Capek sekali.
Setelah tenagaku terkuras karena pesta konyol itu.
Perutku sudah menyerah untuk menyantap apapun lagi, walaupun Dina malam ini menawarkan makan malam.
Bang dan teman-teman memang selalu menghabiskan waktunya dengan kekonyolan, keributan, kebisingan, itu semua normal karena Kafenya selalu sepi. Rasanya dibanding kafe, itu seperti markas rahasia berkumpulnya orang-orang bermasalah seperti kami. Aku dan Bang sudah berteman cukup lama, sulit untuk percaya bahwa tempat itu sekarang menjadi ramai, walaupun ramai oleh kicauan para bocah. Tapi setidaknya itu mematahkan prediksi awalku, bahwa kafe itu ternyata tidak sepi.
Tubuhku sudah terlalu lemas, tidur adalah solusi terbaik. Tidak lupa, besok adalah hari Pertamaku masuk neraka.
Esok harinya
Parkirkan sepeda seperti biasa, masuk lewat Lobby. Menghela napas panjang untuk langkah kaki pertama.
Belum juga masuk kantor, Dokter Abraham sudah menyambutku semangat dengan gaya nyelenehnya menepuk pundakku
"Erwiiiin! Kau siap untuk hari ini?! Aku punya kabar baik lagi untukmu!".
"Ah, apa itu?" mencoba mengikuti alur konyolnya, walaupun aku tahu ini akan jayus.
"Mulai hari ini, kau ditugaskan di kamar 210!".
"210?".
"Jangan dipikirkan, ini keputusan pribadiku khusus untukmu! Temuilah dia dan kau akan jatuh cinta!"
Serius, dok. Aku benar-benar tidak tertarik dengan itu, pandanganku tentang nerakanya hari ini tidak berubah sedikitpun. Aku punya tanggung jawab besar merawat pasien yang nyawanya tidak bisa dijamin.
"Bayangkan, Erwin! Rambutnya lurus indah sepundak, mengkilau! Tubuhnya molek putih langsing! Yang paling istimewa adalah senyumnya, tak ada lawan!" lanjutnya merayuku.
Pikirannya terlalu metafor, aku masih tidak percaya orang ini bisa menjadi direktur, pikirannya terlalu mesum untuk mengemban tanggung jawab itu.
"Kau terlalu berlebihan, Dok!" balasku.
"Sudahlah, sekarang kau masuk kantor dan bersiap bergegas berangkat ke ruang itu".
Bersiap bergegas berangkat.
Kalimatnya tidak efektif. Walaupun aku mengerti maksudnya.
Tak banyak diam, aku langsung menuruti perkataannya. Bersiap bergegas berangkat!
Sudah sampai di depan pintu bertuliskan 210, tanpa ragu aku membukanya.
Woosh
Angin berhembus dari luar jendela yang ia buka. Sambil duduk menatap ke arah kota, rambutnya tertiup santai oleh hembusan angin.
Aku terbelalak seketika
Untuk pertama kalinya
Rambutnya lurus indah sepundak, dan mengkilau. Tubuhnya molek putih dan langsing, perlahan dia mengalihkan pandangannya ke arahku, lalu melempar senyum kecil padaku.
Itu! Tak ada lawan.
"Jadi kau dokter muda yang banyak dibicarakan orang ya?! Aku sudah mendengar kabar tentangmu, aku sudah menunggumu, Dokter Erwin!" senyumnya sempit manis.
Sialan kau Dokter Abraham, kau menambahkan neraka baru untukku.
***
Cerita Bang
Anak yang aneh,
Dia masih sangat kecil, tetapi sikapnya sangat berani. Memang tidak logis untuk anak seusianya. Berani meneriaki kami semua. Aku berani bertaruh kalau anak itu sekarang sedang menangis habis-habisan di rumah kecil itu.
Hari ini menyedihkan,
Kami membiarkan Kapten Rozy berhasil kabur. Ini gawat karena kami membiarkan orang penting seperti dia berhasil lolos. Aku akan tetap mencarinya.
Namaku Bang, aku masuk anggota kepolisian saat aku berusia 20 Tahun. Sekarang sudah dua tahun berlalu, orang bilang, prestasiku banyak, sehingga aku cepat naik pangkat.
Hari inipun, aku dan timku berhasil menangkap beberapa anggota kelompok teroris. Satu lagi prestasiku bertambah. Namun, tatapan rekanku yang lain masih sama dinginnya. Itu wajar, karena mungkin hanya aku dan segelintir kecil polisi yang jujur di era sekarang, ditambah aku sudah mengemban pangkat diatas mereka diusiaku yang lebih muda.
