Repot sekali! Kenapa tiba-tiba pria itu memanggil kita semua untuk rapat. Ini sangat mendadak, berani sekali pria itu mengganggu zona nyamanku, yaitu duduk di sofa,menonton televisi santai ,dengan santapan kripik dan soda. Ah, biarlah! Semua itu akan terbayar karena aku akhirnya bisa bertemu dengannya sejak sekian lama, Max Alehandro, aku tidak sabar untuk bertemu denganmu.
Setelah perjalanan jauh melintasi ruang dan waktu, akhirnya aku tiba di tempat pertemuan. Aku kira mereka akan ngaret, tetapi ternyata aku yang terakhir tiba.
"Akhirnya kau datang, Dina!"
Tanpa banyak bahasa, aku langsung masuk ruangan dan duduk di kursi bernomor sepuluh . Ruangan yang cukup megah, aku suka. Meja bundar panjang yang elegan, kursi bernomor tiga hingga sepuluh dengan desain megah mengikuti gaya meja. Berbeda jauh dengan apartemen dekil itu. Dan seperti biasanya, atmosfer kedelapan orang ini sangat berbeda dengan orang biasa. Membuatku harus bersikap serius untuk bersanding dengan mereka.
"Kami sudah lama menunggumu! Dasar wanita malas!"
"Jangan mempermasalahkannya! Sudahlah, ayo kita mulai saja, selesaikan semua ini dengan cepat!" balasku kesal.
"Nah, dengan kedatangan wanita ini, akhirnya kita semua sudah lengkap! Ada yang mau disampaikan sebelum aku mulai rapatnya?"
Kane? Kali ini dia yang memimpin rapat? Lagi-lagi aku tidak suka dengan gaya pria ini, apa maksudnya dengan 'Wanita ini', aku mempunyai nama yang layak untuk dipanggil, orang ini terlalu meremehkan orang lain. Seperti biasa, aku membencinya.
Oh, lihatlah pria besar si ujung sana! Maaax! Kau semakin tampan saja. Daripada mendengar ocehan pria mengesalkan ini, lebih baik aku memandangi Max sepanjang rapat.
"Sebelumnya aku minta maaf karena mendadak memanggil kalian semua, tapi situasi sekarang cukup gawat sehingga penting untuk kita atasi. Rapat kali ini, aku yang memimpin. Tuan Morgan dan istrinya sudah menyerahkan masalah ini padaku. Jadi, akulah pemimpin kalian untuk sementara ini"
"Haah?! Aku? Dipimpin olehmu? Mana sudi!" kata member ketujuh yang angkat bicara.
Tentu saja, karena dengan sikapnya yang menyebalkan, tidak ada orang yang mau dipimpin olehnya.
"Duduklah! Atau kutebas kepalamu!"
Apa-apaan itu! Dia langsung mengeluarkan pedang! Member keempat itu selalu menyeramkan seperti biasanya, bahkan aku tidak pernah berani mendekatinya.
"Santailah! Haha, kau terlalu tegang!" Kane menenangkan pria seram itu.
"Baiklah! Kalian terlalu banyak drama! Cepat mulai rapat ini! Aku sangat sibuk!" kata member kelima yang angkat suara juga. Seperti biasanya, dia anggun dan berkarisma! Aku selalu mengaguminya. Kenapa tidak wanita ini saja yang menduduki kursi ketiga.
"Kau sadis seperti biasanya, Nona berkacamata!" timpalnya.
"Baiklah, aku akan segera mulai dengan membahas mengenai masalah akhir-akhir ini! " Kane mulai berdiri.
"Pertama, ada orang bodoh yang mencoba melawan kita. Orang bodoh ini berhasil meretas sistem yang kita buat serumit mungkin! Dia berhasil mengembalikan ingatan The Rabbits di The Black, tetapi untungnya Caesar sudah memindahkan kelinci itu dengan sigap."
"Ini menarik! Haha. Aku ingin bertemu dengan orang bodoh ini, " kata member ketujuh. Orang ini ramai dan energik seperti biasanya. Gaya rambutnya yang nyentrik membuat kesan pria ini menjadi bertambah aneh.
"Ya! Seharusnya kalian berterima kasih pada Caesar. Dibandingkan dengannya, yang kalian lakukan hanyalah main-main saja! Itulah masalah kita sebenarnya! Akibatnya, sistem kita berhasil diretas!"
"Terutama kau, Shizo! Kelinci itu berasal dari duniamu! Dan yang kau lakukan hanya bermain-main dengan virus bodoh itu!" lanjutnya kesal.
