunginya. Pelindung ini terlihat seperti sangkar burung apabila dilihat dari kejauhan.
"Kenai aku kalau kau bisa ahahaha..." sindir Jeanne.
Kecepatan tongkat sihir Jeanne melampaui kecepatan laser yang diputar oleh Niku. Namun saking cepatnya tongkat sihir Jeanne, dia sampai melambatkannya hingga mendekati laser itu untuk menghinanya.
"Sinar ini masih terlalu dingin untukku, daging." ujarnya sambil mendekatkan kepalanya ke laser yang ditembakkan Niku.
"Bocah sialan !" guman Niku.
Tak lama kemudian laser Niku kehabisan energinya. Jeanne langsung mendekatinya secepat mungkin dengan tongkat sihirnya.
Niku melebarkan jubahnya. Dia melompat jauh mendekati Jeanne. Mereka akan saling bertarung dengan jarak dekat. Niku pun menyiapkan pedangnya dan langsung menyabit Jeanne begitu telah masuk jangkauannya. Jeannepun melompati serangannya dan melakukan backflip di atas sabitan pedang katana Niku. Mereka bertatap mata untuk sekian detik.
Jeanne menjentikkan jarinya. Dari tangannya keluarlah sihir elemen angin yang mendorong Niku begitu keras. Akan tetapi, Niku tidak bergeming kemudian menendangnya. Tendangan Niku ditahan oleh tongkat sihir Jeanne. Jeanne dan tongkatnya terpental menjauhi Niku.
Niku mengangkat pedangnya tinggi-tinggi sambil memfokuskan sihir api hitamnya ke pedang katana besarnya lagi. Niku melompat ke arah Jeanne dan membanting pedangnya dengan keras. Pedang itu meledakkan api hitam. Namun sayangnya, Jeanne dapat menghindari itu dengan mudah.
Dengan cepat dan dilakukan sekuat tenaga, Niku mengayun-ayunkan pedang berapinya. Berkali-kali dia menghantamkan pedangnya ke tanah hingga meledak-ledak. Namun, semua serangannya dapat dihindari dengan sangat mudah oleh Jeanne meskipun bajunya ternodai oleh debu-debu dari api percikan api hitam tersebut.
Lelah menghindar, Jeanne memberanikan dirinya untuk menahan sabitan pedang itu dengan satu tangannya. Saat Niku akan membantingkan pedangnya lagi ke arah Jeanne, Jeanne langsung menahan pedang itu sekuat tenaga.
"Tamatlah riwayatmu..... Ahli sihir hitam."
Telapak tangan Jeanne mengeluarkan darah. Dia langsung merebut pedang suci milik Niku dan menancapkannya ke perut pemilik pedang tersebut. Seketika, serigala kegelapan yang bersembunyi menjadi jubah Niku menunjukkan sosoknya kembali. Dia langsung membuka rahangnya lebar-lebar dan ingin memakan Jeanne.
Jeanne menyeringai. Tanpa ragu-ragu, Jeanne memukul serigala itu dengan satu tangan dan membuatnya terpental jauh. Kekuatan fisik Jeanne telah mencapai fase yang tinggi. Meskipun begitu, dia masih belum memakai seperempat kekuatannya.
Niku mengeluarkan tusukan pedangnya dari perutnya. Darah mengalir dari perut Niku. Ia terkejut dengan apa yang ia keluarkan dari perutnya. Darah-darah yang mengalir dari perutnya itu berwarna hitam seperti tinta cumi-cumi.
Semua orang terkejut melihatnya. Baru kali ini dalam sejarah ada ras yang mengeluarkan darah yang berwarna hitam. Bahkan Niku pun terkejut melihatnya. Dia pun berteriak sekuat-kuatnya karena telah menjadi monster.
Serigala yang terpental oleh Jeanne kembali mendekati Niku. Dia mengelus badan Niku dengan kepalanya yang besar. Seketika Niku menjadi sadar kembali. Rasa kemanusiaannya kembali hadir dalam dirinya.
"Tenanglah wahai jiwa yang kotor. Aku akan membersihkan jiwamu sekarang juga."
"Jiwamulah yang perlu kau bersihkan !" teriak Niku.
Jeanne kemudian terduduk sambil merapatkan kedua telapak tangan dan menutup matanya. Cahaya pun kemudian bersinar dari dalam telapak tangannya. Awan-awan yang asalnya menghalangi cahaya matahari, kini mulai menyingkir dan menyinari arena Arcadian Crusader lagi.
"Apa... yang terjadi ?" Niku kebingungan.
Kayu-kayu yang terbuat dari cahaya mulai bermunculan dari tanah. Mereka kemudian tumbuh sangat besar sehingga mengikat Niku beserta serigala gelapnya. Kayu-kayu tersebut kemudian mulai ditumbuhi oleh daun-daun yang terbuat dari cahaya juga.
Niku berontak mencoba untuk melepaskan dari ikatan pohon yang terbuat dari cahaya ini. Pohon-pohon cahaya ini membuatnya kesakitan karena tubuhnya telah dikuasai oleh sihir hitam. Darah-darah berwarna hitam mulai berjatuhan dan membasahi dahan-dahan yang berada di bawahnya.
Tubuhnya tidak melepuh maupun terluka. Hanya saja, darah-darah hitam itu bercucuran melewati pori-pori kulit Niku. Sementara itu, serigala kegelapan telah ditusuk mati oleh pohon yang banyak durinya. Seluruh tubuhnya beterbangan menjadi abu.
Niku sangat menderita. Dia tidak habis-habisnya mengeluarkan darah hitam dari dalam tubuhnya. Tangannyapun dibuat patah olehnya karena tidak kuat menahan rasa sakitnya.
