Woosh
Angin berhembus dari luar jendela yang ia buka. Sambil duduk menatap ke arah kota, rambutnya tertiup santai oleh hembusan angin.
Aku terbelalak seketika
Untuk pertama kalinya
Rambutnya lurus indah sepundak, dan mengkilau. Tubuhnya molek putih dan langsing, perlahan dia mengalihkan pandangannya ke arahku, lalu melempar senyum kecil padaku.
Itu! Tak ada lawan.
"Jadi kau dokter muda yang banyak dibicarakan orang ya?! Aku sudah mendengar kabar tentangmu, aku sudah menunggumu, Dokter Erwin!" senyumnya sempit manis.
Sialan kau Dokter Abraham, kau menambahkan neraka baru untukku.
"Apakah kau pasien yang bernama Frieda Adellia?!" tanyaku santun.
"Ya! Benar!" jawabnya dengan hentakan senyum semangat, memperlihatkan perlawanannya pada penyakit.
"Pak Dokter bisa panggil aku Frieda!" lanjutnya.
"Ahaha, baiklah! " reaksiku heran kenapa pasien ini begitu ceria, padahal tubuhnya sangat lemah.
"Kalau begitu, Frieda. Kau boleh memanggilku Erwin! Sebetulnya aku tidak terlalu suka dipanggil pak dokter dan semacamnya, " merasa kita seumuran, kurasa ini tidak masalah.
"Siap Pak!!" jawabannya keras menghentak, berpose hormat bak prajurit.
"Sudah kubilang tidak perlu pakai pak!".
"Siap!" jawabnya yang masing menghentak.
"Frieda, aku rasa kau tidak perlu berpose hormat seperti itu. Aku tahu kau kesulitan menggerakkan badanmu, jangan dipaksakan!" entah mengapa, lama-lama sikapnya menjengkelkan.
"Eh? Kenapa tidak boleh? Aku hanya lemas saja, aku masih bisa menggerakkan tubuhku" jawabnya ngeyel.
"Sudahlah! Kau ikuti saja apa kata Dokter!!" tegasku.
"Kau bilang kau tidak ingin dibilang Dokter?!".
Orang ini! Tampilannya memang menawan, tapi sikapnya yang polos sudah kebablasan. Dia sama menjengkelkannya dengan Bella, mungkin lebih.
Mencoba semangat, tersenyum tanpa absen, ceria tanpa kompromi. Aku belum pernah menemui pasien yang seperti ini. Terlebih dia pasien The Black Virus . Untuk bisa selamat, kecil sekali kemungkinannya, kecuali kau memang bertubuh sangat kuat dengan imunitas yang super. Namun, dilihat dari manapun, gadis absurd ini terlihat sangat lemah, walaupun semangatnya membara. Aku terkejut dia masih bisa bersikap seperti itu dikala nyawanya sedang terancam.
Aku kira, aku akan gila hanya di Bang Cafe saja, sekarang disini juga. Bukannya aku protes dengan sikapnya yang mamprang, tetapi aku tidak terbiasa dengan ini, terbiasa formal dengan mencoba ramah. Namun, wanita ini memancingku untuk mengeluarkan sisi lainku, yang mudah kesal dengan kekonyolan.
"Aku memang dokter! Tapi aku tidak terlalu suka dipanggil dokter atau pak dokter atau semacamnya!" jawabku kesal.
"Iya iya!".
"Jika kau ingin sembuh, cukup turuti apa yang aku instruksikan, Oke ?!" mencoba menurunkan tempo dan ramah kembali.
"Aku sangat ingin sembuh, ingin sekali! Secepatnya!" jawabannya maksa.
"Kau sangat ingin sekali sembuh, memangnya apa yang ingin kau lakukan setelah sembuh?" tanyaku acak.
"Aku sangat ingin mengunjungi festival kembang api!" jawabnya membara.
"Festival kembang api?" tanyaku heran.
"Tentu, mereka indah dan berkilau-kilau".
Wanita ini total seperti bocah, walaupun usianya mendekatiku.
Meskipun dia seperti bocah, super polos, dan riang. Aku berpikir dia punya sikap feminim juga, mengingat dia mengatakan sangat ingin pergi ke Festival kembang api dengan senyuman manisnya yang jujur, aku sempat terpana dengan itu, aku kira dia hanya gadis cantik berisik yang mengganggu.
