Chereads / Sabine / Chapter 34 - Yes, You Can

Chapter 34 - Yes, You Can

Sabine terkesima saat memasuki pekarangan rumah mewah milik Niko. Sangat asri. Rumah minimalis berlantai dua itu hampir-hampir mirip dengan rumah yang dia tinggali dulu. Hanya lebih besar.

Niko tersenyum melihat reaksi Sabine.

"Ini rumah kamu, Sabine," ucapnya sambil merangkul Sabine dan mengarahkannya memasuki rumahnya. Sabine menyambut rangkulan Niko dengan melingkarkan tangannya ke pinggang Niko.

Setiba di dalamnya, wajah Sabine penuh binar. Meski minimalis, tapi ruang dalam rumah itu cukup leluasa. Karena tidak banyak barang yang terpajang. Hanya lukisan-lukisan di dinding yang tidak seberapa jumlahnya.

"Mau eksplore?," tawar Niko penuh senyum senang.

"Okay...,"

Lalu Niko menunjukkan beberapa ruangan yang ada di rumahnya. Sejenak dia merasa berputar ke sepuluh tahun lalu, saat Bu Carmen menunjukkan beberapa ruangan kepada dirinya. Waktu itu dia baru memulai kerjanya mengasuh Sabine.

Niko tertawa sejenak.

"Kenapa, Om?,"

"Nggak. Dulu waktu Om pertama kali ke rumah kamu, Almarhumah Mama Carmen melakukan hal yang sama yang Om lakukan sekarang. Menunjukkan ke Om ruangan-ruangan di rumah kamu. Sepertinya, kamu sekarang yang akan 'mengasuh' Om,"

_____

Malamnya...,

Seakan ingin mengulang masa-masa sepuluh tahun tahun lalu, masa-masa terindah di hidupnya, Sabine masih meminta Niko mendongeng menjelang tidur. Sabine yang terus memandang wajah suaminya yang terbaring di sisinya, menyimak cerita yang dikisahkan.

"Ini udah dongeng ketiga. Kamu malah belum ngantuk," ujar Niko sambil mengusap-usap kepala Sabine yang berada di dadanya. "Dulu, baru separuh dibaca, udah ngorok...," omel Niko lagi. Diletakkannya buku dongeng dan kaca matanya di atas nakas sisi tempat tidur.

"Om...," desah Sabine.

"Ya...,"

"Om ngerasa aku paksa nikahi aku nggak?,"

"Kok baru nanya sekarang?,"

"Iya..., baru kepikiran soalnya,"

Niko tergelak.

"Ya nggaklah. Om juga ngerasa kesepian, Sabine. Butuh teman tidur,"

"Emang setelah cerai nggak ada yang deketin Om?,"

Niko tertawa mendengar celoteh tanya Sabine.

"Adalah. Staff di kantor. Kantor yang sekarang. Kalo kantor dulu nggak begitu, karena sudah jadi rahasia umum kalo Om nggak menggairahkan..., intinya..., cuma kamu yang serius sama Om,"

Sabine tersenyum lebar. Ada rasa bangga bisa sedekat ini sekarang dengan Niko.

"Trus..., nggak Om tanggapin?,"

"Ampun, Sabine. Buat apa kamu tanya-tanya..., kita udah jadi suami istri,"

"Ya, pingin tau doang,"

"Nggak. Biasa aja,"

"Oh..., gitu. Kira-kira gimana ya tanggapan mereka begitu tau Om sudah menikah...," Sabine mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke bibirnya dengan bola mata yang mengerling cepat.

"Duh. Buat apa dipikirin. Mending mikirin kamu tuh. Niat nggak mau kuliah?,"

Sabine memperbaiki letak rebahnya, dipeluknya tubuh Niko.

"Ntar deh..., ini juga baru senang-senang, Om," rengek Sabine manja.

"Okay..., Om nggak maksa. Cuma ngingetin. Biar kamu juga ngerasa belajar lagi. Belajar sesuatu yang baru. Biar...,"

"Biar apa?,"

Niko menggelengkan kepalanya.