Mari kuceritakan sebentar tentang negeri ini
Ini adalah Negeri Sioria, negeri yang menganut sistem Kerajaan. Saat ini, Sioria dikuasai rezim Shizo. Orang-orang memanggilnya raja Shizo. Pria tinggi berkulit putih, rambut hitam pekat diikat. Walaupun dia dikenal cerdas, dan ahli dalam ekonomi bilateral, banyak orang yang tidak suka padanya, karena sikapnya yang angkuh, dan seringkali mengeluarkan kebijakan nyeleneh kepada negerinya.
Bukan hanya Istana, jajaran polisipun tidak sehat. Tidak sedikit dari mereka yang korupsi, mengabaikan tugas. Yang ada di pikiran mereka hanya pangkat dan uang. Namun, tidak sedikit pula dari mereka yang sehat. Seorang penegak keadilan sejati, polisi yang jujur.
Di atas polisi, ada pasukan yang memiliki otoritas lebih tinggi, mereka adalah tentara yang memiliki tugas khusus untuk melindungi kerajaan. Mereka dihormati semua orang, kumpulan orang-orang keren dengan kuda dan senapannya.
Salah satunya Kapten Rozy, dia adalah salah satu orang yang aku kagumi karena perannya sebagai tentara kerajaan sangat baik, menjunjung tinggi nilai keadilan. Sulit untuk percaya jika ternyata ia akhirnya memborantak pada kerajaan. Itulah alasan kenapa aku tidak boleh membiarkannya kabur begitu saja, dia orang yang berpengaruh.
Di era sekarang, menjadi penegak keadilan tidak lagi mudah. Semakin kau jujur, semakin banyak musuhmu. Korupsi di negeri ini sudah membudaya. Sulit lagi untuk mempercayai rekan kerja, karena sikap korupsi yang sudah melekat pada dirinya.
Dan sekarang, anak dari Kapten Rozy masih hidup, masih bocah, lemah, sendirian. Karena aku penegak keadilan Negeri Sioria, maka aku tidak boleh berempati padanya. Inilah keadilan rancu yang disetel negeri ini. Demi mencapai idealismeku sebagai penegak keadilan sejati, maka aku harus melalui semua ini, walau pahit.
Beberapa minggu sudah berlalu.
Seperti bocah itu, akupun mengalami hal paling sial seumur hidupku.
Karma
"Bang, kau dipanggil oleh pemimpin pasukan di ruangannya".
"Baiklah".
Aku masuk ke ruangannya.
Terkejut, karena disana sudah banyak rekanku berkumpul.
Salah satu dari mereka berkata
"Bang, aku lihat akhir-akhir ini jabatanmu melesat naik, padahal kau cuma anak kemarin sore! " ungkapan rekanku seraya mengepalkan tangannya.
Oh, aku rasa aku tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Aku lihat salah satu dari mereka memegang balok, satu orang mengunci pintu keluar.
"Apa ini? Mencoba mengancamku?".
"Diam kau bocah! Karena kau, kami tidak bisa bermain-main lagi!" salah satu cuitan dari mereka.
"Benar! Polisi Sioria tidak memerlukan anggota cepu sepertimu!" sambung dari yang lain.
"Begitu ya? Mungkin ini saatnya aku melawan ketidakadilan di kepolisian ini! Ini momen yang tepat. Lihat saja, setelah ini tindakan kalian akan kulaporkan ke pimpinan pusat, dan hidup kalian akan berakhir".
Menolak pasrah, aku lebih memilih untuk melawan 3 orang ini.
Benar saja, tidak lama berbasa-basi. Balok ditangannya langsung meluncur ke tubuhku. Dengan refleks yang terlatih, akupun mudah menghindarinya.
Sialnya, mengambil momen saat tubuhku menghindari balok, salah satu dari mereka langsung menyergapku dengan tubuh besarnya. Menahan gerakanku sehingga aku tidak bisa bergerak sama sekali, mencoba berontak, tetapi tenaga orang ini bukan main.
Saat aku melihat kedepan, seketika aku kaget luar biasa, bola mataku membesar.
"Tidak akan ada yang tahu ini pernah terjadi! Teman-teman, setelah ini carilah tempat yang bagus untuk membuangnya! Bocah ini sudah kelewatan kurang ajar!". Ungkapan kekesalan dari salah satu mereka, seraya menodongkan pistol ke kepalaku.
Aku tahu ini bukan bercanda, karena itu aku memberontak lebih keras lagi. Benar saja, tanpa pikir panjang, satu persatu peluru berhasil dia lemparkan kepadaku. Sayangnya meleset, sebab aku yang melompat-lompat berontak, 4 peluru berhasil mengenai dadaku.
Cengkramannya dilepaskan, aku terjatuh ke lantai tak berdaya.