Sesudah pertanyaan dan obrolan jayus, setelah itu aku banyak bertanya terkait kondisi psikologisnya. Inilah strategiku untuk mendapat informasi pasien, guna kepentingan keperawatan. Banyak informasi yang kudapati dari wanita aneh ini, tak sedikit darinya yang membuatku terkejut dan diam sejenak, sehingga aku membuat kesimpulan istimewa pada wanita ini.
"Aku tidak ingat tempat tinggalku dulu. Aku juga tidak terlalu ingat masa laluku. Aku hanya ingat namaku".
"Hal aneh lainnya adalah, aku sering bermimpi, aku berada di atas awan, lalu aku terjatuh dari awan empuk itu, itu terjadi beberapa kali".
Aku diam sangat lama ketika mendengarnya, karena terkejut bukan main.
Dan sedikit aneh melihat transisi sikapnya, yang tiba-tiba ketakutan dan kebingungan dengan kelainan yang dia miliki.
***
Aku berhasil melewati neraka rumah sakit hari ini dengan selamat, setelah aku keluar dari ruangan itu. Wanita yang jarang, entah apa reaksi Dokter Abraham ketika dia tahu sikap aslinya.
Tidak semua cangkang akan sesuai dengan isinya, sama seperti Bella. Teman-teman sekolahnya mengaguminya karena menganggapnya anggun, banyak siswi yang iri, karena dia menjadi gadis idaman di sekolahnya. Namun, teman-teman bodohnya itu tidak mengetahui karakter Bella yang seperti penyihir, menjengkelkan tiada tara.
Terlau banyak kesan pertamaku pada Frieda. Aneh, rewel, namun auranya menggembirakan.
Frieda Adellia, wanita cantik super riang yang berhasil membuat senyumannya menempel pekat di pikiranku.
***
"Hari ini berbeda, dan unik".
"Kejutan apalagi yang kau dapat?" tanya Bang seraya menyiapkan kopi.
"Frieda Adellia, pasien The Black Virus yang aku tangani".
"Wanita?! Ada angin apa kau tiba-tiba tertarik dengan wanita?" tanya Bang tertarik.
"Hah?! Pak Dokter sedang jatuh cinta guys!!" teriak Bella meramaikan suasana.
"Hahaha!! Akhirnya! Pak Erwin akhirnya lakuu!".
"Berisik kau Bocah Bertopi!!" bahkan Tony ikut menertawakanku.
"Sebaiknya kalian berdua lanjutkan saja bermain kartu! Ini bukan obrolan untuk bocah seperti kalian! " roy angkat suara dengan gaya dinginnya.
"Bukankah kau seumuran dengan Bella, Roy?!" bang sarkas.
"Terserah kau sajalah!" balas Roy kesal.
Ucapan Bang membuat Bella sumringah. Akhirnya suasana kafe berisik dibuatnya. Bella si penyihir versus Roy si bocah liar.
Memanfaatkan suasana perdebatan mereka, aku mengambil kesempatan ini untuk cerita pada Bang, diapun sigap dengan situasi ini.
"Jadi, bagaimana si Frieda ini?".
"Bayangkan, Bang! Rambutnya lurus indah sepundak, mengkilau! Tubuhnya molek putih langsing! Yang paling istimewa adalah senyumnya, tak ada lawan!".
Tak ambil pusing untuk menyusun gambaran fisiknya, aku mulai refleks dengan kalimat Dokter Abraham ini.
Bang terkejut
"Erwin! Darimana kau belajar menyusun kalimat seperti itu?" intuisi seorang mantan polisi memang hebat.
"Ketahuan ya! Haha, jawabannya kuserahkan pada imajinasimu. Jawabanmu benar".
"Jadi si Pak mesum itu ya".
"Aku yakin bukan hanya itu yang mau kau bahas, " lanjutnya.
"Dia rewel, cerewet luar biasa! Aku sebagai dokter kewalahan meladeninya, baru pertama ini aku bertemu dengan pasien sepertinya".
"Hahaha, kau tertarik dengan itu?" tanggapannya.
"Ada hal yang jauh lebih penting dari itu," nadaku menajam.
"Dia sama sepertiku".
"Dia sama sekali tidak ingat dengan masa lalunya, dan sering bermimpi tentang jatuh dari langit".
Bang terdiam
.
.
.
