Sedang asyik-asyik menghisap rokok di warkop Bu Ida, Sabine dikejutkan dengan kedatangan dua sahabat kentalnya, Bella dan Katie.
"Heh! Mentang lo udah ketemu Om Niko. Nggak ada kontak-kontak gue. Nggak tahu terima kasih lo," bentak Bella sambil menggebrak meja di hadapan Sabine.
"Gimana gue bisa kontak lo. Ponsel aja baru punya," sanggah Sabine sambil menunjukkan ponsel pemberian Niko beberapa hari lalu.
"Lo pake otak! Udah tau Om Niko punya kontak gue, at least lo kontak gue dari sana. Lo tanya dia,"
Sabine cengar cengir.
"Rokok!," palak Bella sambil meletakkan pantatnya ke atas kursi di hadapan Sabine.
Sabine menggeser kotak rokoknya ke hadapan Bella.
"Kat! Bilang Bu Ida. Semua dia yang bayar!," sergah Bella ke Katie.
Sabine tersenyum simpul melihat sahabatnya yang satu ini. Bella memang agak sadis. Tapi dia adalah sahabat yang sesungguhnya.
"Terusss..., gimana?," Bella melunak. Karena kopi dan rokok sudah lengkap di depannya.
"Gue mau kawin." Akhirnya Sabine memberitahu dua sahabatnya tentang rencana pernikahannya dengan Niko.
Mulut dan dua pasang mata Bella dan Katie membulat tak percaya.
"Secepat itu?,"
Sabine mengangguk sambil memainkan alis matanya.
"When?,"
"Soon,"
"Be clear, when?,"
"Minggu ini,"
Bella sinis memandang Sabine.
"Lo niat nggak sih ngundang kita kalo lo benar-benar mo kawin," sela Katie.
"Jangankan lo lo. Pakde Bude gue nggak gue kasih tau. Bonyok Om Niko aja nggak kita undang. Ngaca lo!,"
"Sial lo, Sab. Sinting!,"
"Lo baru tau?,"
Bella menggelengkan kepalanya.
"Mo datang nggak?," tanya Sabine.
"Di mana?,"
"KUA,"
"Yaah..., nggak makan-makan dong. Ogah gue mah. Nggak ada yang bisa dilirik jadi incaran gue," Katie ikut menggerutu.
"Serah lo dah,"
Bella lagi-lagi memandang Sabine tak percaya. Sabine yang dulunya kalem, kini lumayan berubah. Mungkin jalan hidupnya yang membuat gadis itu menjadi lebih tangguh.
"Lo apa nggak niat ngerayain pernikahan lo, Sab. Ya..., pesta. Jadi ratu semalam. Sekali seumur hidup...," ujar Bella.
"Pesta? Ngundang orang? Siapa gue? Gue bukan sinderela yang baik hati di mata orang-orang. Bagi gue yang penting kawin. Sehidup semati sama orang yang gue cinta. Setelahnya..., life must go on,"
Bella mencibir mendengar alasan Sabine.
"Om Niko sudah ingin ngenalin gue ke keluarganya. Mereka berat nerima gue. Lo liat gue..., lo saksi hidup gue kan?,"
Bella dan Katie mengamati Sabine.
"Fitting, Sab," usul Katie.
***
Semalam...
————-
•••Only it wasn't to the village he was born where he set his sail. It was to the land of the girl who had stayed with him at the island. You can imagine how surprised she was, to see him enter her father's garden.
"Oh my! I didn't expect to see you here."
"Well, here I am," he said.
"So, did you find the love of your life?"
"Yes, I did. I mean, now, I have."
"And will she have you?" asked the girl, staring at the ring that he held in front of her.
"You tell me," he said, looking into her eyes.
"Well, she might," said the girl. "How about if you and the girl give it a bit of time to be sure?" And they smiled at each other.
They took their time, that they did. The young man found a place not far from hers and went fishing each day. At night they had dinner, and they talked and talked. Each day they felt more sure than the day before.
And so the two were wed, and a fine wedding it was, with all the family and friends that the girl and boy thought had been cross with them but who were no longer angry. If they had ever been angry at all.
And so the young man and his brown haired girl lived happily for the rest of their days.