"Biar sibuk..., nggak banyak ngelamun,"

Sabine tersenyum. Kini tampaknya matanya sudah lelah terbuka. Dia mulai mengantuk. Niko yang tahu betul ekspresi kantuk Sabine, perlahan meletakkan tubuh kurus itu di sisinya.

"Goodnight," ucapnya disertai kecup hangat di kening Sabine.

"Night, Om,"

Tak lama, napas Sabine mulai terdengar teratur. Dia tidur sangat lelap.

Niko menghela napas panjang saat melihat wajah Sabine yang terlelap. Wajah yang sempat mengisi hari-harinya dulu. Sepuluh tahun lalu. Wajah yang selalu ceria, meski ada cerita sedih di baliknya. Sabine memang jarang membahas keluarganya, kecuali jika ditanya. Itupun dia jawab seadanya. Mungkin karena dia tidak ingin larut dalam kesedihan mendalam.

Niko memejamkan matanya, membayangkan hidup Sabine. Masih ingat cerita Erni dulu, asisten rumah tangga keluarga Sabine, berkisah mengenai kelahiran Sabine yang tak diinginkan. Sehingga kehadiran Sabine dianggap tidak ada. Wajar Sabine manja, hingga umur sepuluh dia senang dimandikan, karena dia tidak ingin sendirian.

Hingga musibah itu datang. Di saat dia pun sendirian.

Lalu dia dititipkan di sebuah keluarga yang serba kekurangan. Merasa menjadi beban, Sabine pun ingin berbagi. Tapi salah jalan.

Niko tercenung.

Apa Sabine akan bahagia di sisinya selamanya? Sementara dia merasa tidak mampu memberikan kebahagiaan yang sebenarnya yang biasa dialami pasangan-pasangan lainnya.

Merenungi jalan hidup Sabine yang sudah lewat, yang penuh kesedihan, lalu menikah dengan dirinya, akankah Sabine akan bahagia selanjutnya?

Hampir satu minggu usia pernikahan mereka. Sabine memang tidak menunjukkan keinginan berhubungan badan. Hanya peluk cium. Sabine juga tak meminta. Mungkin dia tidak ingin menyinggung perasaan Niko.

Tapi sampai kapan?

Niko menarik selimutnya, lalu menutup matanya seraya memeluk tubuh Sabine erat-erat.

***

Niko dan Sabine menghabiskan malam minggu mereka di sebuah Mall. Seperti pasangan muda lainnya, mereka makan-makan di restoran, lanjut nonton di bioskop. Ke luar dari bioskop, jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Mereka pun pulang setelahnya.

Setiba di rumah, Sabine lanjut ke kamar mandi.

"Mandi sendiri kan?," tanya Niko yang melirik Sabine yang sudah berendam di dalam bath up penuh busa. Dia sendiri sedang menyikat gigi.

"Iya..., tadi filmnya kurang seru," Sabine mulai menggerutu.

"Lo, siapa yang milih?," tanggap Niko yang melap-lap mulutnya dengan handuk kecil. Dia sudah selesai menyikat giginya.

"Aku...," jawab Sabine dengan wajah penuh sesal.

Niko mendekat ke bath up. Lalu duduk bersimpuh memandang wajah Sabine yang cemberut.

"Bikin nggak mud aja nonton tadi..., nggak enak banget. Masa kita seakan-akan membenarkan perbuatan yang jelas-jelas salah..., absurd,"

"Haha..., tadi Om suruh nonton film yang lain kamu nggak mau,"

"Soalnya heboh banget di sosmed. Makanya aku juga penasaran. Ternyata nggak bagus,"

Niko mengusap-usap punggung Sabine dengan busa.

"Sini...,"

Niko lalu menggosok-gosok rambut Sabine.

"Asyik..., dimandiin...,"

"Iya. Biar kamu nggak bete lagi."

Akhirnya malam itu, Sabine dimandikan Niko. Pikiran mengenai film yang dia tonton sebelumnya akhirnya hilang begitu saja berkat sentuhan tangan Niko.

________

"Aku nggak boleh liat?,"

"Nggak usah. Nanti kamu kecewa,"

Sabine mendelik.