"Jeanne ! Hentikan ! Niku sudah sangat menderita." teriak August dari atas singgasana juri.
Jeanne membuka matanya. Dia melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Pohon-pohon cahayanya telah dibanjiri oleh darah hitam milik Niku. Dia menggantung di atas sana dengan sangat lemas. Tangannya masih mencoba meraih-raih Jeanne untuk membunuhnya.
Seketika, Jeanne membatalkan sihirnya lagi. Pohon itu perlahan-lahan gugur dan lenyap. Mereka hilang seperti tidak terjadi apa-apa. Akan tetapi, Niku masih dibanjiri oleh darah hitamnya sendiri dan semakin basah. Dia bangkit kembali dengan kehilangan satu tangannya.
Keganjilan kemudian terjadi. Tangan kiri Niku yang patah sembuh kembali dengan cepat. Dia berjalan dengan sangat lambat. Namun lama kelamaan, dia dapat berlari dan mendekati Jeanne lagi.
Dengan sekuat tenaga, Niku menyerang Jeanne dengan pedang katana besarnya ke kepala. Jeanne tidak bergeming maupun menghindar dari serangannya. Dia berdiri disana karena lelah sudah terlalu lama menghindar. Kini dia mencoba aksi gila dengan menerima sabitan Niku ke kepala.
Semua orang terkejut. Semua orang gemetar. Melihat Jeanne mematahkan pedang katana yang besar dengan kepalanya. Bahkan Jeanne hanya bereaksi seperti orang yang ditampar dengan biasa saja. Tidak ada ekspresi yang ditunjukkan kecuali kecewa.
"Kau sudah bukan manusia. Kegelapan telah mengambil alih tubuhmu." ujar Jeanne dengan nada yang datar.
Dengan cepat, Jeanne memukul perut Niku dan membuat lubang besar. Mulut Niku memuntahkan darah hitam yang sangat banyak dan mengotori baju serta wajah Jeanne. Dia terbaring kesakitan namun tidak kunjung mati.
Merasa kalah, Niku menusukkan pedangnya yang patah ke jantungnya, "Jangan bilang keluargaku.... aku bunuh diri."
"Niku !" teriak Jeanne sembari ingin menolongnya.
Tiba-tiba, aura sihir hitam Niku meledak dan membuat Jeanne terpental jauh. Kekuatan ledakan sihir itu lebih besar dari kekuatan yang digunakan Jeanne saat ini. Dia jadi tidak bisa menolongnya lagi.
Jeanne berguling-guling di tanah dengan sangat cepat karena ledakkan yang kuat tersebut. Namun pada akhirnya, Jeanne diselamatkan oleh salah satu rohnya yang dimana roh itu adalah ibu dari Three Pierrot.
Niku dikelilingi aura sihir hitam sambil berteriak kesakitan. Dia melayang dibawa oleh aura hitamnya. Tubuh Niku perlahan berubah menjadi sangat mengerikan. Pada akhirnya, aura hitam itu mengelilingi tubuh Niku seperti bola.
Jeanne menggunakan tongkat sihirnya mendekati Niku. Namun tiba-tiba, kedua saudaranya datang dan menghalangi Jeanne untuk menolongnya.
"Sepertinya saat ini masih mustahil." ujar Pan sambil memegang bola aura hitam Niku.
"Kau lebih baik melanjutkan perjalananmu sebelum ingin menolong kami lagi." ujar Jagaimo.
"Aku pasti bisa menolongnya. Setidaknya biarkan aku...."
"KAU HANYA MEMBUATNYA MENDERITA !" sangkal Jagaimo dengan memotong kalimat Jeanne. "Untuk sekarang, carilah cara untuk mensucikannya. Aku mohon High Priestess." Jagimo pun akhirnya meneteskan air mata. Senyumannya yang selalu menghiasi dirinya telah menghilang.
Jeanne tersentak mendengar kalimat itu keluar dari mulut Jagaimo. Dia sadar, bahwa Jeanne telah gagal untuk menolong Niku yang selama ini ternyata kesakitan. Jeanne sempat mengira bahwa rencananya akan berhasil menyelamatkan Niku. Namun, hal itu ternyata hanya memperburuk keadaannya.
"Dengan begitu, kami undur diri dari pertarungan ini." ujar Pan.
Ketiga saudara itu menghilang dari arena. Mereka pergi ke sebelah timur hutan ini kemudian menghilang diantaranya. Jeanne begitu bersedih karena sekuat apapun kekuatan yang dia miliki, dia masih belum menyelamatkan satu nyawa orang lain.
Pertarungan diakhiri dengan perasaan yang muram. Tidak ada orang yang merasa menang maupun kalah. Semua pertarungan ini hanya didasari oleh kepercayaan. Namun kepercayaan itu lenyap karena kegagalan yang sungguh fatal.
Jeanne pun terduduk dan menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Jeanne tidak pernah merasa sekecewa ini dengan dirinya dalam waktu yang lama. Dan kini, dia merasakannya kembali.
"Aku benci Celestial..."
+---+---+---+---+
Di atas pohon yang sangat tinggi, terdapat seseorang yang memperhatikan pertarungan itu dari kejauhan. Dia hanya melihatnya dengan mata telanjang namun pertarungan itu terlihat jelas sekali baginya.
Seseorang dengan katana di pinggulnya, memperhatikan. Bajunya yang sangat putih berkamuflase seperti awan. Tidak ada yang menyadari hawa keberadaannya maupun aliran sihirnya.
"Anak yang kau titipkan begitu menarik..... Trias Devana."
bersambung