(. )
Sabine dengan posisi tengkurap di atas tempat tidur, menyimak dan menyaksikan Niko yang sedang membacakan dongeng untuknya lewat videocall. Sabine merasa kembali ke sepuluh tahun lebih yang lalu. Menjelang tidur, ada suara merdu Niko mengiringi tidurnya.
Kini, saat-saat indah itu seakan kembali. Meski dengan cara dan keadaan yang berbeda.
"Udah..., bobok gih," tutup Niko yang tersenyum ke arah Sabine lewat layar ponsel.
"Lagiii...,"
Niko tersenyum.
"Besok malam Om bacain lagi. Ya? Besok kamu kan masih kerja. Om juga. Harus bangun pagi..., ok?,"
Sabine mengangguk.
"Love you...,"
"Love you, Om,"
______
Sabine senang. Akhirnya Niko memutuskan akan menikahinya di KUA. Tidak ada yang diundang. Hanya yang terdekat saja. Sabine misalnya, dia berencana akan mengajak Ridwan dan Giok. Niko, dia bahkan tidak sama sekali, hanya asistennya yang mengurus semua administrasi melengkapi pernikahan, yang akan hadir.
Bukan ingin merahasiakan pernikahan, tapi hanya ingin menjaga perasaan Sabine dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang mungkin terjadi.
"Nanti pelan-pelan, kita sowan ke Pakde dan Budemu, ke keluarga Om di Yogya, Honeymoon ke Melbourne, sambil liat-liat tempat kuliah kamu nanti...,"
Sabine tersenyum lebar mendengar rencana-rencana yang diungkapkan Niko.
"Yang terpenting kita niat baik... Ok?,"
***
Dan akhirnya Sabine akan mengundang dua sahabatnya setelah asyik ngobrol di warkop Bu Ida. Walaubagaimanapun, melalui Bella dan Katielah, dia bertemu kembali dengan Niko.
***
Tapi, rencana tinggal rencana...,
Pernikahan Sabine dan Niko tidak diadakan di KUA. Ridwan bersikeras ingin rumahnya sebagai tempat pernikahan mereka. Sempat ada adu mulut yang lumayan sengit antara pria bertubuh tambun itu dengan Sabine dua hari menjelang pernikahan.
"Bah! Kau lukai perasaan abangmu ini! Kau itu sudah dikenal di gang ini. Orang-orang sudah kenal kau! Tak ada cerita kau tiba-tiba sudah jadi bini orang! Tekejut-kejut orang-orang nanti kau buat!,"
"Aku nggak mau merepotkan abang. Biayanya...,"
"Abang yang bayar. Tak usah kau pusing. Tau la abang kau tak punya duit. Minta sama calon laki kau pastilah kau segan. Sudahlah. Kau turuti saja kata-kata abangmu ini. Sudah banyak abang kawinkan anak buah abang di sini. Bukan kau saja,"
Sabine merasa sangat sungkan.
"Coba normalkan muncungmu! Tak suka kali liat muncungmu maju. Jelek kali kau!,"
Ridwan lalu menelpon rekan-rekannya untuk menyiapkan segala yang berhubungan dengan dekorasi pernikahan.
Ridwan juga tidak lupa menghubungi Niko memberitahu niatnya yang menginginkan pernikahan dirinya diadakan di rumahnya. "Sabine Ok. Sudah mau dia. Nanti Bapak Niko tinggal jemput dia dari rumah saya..., ya ..., ya...," ujar Ridwan lewat telepon genggamnya. Dia sangat sopan saat berbicara dengan Niko.
______
Dan kini, rumah Ridwan yang lumayan besar dan mewah sudah indah dihias. Layak pernikahan lainnya, musik dangdut berkumandang di seputar rumah Ridwan. Meski dia 'hanya' penjual ikan di pasar yang terlihat kumuh, serta penampilannya sangat biasa, sebenarnya Ridwan adalah sosok berduit.
"Sudah siap? Calon laki sudah di depan," tegur Ridwan yang menyingkap gorden kamarnya yang dijadikan tempat berhias Sabine.
"Sudah, Wan. Ini tinggal dipoles sedikit biar rapi," balas Mbak Nia, sang perias. Ada Bella dan Katie yang juga ikut merapikan gaun pengantin Sabine.
Ridwan sesaat menatap Sabine. Dia tersenyum puas. Matanya takjub melihat penampakan Sabine. Lalu setelah mengerdipkan matanya ke Sabine, dia pun berlalu.