"Jangan asal bicara, Kane! Aku memiliki caraku sendiri untuk mencapai tujuan kita!" balas Shizo, member kedelapan, Si Raja Angkuh.
"Memangnya kalian masih ingat dengan tujuan awal kita?!"
***
Sudah lama kami menantinya, akhirnya hari yang ditunggu tiba. Aku dan Chika berhasil membuat tiga Helmet untuk berpindah dimensi. Untuk Aku, Chika, dan Erwin. Helmet ini bisa menahan konsekuensi yang dibuat Morgan, kami tidak akan kehilangan ingatan karena berpindah dimensi. Dengan Helmet ini juga, orang yang kehilangan ingatannya bisa dikembalikan lagi.
"Kau sudah siap, Chika?!"
"Siap!"
"Kau membawa apa saja di ransel besar itu?"
"Aku membawa banyak baju, dan persediaan makanan."
"Kau ini, memangnya kita mau piknik!"
"Biarlah, dibandingkan dengan kakak yang hanya membawa tas gendong kecil. "
"Iya! Aku tidak sepertimu. Aku hanya membawa sedikit pakaian, dan laptopku."
Aku menyadari, ini akan menjadi perjalanan yang sangat panjang, mungkin kami tidak kembali. Tetapi ini sudah menjadi tekad kami untuk menyelamatkan teman kami dari kekejaman Yellow Scientist, dan segala rencana jahatnya.
Bulatkan tekad! Tekan tombol meluncur.
"Baiklah, dengan semangat yang berkobar, ayo kita tekan tombolnya!"
Aku dan Chika berbarengan menekan tombol. Dengan memejamkan mata kami berangkat!
.
.
Aku tidak merasakan apapun
.
.
Anginnya kuat sekali
.
.
Aku membuka mata perlahan
.
.
Aku melihat kota padang pasir
.
.
Apa-apaan ini!
.
.
.
Tinggi sekali! Aku terjatuh dari langit. Ini mustahil! Apa-apaan sistem perpindahan yang dibuat Morgan ini!
Oh tidak! Sepertinya aku akan mati! Ini terlalu tinggi.
***
Aku perlahan membuka mataku.
Dimana ini?!
Padang pasir?!
Aku bangun dengan segera, sepertinya aku pingsan.
Dimana Chika?!!
Aku melihat ke sekelilingku, berlari kecil untuk mencari adikku. Ini mustahil, dia tidak ada disini.
Sepertinya kami terpisah. Dan ini bukan destinasi tujuan, dilihat dari manapun ini bukan dunia The Black. Melihat dominasi warnanya, ini The Cream. Baiklah, atur napas, jangan panik.
Menurut indikator Helmet, Chika berada di Dunia The Green. Aku heran mengapa pak tua itu menamai dunia dengan nama warna. Dan syukurlah percobaan kami berhasil, konsekuensi Morgan tidak berlaku, ingatanku masih utuh, dan usiaku tidak bertambah sedikitpun.
Aku mulai berjalan, menyusuri dan mencoba mengenali dunia ini. Jika aku gambarkan kota ini, kota ini sama persis seperti yang aku lihat di film-film Cowboy, terlihat klasik dan gersang.
Panas sekali, seperti inilah suhu padang pasir, sialan! Langkah awalku adalah mencari penginapan. Hari sudah mulai gelap, aku harus beristirahat terlebih dahulu.
Setelah lama berkeliling, akhirnya aku menemukan tempat penginapan yang cocok. Jangan bertanya tentang bagaimana aku membayarnya, karena tentu saja mata uang disini jauh berbeda. Aku akan langsung pergi dari dunia ini dengan Helmet setelah aku mencari petunjuk tentang Yellow Scientist di kota ini. Sudahlah, aku sudah mulai lelah, Sebaiknya aku segera tidur. Aku akan berpikir dan melakukan semua itu esok hari saja.
***
Aku perlahan membuka mataku.
Sialan, aku terjatuh tinggi sekali. Syukurlah aku tidak mati.
"Ibuu, Ayaah! Kakak ini sudah bangun!"
Suara gadis kecil? Tunggu dulu, aku sudah membuka mata tetapi penglihatanku sangat buram.
"Syukurlah, kau sudah bangun! Kami khawatir sekali denganmu," suara wanita tua. Sepertinya di hadapanku ada tiga manusia. Gadis kecil dan kedua orangtuanya.
"Dimana aku?" tanyaku dengan penglihatan buram.
"Kau di rumah kami, di ibu kota. Kami menemukanmu pingsan di tepi sungai, untung saja Yuuna menemukanmu!" balas wanita itu.
