Inspektur dan para polisi meninggalkan rumah sakit dengan keputusan hebat itu. Sementara aku masih saja kebingungan, panik, takut dengan apa yang sebenarnya terjadi. Padanya, dan padaku. Karena aku yakin, setidaknya ini berhubungan dengan misteri itu.
Karena aku memegang secarik kertas ditanganku.
Ini surat singkat Frieda untukku, yang kutemukan di pojok kasur, dan langsung kuambil tanpa memberitahu siapapun, karena ini sangat rahasia dan personal.
Isi suratnya adalah,
"Erwin, aku sudah mengingat semuanya!".
***
Cerita Frieda
Huft,
Hari ini masih saja panas, mungkin lebih panas dari kemarin, wajahku sudah basah.
Mau bagaimana lagi, ini pekerjaanku. Meskipun tidak lazim bagi perempuan seusiaku berdiri seharian di pasar tradisional seperti ini. Warungku selalu menjadi favorit ibu-ibu, karena itulah aku sibuk.
Untunglah aku masih mempunyai kebun sayuran dan beberapa pohon yang selalu lebat berbuah pada musimnya, karena mereka aku bisa makmur seperti ini.
Aku jadi teringat bagaimana aku dan ayahku berkebun ketika aku kecil, disana aku terlihat sangat nakal, benci berkebun, selalu lari kabur dikala ayahku mengajakku, tetapi sayangnya dia selalu bisa menangkapku. Namun, siapa sangka, sekarang kebun itulah yang menyelamatkan hidupku.
Syukurlah, hari ini sayur dan buah hampir habis. Mentaripun sudah mulai sirna, saatnya aku untuk pulang ke rumahku di desa. Seperti biasanya, aku pulang dengan membawa lumayan banyak uang, ini cukup untukku.
Aku tinggal di pinggiran desa. Rumahku tidak mewah, tetapi aku mempunyai halaman yang luas, kebun sayuran yang hijau, serta beberapa pohon buah, mereka berdiri tegap di samping rumahku yang kecil. Dari kecil, aku sudah tinggal bersama ayahku, dan tiga tahun lalu dia meninggal dunia karena kecelakaan kerja. Aku sangat sedih kala itu, tetapi sekarang tidak lagi. Aku bisa mengatasi hidup ini sendirian dengan semangat.
Aku putus sekolah ketika aku kelas 2 SMA, ketika ayahku meninggal, dan hidupku kesusahan berat karena itu. Dari sana, aku belajar hidup mandiri dengan sangat keras, belajar berkebun dari awal, hingga berjualan di pasar. Untunglah saat itu masih ada beberapa tetangga yang bersimpati padaku, membantuku untuk bangkit, mereka sungguh orang-orang yang baik.
Putus sekolah sangatlah menyedihkan, harus menerima kenyataan pahit kehilangan kehidupan remaja di sekolah. Namun, jika mengingat semuanya, kurasa aku sudah benar-benar bangkit dari masa-masa sulit itu. Menjadi penjual sayur kurasa bukan hal yang begitu buruk.
Pada pagi hari, ketika aku menyiapkan tenda jualanku, datang seorang pria besar berotot berjas putih. Bertanya kepadaku,
"Kau Frieda? Gadis yang tinggal seorang diri di pinggiran desa?!" tanya pria itu.
"Benar, darimana kau tahu namaku?!" aku sedikit terkejut.
"Itu tidak penting, dan mudah sekali bagi kami untuk tahu namamu hingga latar belakangmu".
"Ini kartu namaku, dan alamat kantor kami. Kami punya sebuah pekerjaan yang cocok untukmu, dengan pekerjaan itu, kau bahkan tidak perlu berjualan lagi, karena gajinya sangat besar! Datanglah ke kantor kami kapanpun kau siap" lanjut pria itu sembari memberi kartu namanya kepadaku.
Berniat untuk bertanya, pria itu langsung pergi begitu saja setelah memberikan kartu nama dan alamat kantornya. Benar-benar pria yang mencurigakan, pekerjaan yang cocok untukku katanya? Gajinya juga sangat besar? Aku tidak boleh langsung percaya dengan pria asing itu.
Hari inipun aku berjualan seperti biasanya hingga sore hari, dengan mengantongi kartu nama dari pria aneh. Memang aneh, tapi dilubuk hatiku yang terdalam, aku penasaran ,dan aku memikirkan tawarannya. Bagaimana jika aku datang saja ke kantornya, untuk bertanya-tanya dulu terkait pekerjaannya, tetapi ayahku dahulu pernah berkata "jangan mudah percaya kepada orang asing!" itu dia katakan karena aku sering ditipu ketika dahulu aku kecil, dan sekarang ada momen yang sama. Seorang pria besar aneh tiba-tiba datang menawariku pekerjaan.