"Baik banget abang lo, Sab...," ujar Katie yang sedang memperbaiki bagian bawah gaun Sabine. Bella juga turut membantu.
"Kalo liat dari penampilannya kayak kasar gitu. Tapi baik hati ya," lanjut Katie yang sebelumnya memperhatikan Ridwan yang sangat sibuk di depan.
"Duda, Kat...," desah Sabine.
Katie tersenyum. Mbak Nia si perias juga senyam senyum mendengar Sabine yang mulai menggoda.
"Duda sekarang lebih memesona ya..., kamu juga korban duda kan, Sab?," goda Mbak Nia.
"Paan sih,"
"Bang Ridwan itu duda. Gitu-gitu duitnya banyak. Rumahnya ada beberapa di Langkat, belum sawah sama kebun sawitnya...," bisik Sabine.
Bella terkekeh.
"Dan dia bukan Gadun...," lanjut Sabine.
"Nah..., maju Kat,"
Katie cemberut. Sejenak dia membandingkan Ridwan dengan Beni yang gagah, atletis, dan super jago merayu. Katie bergidik membayangkan Ridwan.
"Napa lo, diem?," tanya Bella mulai usil.
***
Niko sangat lancar mengucapkan janji nikah di depan penghulu. Entah kenapa kali ini Niko merasa lebih relaks daripada pernikahannya yang pertama. Mungkin karena suasananya yang lebih akrab, penuh canda tawa. Apalagi Ridwan, yang saat itu berperan sebagai saksi pernikahan, celotehnya mengundang gelak tawa para undangan. Maklum, Ridwan sangat dikenal di lingkungan sekitar rumahnya.
Sabine tidak menyangka pernikahannya semeriah ini. Ternyata Ridwan mengundang banyak temannya, hingga dari Muara Angke, tempat mereka mengambil ikan. Kendaraan-kendaraan mewah pun berjejer di depan mulut gang. Relasi Ridwan cukup beragam, dari yang berpenampilan biasa hingga luar biasa. Padahal acara persiapan pernikahan Sabine dan Niko hanya dua hari saja.
Hampir semua undangan memuji sang pengantin, Niko yang gagah dengan tuxedonya, dan Sabine yang sempurna dengan gaun putih mewah nan seksi. Cukup banyak yang bertanya mengenai hubungan sang pengantin dengan Ridwan, karena sang pasangan peangantin cukup asing bagi mereka.
"Adik aku itu. Anak diplomat. Tak sembarangan dia. Tapi papanya sudah meninggal, ikut aku di sini," jawab Ridwan dengan bangganya. Karena hampir semua terkagum-kagum melihat cantiknya Sabine ketika berdiri di atas pelaminan.
"Om speechless, Sayang. Ini semua di luar dugaan...," bisik Niko saat menyeka keringat yang mulai mengucur dari dahi Sabine.
"Om senang nggak?," tanya Sabine penuh senyum.
Niko mengiyakan lewat kedipan matanya.
______
Malamnya, pesta masih berlangsung. Pesta milik masyarakat sekitar yang masih ingin menikmati alunan dan hentakan organ tunggal dari rumah Ridwan.
Dan posisi sang pengantin berpindah ke ruang keluarga yang cukup besar di dalam rumah Ridwan. Katie dan Bella masih setia menemani mereka berdua. Dan suasananya kali ini jauh lebih santai. Sementara tuan rumah, Ridwan tampak serius bercengkrama dengan Niko yang terus saja menggenggam tangan Sabine yang duduk di sampingnya.
Lucunya, Katie tampak curi-curi pandang ke Ridwan. Bella tentu saja menyadari perubahan sikap Katie. Dia terus memberi kode kedip mata ke Sabine.
"Lo terpesona deh kayaknya, Katie...," goda Bella memulai.
"Paan si lo," tukas Katie. Tapi wajahnya memerah menahan malu.
"Udah..., ganti casing lo,"
"Ih..., kalo ganti juga gue nggak mau yang main-main,"
"Lo seriusin...,"
"Ih..., paan sih,"
Seterusnya, Bella tak henti-hentinya menggoda Katie. Sabine juga tidak ketinggalan terus menggoda Katie dengan senyum usilnya.
***