"Yuuna?!"
"Itu aku! Hehe. Namaku Yuuna!" ternyata gadis kecil ya.
"Tatapanmu sangat aneh, apa kau tidak bisa melihat dengan baik?!" tanya bapak tua sigap, dia menyadarinya.
"Entah kenapa, penglihatanku buram sekali! Aku tidak bisa melihat apapun!" jawabku.
"Ini gawat! Kita harus carikan dia dokter! Sepertinya matanya bermasalah!"
Tidak lama dari itu, kedua orangtua itu langsung meninggalkan ruangan, sepertinya mereka berupaya mencarikanku dokter mata. Apa-apaan ini, aku hanyalah orang asing yang bahkan mereka tidak tahu namaku, kenapa mereka bisa sebaik ini?!
"Orangtuamu keluar, ya?!" tanyaku pada gadis kecil yang daritadi berdiri di sampingku.
"Iya! Tenang saja, mereka akan segera kembali kok, hehe! Jangan khawatir, matamu akan segera disembuhkan! Ini masih pagi, Pak Dokter pasti tidak memiliki antrian! " jawabnya riang.
"Kenapa kalian bisa sebaik itu? Padahal aku hanya orang asing,"
"Ayah dan Ibuku memang orang baik, karena itulah Yuuna menyukai mereka!" jawabnya polos.
"Namamu Yuuna, ya? Sungguh nama yang bagus!" balasku basa-basi.
"Oh iya! Siapa nama kakak?!"
Memotong percakapan kami, kedua orangtua itu datang kembali dengan membawa dokter mata, langsung berdiri di hadapanku. Cepat sekali! Pikirku.
"Ini dia dok! Dia bilang dia tidak bisa melihat dengan baik, tolong periksalah!" ucap Bapak itu kepada Dokter yang baru saja datang.
Lalu tubuhku dibuat bangun dari ranjang, duduk di kursi dengan menghadap ke luar jendela. Dokter itupun mengeluarkan banyak kacamata dengan kadar yang berbeda, sepertinya dokter ini beranggapan bahwa mataku rabun.
"Bagaimana? Sudah terlihat?! " tanya dokter.
"Belum, Dok!"
Ini hanya tes rabun biasa, seperti di duniaku.
Dokter itu satu-persatu memasangkan kacamata untukku. Hingga akhirnya,tibalah kacamata yang tepat, dan kulihat keluar jendela.
Aku terkagum! Pemandangan yang luar biasa sekali, aku belum pernah melihat pemandangan seindah ini dalam hidupku. Banyak pohon dan bunga yang indah, tertata rapi.
"Sepertinya kau berhasil melihat, ya!" ucap dokter.
"Iya!" aku menoleh ke arah dokter dan mereka. Dan aku terkejut bukan main!
Mereka semua bersayap, dan memiliki telinga yang runcing, seperti peri. Secara bersamaan aku menyadari bahwa akupun memiliki sayap yang sama, dengan telinga yang runcing.
"Bagaimana, kak? Indah bukan, pemandangan di luar?!" tanya Yuuna.
Aku hanya mengangguk terkagum.
"Iya, tentu saja indah! Selamat datang di Kota Raja Peri! Ibu kota dengan hutan terindah di negeri ini".
"Kak! Kau tadi belum menjawab pertanyaanku! Siapa nama kakak?!" tanya Yuuna riang.
"Ah, benar juga! Aku belum memperkenalkan diri. Semuanya, namaku Chika! Terima kasih atas bantuan dan kebaikan kalian selama ini."
***
Akhirnya rapat super panjang sudah selesai! Sialan sekali kau Kane! Karenamu, tugas kami bertambah semakin banyak. Tapi aku terkejut juga dengan bocah yang mencoba melintasi dimensi. Sepertinya dia bukan bocah biasa, pasti dia orang yang sangat pintar. Baiklah, sesuai dengan hasil rapat, aku tidak lagi bertugas di The Black, biarlah dunia itu Shizo yang urus.
Karena keputusan itu, aku memiliki tugas yang lebih berat di dunia The White. Pak Morgan dan Kakakku berada disana, kurasa menjadi sebuah kebanggaan menjadi satu-satunya Yellow Scientist yang dapat satu dunia dengan ketua dan wakil ketua.
Baiklah, selamat tinggal Erwin! Aku harap kau tidak mencabut poster itu satupun di rumah kecilku. Aku serahkan sofa empuk dan persediaan soda di kulkas itu untukmu. Jika kau berhasil, mungkin kita akan bertemu lagi suatu saat nanti.