Tapi mulutku masih bisa bebas berkata
"Kalian bertiga! Aku jamin hidup kalian tidak akan aman setelah ini! Keadilan pasti akan menang! " ancamanku terbata-bata kesakitan.
Menyadari aku belum mati, orang berbadan besar itu menyambung tindakannya dengan memukuliku habis-habisan, disusul oleh 2 temannya yang lain. Mereka melemparkan seluruh tenaganya ke tubuhku, menendang-nendang perutku, dan kaki tanganku di patahkan paksa.
Aku tahu mereka semua sangat emosi.
Usaha mereka tidak sia-sia, perlahan kesadarankupun mulai hilang dan semuanya mulai terlihat hitam.
***
"Kau sudah sadar ya, rehatkan terlebih dahulu badanmu, kau terluka sangat parah".
"Dimana aku?" tanyaku heran terbata-bata.
Tubuhku sakit sekali, bahkan untuk bergerak sekalipun rasanya sulit.
"Kau di Rumah Sakit, salah satu warga menemukanmu di jurang dekat rumahnya, kau ditemukan telanjang, dan terluka parah. Menyadari kau masih bernapas, dia segera membawamu ke sini".
Sepertinya aku masih hidup, sialan 3 orang biadab itu!
"Syukurlah, baik sekali orang yang membawaku kemari, apa dia ada disini? Aku mau mengucapkan terima kasih padanya".
"Sayangnya orang itu sudah pulang ke rumahnya, ini sudah sangat larut. Besok pagi dia akan kemari lagi seperti biasanya".
Sepertinya aku tidak sadar dalam waktu yang cukup lama.
"Dok, sudah berapa lama aku tak sadarkan diri ?".
"Jika dihitung kembali, ini sudah minggu kedua semenjak kau tidur pulas di ranjang itu".
"Begitu ya, bagaimana dengan kondisi tubuhku?".
"Kaki kananmu patah berat, kedua tanganmu patah, namun masih bisa digerakkan. 2 tulang rusukmu patah, kau tidak bisa bergerak bebas lagi. Dadamu terluka berat karena 4 peluru menancap disana. Namun, sudah berhasil kami keluarkan. Yang terpenting saat ini, kau harus fokus pada pemulihanmu".
Separah itukah?
Kepalan tanganku bertambah kencang, rasa kesal menyelimuti diriku. Namun aku tak bisa meledakannya disini.
"Ini sudah larut malam, lebih baik kau istirahat saja dulu, jangan terlalu banyak bergerak, aku akan pulang juga ke rumah. Besok kita akan bertemu lagi! " dokter itu berdiri dan perlahan keluar ruangan.
Aku tidak bisa bergerak
Tubuhku sakit
Sampai akhirnya, malam itu aku kesulitan tidur karena rasa sakit yang luar biasa. Berjalannya nada jarum berputar jam, akhirnya matahari sudah menampakkan dirinya, malam yang begitu panjang. Aku tidak sabar menunggu kedatangan penyelamatku, bagaimanapun aku harus membalas budinya.
Pintu terbuka
"Ah, kau dokter yang kemarin malam".
"Ternyata kau sudah bangun ya?! Baiklah, saatnya sarapan pertamamu setelah 2 minggu kau tertidur".
"Kau yang akan menyuapiku ?! Yang benar saja".
"Bagaimana lagi, tanganmu saat ini masih belum bisa digerakkan".
"Baiklah, apa boleh buat".
Dokter ini cukup baik juga, kerjanya tulus. Aku bisa merasakannya dari kehangatan yang dia pancarkan. Aku sedikit beruntung karena dokter ini yang bertugas di kamarku.
"Apa menyuapi pasien seperti ini termasuk tugasmu, Dok?".
"Sudahlah, jangan terlalu banyak bicara".
Selesai sarapan, dia kemudian duduk di sampingku dengan maksud untuk menemani pasien ya. Aku tidak mengerti cara kerja dokter, tapi menurutku orang ini sudah berlebihan.
"Sebentar lagi, aku yakin dia akan segera datang".
"Orang yang menyelamatkaku?".
"Benar! Dia sangat baik, setiap hari selalu menjengukmu, walaupun kalian tidak saling mengenal".
"Sulit dipercaya masih ada orang sebaik itu di negeri ini".
Dokter itu hanya mengangguk tersenyum, menunjukan bahwa dia setuju, namun tidak mau membahasnya secara eksplisit.
Sepertinya orang yang sudah ditunggu-tunggu telah datang. Mengetuk pintu ruangan kami. Dari sini sudah bisa terlihat sikapnya yang sopan.
"Dia sudah datang, aku akan membuka pintunya! " dokter itu berdiri dan segera membuka pintu.