"Kecil..., nggak mau kegini," ujar Niko sambil menunjukkan telunjuknya ke wajah Sabine. Dia tampak malu.

"Kalaupun begini, Cuma sebentar..., terus ya..., lemas," lanjut Niko dengan senyum getirnya.

Sabine menatap wajah Niko dengan senyum manisnya.

Niko menghela napas. Pandangannya tertunduk.

"Nyesal nggak?,"

"Om. aku nggak pernah menyesal. Dekat dengan Om aja kegini bukan main aku senang. Apalagi sudah bisa tiap hari begini..."

Sabine mulai nakal. Tangannya mulai menyentuh pangkal paha Niko.

"Maaf, Sabine,"

Tangan Niko menahan tangan Sabine yang sudah ingin membuka bawahan piyamanya.

"Jangan...,"

Sabine menarik tangannya.

Entah kenapa Sabine sangat bergairah malam itu ketika melihat wajah Niko yang tidak berdaya. Sabine mendudukkan tubuhnya sambil melepaskan semua yang ada di tubuhnya. Niko terperangah. Dia takut. Perasaannya mulai cemas. Apalagi Sabine yang telanjang kini sudah berada di atas tubuhnya. Membuka paksa piyamanya.

"Sabine. Please..., stop, sayang...," ucap Niko khawatir. Sabine mendekatkan wajahnya ke wajah Niko. Lalu mengecup bibir Niko lembut. Kemudian kecupannya berpindah ke leher Niko.

Niko mulai menikmati sentuhan dan gerakan Sabine sekarang. Apalagi saat Sabine menghisap leher disertai gigitan kecil. Tak sadar, tangannya sudah melingkar memeluk tubuh Sabine.

Sabine pun bertambah energinya menyusuri seluruh tubuh Niko.

Kini, jantung Niko berdetak sangat kencang, saat Lidah dan gigi Sabine bermain di dua puting dadanya secara bergantian. Dia hanya sanggup memejamkan matanya, berusaha menikmati permainan istrinya malam itu.

"Sabine..., No," desah Niko pasrah seraya menutupi wajahnya dengan dua tangannya. Dia tidak ingin melihat Sabine yang sedang membuka bawahan piyamanya.

Tidak terasa air mata Niko mengalir, saat merasakan mulut Sabine mengecup miliknya. Niko benar-benar malu. Dia takut tidak mampu melanjutkan kegiatan panas malam itu.

Sabine menghentikan kegiatannya. Memburu wajah Niko.

"Om...," desah Sabine seraya menarik dua tangan Niko dari wajahnya.

"Lihat aku," ucapnya. Dilumatnya bibir Niko penuh rasa cinta, sementara tangannya sibuk mengurut penis Niko yang sudah menegang sedari tadi. Niko tidak menyadarinya sama sekali.

Perlahan Sabine yang masih melumat bibir Niko, mengarahkan bokongnya ke atas tubuh Niko.

Tak lama kemudian, terdengar erangan Sabine yang menahan sakit, saat dia sedikit memaksa mendorong tubuhnya ke tubuh Niko.

"Sabine...," desah Niko. Dia tidak percaya apa yang dia rasakan. Matanya terbelalak. Tangisnya tiba-tiba berubah menjadi tawa.

"Oh..., My God..., ini indah, Sayang," racau Niko. Matanya kembali terpejam merasakan nikmat luar biasa. Dan Sabine masih terus menggerak-gerakkan bokongnya di atas pinggang polos Niko.

Lalu, kini Niko yang mulai beringas. Dia meminta Sabine untuk rebah. Dia ingin menguasai ranjang. Dia ingin membahagikan Sabine malam ini. Dia ingin mencoba.

Sabine benar-benar menikmati hujaman dari tubuh Niko yang menindihnya. Erangan Sabine yang disertai puji-pujian membuat Niko semakin semangat. Apalagi mendengar kata-kata 'sakit' dari mulut Sabine, membuat Niko semakin percaya diri. Dia juga bisa 'melakukan'nya.

Selanjutnya, entah berapa kali mereka berdua meraih kenikmatan. Hingga tidak menyadari, bunyi kokok ayam jantan sayup-sayup mulai terdengar.

***