Pada malam harinya, aku gelisah. Tidak bisa tidur karena memikirkan tawaran itu. Dia bisa tahu namaku, bahkan rumahku. Itu hal pertama yang aneh menurutku, kurasa dia bukan orang biasa, lagipula penampilannya juga aneh, besar berotot berjas putih. Seperti seorang eksekutif.
Jika memikirkan keadaanku, sebetulnya keadaanku sedikit susah, berjualan juga hanya cukup untuk kebutuhan primer. Sebagai wanita remaja, aku juga ingin hidup seperti mereka.
Aah! Ini benar-benar membuatku bingung!
Baiklah, sudah kuputuskan! Besok pagi aku akan datang kesana. Maafkan aku, Ayah. Akan kuusahakan agar tidak ditipu lagi!.
Keesokan harinya,
Aku bangun lebih pagi, mandi lebih lama. Memilih pakaian dengan bingung, karena ini pertama kalinya aku akan datang ke sebuah kantor. Sambil mengacak-ngacak lemari, aku sudah membayangkan akan datang ke sebuah kantor eksekutif, dan aku akan mengenakan jas putih juga, haha!
Baiklah, karena dia memakai jas putih, aku pakai ini saja, kemeja putih polos.
Sempurna! Selanjutnya aku pakai sepatu merah mudaku yang mengkilau.
Dengan semangat membara, diiringi rasa penasaran yang tinggi akan kantornya seperti apa, aku meninggalkan rumah kesayanganku menuju stasiun kereta api di pusat kota.
Ternyata jaraknya lumayan juga, aku tiba di alamat kantor pukul satu siang. Tidak sesuai dengan ekspetasiku, bukannya tiba di kantor, aku tiba di sebuah rumah besar. Bayanganku mulai kecewa, kurasa aku akan dijadikan pembantu atau pelayan di rumah ini, semangatku sudah turun.
Huft
Dengan langkah yang malas, aku menuju ke gerbang dan memencet belinya tiga kali. Tidak lama dari itu, keluarlah pria besar berjas putih itu.
"Akhirnya kau datang juga ya! Aku percaya kau akan segera kemari!" kata si pria itu sembari membuka gerbang yang besar.
"Jangan salah paham dulu, aku kesini hanya untuk bertanya kepadamu! Tentang pekerjaan itu!".
"Iya! Bertanyalah sesukamu, sebelumnya masuklah dulu ke dalam rumah!"
Akupun mengikuti instruksinya. Sambil jalan menuju pintu rumah, dia tertawa tidak jelas menatapku.
"Kenapa kau tertawa?!".
"Sepatumu sungguh bagus, mengkilap seperti sepatu anak-anak! Lagipula kenapa kau memakai kemeja putih polos seperti itu! Dilihat dari manapun, itu tidak cocok dengan sepatunya. Aku tidak mengira kau senorak ini!".
"Jangan menertawakan sepatuku! Ini aku beli dari hasil tabunganku berjualan! Aku memilihnya begitu lama di toko! Ini sepatu yang keren!".
"Iya, terserah kau saja! Seleramu begitu buruk".
Tidak terasa kami sudah masuk ke dalam rumah. Dilihat dari manapun, ini hanya rumah orang kaya biasa.
"Sekarang, jelaskan pekerjaannya! Aku tidak mau jika itu pembantu di rumah ini!".
"Tenanglah dulu! Kau baru saja sampai, setidaknya duduklah terlebih dahulu, akan kuambilkan segelas air".
Akupun duduk di sofa mewah ini, menunggunya menghidangkan air minum, aku kira pria itu menyeramkan, ternyata dia baik dan lucu.
"Kau pasti lelah kan?! Ini, minumlah dulu".
"Terima kasih".
Pria itu berdiri dan berjalan ke arah rak buku. Memencet salah satu buku dan boooom! Rak buku itu bergeser otomatis, dan di dalamnya terdapat ruangan rahasia. Aku yang duduk di sofa sambil meminum air melihat itu begitu terkejut bukan main, akupun mempercepat minumku dan bergegas berdiri menghampirinya penasaran.
"Ruang rahasiaaa! Ini benar-benar luar biasa!" ekspresiku takjub.
"Ayo masuklah, akan kujelaskan pekerjaannya di dalam sana!" balasnya tenang.
Aku mengikutinya masuk menuruni tangga yang panjang secara perlahan, ekspresiku kagumku belum juga hilang. Ini pertama kalinya bagi gadis miskin sepertiku melihat teknologi secanggih ini.
"Kurasa aku tidak akan jadi pembantu di rumah ini".