"Kau yakin?" bang mulai menunjukan ekspresi seriusnya.
"Tentu, aku sama sekali tidak melihat ekspresi mengarang dari wajahnya".
.
.
.
Tak seperti anggota Bang Cafe Family yang lain, aku sama sekali tidak ingat dengan masa laluku. Aku tidak tahu hidupku kelam, atau bahagia di masa lalu. Dan aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu, Dina bercerita padaku bahwa aku pernah mengalami kecelakaan hebat di masa lalu, sehingga ingatanku hilang, kedua orang tuaku meninggalkanku, mereka adalah orang jahat yang menelantarkan anaknya, begitulah yang Dina ceritakan.
Tak mau ambil pusing, aku tidak terlalu memikirkannya, aku sudah terlalu damai dengan hidupku sebagai dokter.
Hal yang kedua adalah, mimpi di atas awan dan terjatuh dari awan yang empuk. Aku sering menyebutnya mimpi jatuh dari langit. Aku sering bermimpi tentang itu, mimpi yang begitu terlihat nyata, dan berulang-ulang. Aku tidak tahu tentang fenomena yang aku alami, aku rasa itu hanya kondisi khusus otak manusia. Akupun tidak terlalu memikirkan itu.
Kedua hal aneh itu aku mencoba untuk tidak mempermasalahkannya, sampai akhirnya aku menemukan pasien aneh yang memiliki pengalaman membingungkan yang sama denganku. Dari sini, aku mulai memikirkannya, tentang siapa aku, dan apa maksud dari mimpi itu.
"Apa yang kau pikirkan tentang ini, Erwin?" tanya Bang serius.
"Entahlah, aku sendiri kebingungan".
"Dia bukan wanita biasa, Erwin! Kau harus menggali informasi sedalam mungkin tentang dirinya! " bang memberi saran, meskipun diselimuti keraguan.
***
Sesampai di rumah sempit itu, aku nimbrung makan bersama Dina, hari ini aku tidak menyantap makanan apapun dari kafe. Mengambil momen langka ini, akupun memberanikan diri untuk bertanya.
"Bi, aku mau meminta suatu hal?".
"Apa itu?! Yang jelas aku tidak ingin mencopot satupun posterku".
"Bukan itu, tapi.. ".
"Aku ingin kau menceritakan kehidupanku di masa lalu?!".
"Jangan konyol Erwin! Aku mengurusmu setelah mereka meninggalkanmu! Mana tahu aku dengan masa lalumu!".
"Begitu ya, aku masih kebingungan dengan ingatanku, dan dengan mimpi itu, mungkin saja kau mengetahui sesuatu".
"Kenapa kau tiba-tiba membahas hal itu lagi? Apa ingatanmu sudah sedikit balik?".
"Tidak sama sekali".
Aku masih belum berani menceritakan bahwa ada orang yang sama denganku yang mengalami fenomena aneh ini. Aku rasa aku akan menyimpan ini, dan hanya Bang yang tau.
"Baiklah, aku sudah selesai makan! Aku akan segera istirahat".
Seperti biasanya, dia hanya duduk di sofa dengan ekspresi premannya, dengan cola di tangan kirinya, dan rokok di bibirnya. Aku ragu Max Alehandro akan suka wanita seperti ini.
Tidak mendapatkan informasi apapun dari singa betina itu, aku memilih untuk segera tidur. Tidak sabar untuk bertemu dengan Frieda, wanita unik yang perlu aku cari tahu tentangnya.
***
"Erwin! Bangunlah. Kenapa kau selalu berbaring disini!".
"Jangan menggangguku! Cuaca hari ini sangat cerah, ini kesempatan langka untuk mendapatkan pemandangan ini!".
"Dasar tukang tidur! , apa kau akan bolos hari ini, huh?! ".
"Baiklah, aku bangun. Kau ini rewel sekali!".
"Aku mau kau melihat papan pengumuman di koridor!".
"Jadi sudah keluar ya?!".
"Aku berani bertaruh, hasilnya masih sama seperti tahun kemarin! Ini karena kau yang malas-malasan".
"Kau terlalu percaya diri".
"Jangan tersenyum seperti itu! Aku tahu sebenarnya kau sedih, haha!".
"Jangan bercanda, kau tahu sendiri aku belum benar-benar serius kan?".
"Coba lihatlah! ".
***