"Haha, kan sudah kubilang tadi! Pekerjaanmu bukan sebagai pembantu".
"Sayangnya, pekerjaanmu sangat berat, itulah kenapa kau akan digaji tinggi" lanjut pria itu.
Mendengar perkataan pria itu, rasa penasaranku semakin tinggi dan semangatku di pagi hari tadi kembali lagi.
"Kita sudah sampai" kata pria itu.
Woooaah! Aku melihat ruangan yang asing sekali, canggih, dan berlampu biru, komputer-komputer besar, banyak monitor, kabel-kabel besar berserakan, dan dua orang berjas putih yang sepertinya sudah menunggu pria berotot ini.
"Kau lama sekali!" kata salah satu pria berjas putih itu.
"Ah! Maafkan aku, itu karena wanita ini rumahnya sangat jauh".
"Baiklah, kumaafkan".
Dia memakai topi fedora, kacamata google, dan berambut coklat, memakai kemeja biru dan jas putih panjang. Pria ini terlihat begitu elegan.
Sementara pria yang satunya lagi, bertubuh tinggi kurus, berambut panjang layaknya wanita. Bermata sipit dan mengenakan jas putih panjang yang sama. Seketika pria ini nampak menyeramkan, seperti hantu, auranya juga begitu dingin, dia tidak berkata apapun.
"Kane, sebaiknya kau segera jelaskan rules-nya pada wanita ini" kata pria berotot kepada temannya.
"Apa itu benar-benar masih diperlukan?! Lagipula apa-apaan sepatunya gadis itu, jelek sekali!".
"Jangan menghina sepatuku! Ini sepatu terbaik yang aku pilih di toko!" balasku kesal.
"Baiklah-baiklah, sepatumu adalah sepatu yang terbaik di dunia!".
"Silahkan duduk nona, aku akan mencoba menjelaskan apa yang harus kau lakukan" lanjutnya.
"Jangan terlalu kasar padanya, Kane! Bersikaplah lembut pada perempuan!" kata pria berotot.
"Baik-baik, tuan berotot yang ramah!".
"Jangan memanggilku begitu! Aku punya nama!".
"Jadi kau ingin dipanggil dengan namamu ya?! Haha, baiklah, tuan Max Alehandro!".
"Cepatlah jelaskan pada gadis itu, Kane! Sikapmu selalu menyebalkan seperti biasanya!".
***
"Gadis sepenting itu?! Hilang begitu saja?! Jangan bercanda!" jawab bang kesal seraya menghentak meja.
"Santailah, Bang! Kau membuat yang lainnya takut!".
Bella, Roy, dan Tony hanya mendengarkan saja, mereka tahu jika Bang sudah marah sebaiknya tidak berisik dulu.
"Akupun sangat kaget! Tapi aku mencoba untuk tenang agar bisa menganalisa keadaan. Ini! Lihatlah!"aku memberikan Bang secarik kertas yang kutemukan di kasur Frieda.
Bang mengambil, dan membacanya. Seketika, dia mengeluarkan ekspresi terkejut!
"Dia memanggilmu Erwin" respon Bang.
"Iya, aku tahu ini aneh, biasanya dia memanggilku Dokter Erwin, atau Pak Dokter! Meskipun aku menyuruhnya untuk memanggil namamu saja, namun, di surat ini, dia menyebut namaku seakan-akan sudah mengenalku sejak lama".
"Bukan hanya itu saja yang aneh, Bang!" lanjutku.
"Apalagi?! Kau terlalu dikelingi hal-hal aneh! ".
"Mungkin ini tidak terlalu penting untukmu, tetapi tadi pagi Dina tidak aku temukan di rumah, sepertinya dia ikut menghilang!".
"Apa katamu?! Kenapa bisa begitu?!".
"Entahlah, aku tahu ini bukan sekedar kebetulan! Ada benang merah diantara semua ini".
"Ini situasi yang gawat, Erwin! Kenapa kau bisa setenang ini?!".
"Kemarin, sikapku sudah seperti orang gila, Bang! Aku tidak bisa tenang, pikiranku kacau! Dan hari ini, Dina ikut menghilang dari rumah, aku sudah ada di titik tidak tenang yang tidak normal, kapasitas otakku tidak sanggup menampung semua ini".
Menyela situasi yang serius, datang seorang pelanggan pria. Dengan percaya diri dan suara lantangnya, pelanggan asing itu menghampiri kami, dan tiba-tiba berkata
"Ah ! Ternyata kau ada disini, Erwin!".
Semuanya terdiam.
"Siapa kau?! Kau mencariku?! " balasku.
"Sudah kuduga, kau tidak mengingatku, dasar pria pemalas!".
***