Malam Minggu ini, Katie dan Bella bertemu di sebuah café di sebuah mall mewah di kawasan Alam Sutera. Mereka pergi bersama pasangan masing-masing. Katie dengan Om Beninya, dan Bella dengan Om Ikhsannya. Maklum, gadun mereka memang saling kenal, bahkan satu tempat kerja.
Tampak Bella dan Katie duduk berdua di salah satu pojok café. Sementara sugdad mereka duduk di tempat yang sedikit jauh dari posisi duduk mereka. Ternyata Beni dan Ikhsan memiliki janji dengan dua teman lainnya. Mereka asyik ngobrol sambil merokok di area merokok. Beberapa kali terdengar tawa renyah dari pria-pria matang itu. Asap rokok yang mengepul tidak lagi jadi penghalang mereka bercengkrama, malah makin terlihat akrab.
"Lo emang mau udahan, Ket?" tanya Bella sambil melempar pandangannya ke arah empat pria yang masih asyik bercengkrama.
Katie menghela napas berat. Sedari dulu masalah Katie memang cukup berat, selalu diteror istri Beni. Sudah dua kali dia pindah apartemen. Untungnya saja dia tidak celaka. Karena Beni selalu siaga menyembunyikan dirinya.
"Iya. Tapi berat juga sih. Gue udah seneng banget sama Om Beni. Dia juga sayang ma gue. Dia pernah janji mau nikahi gue, kalo berhasil bujuk bininya,"
Bella tertawa kecil.
"Lo sendiri gimana? Sama tu duda?"
"Dia punya sugbeb lain. Asni namanya. Mantan Akhyar,"
"Lo Ok?,"
"Ok aja. Prinsip gue, gue nggak mau libatin hati gue dengan hubungan ini. Kalo dia udahin gue, ya udah. Ngapain diterusin, cari sugdad lain, simple,"
"Lo nggak merasa dikhianati gitu?"
"Hahaha..., emang gue Sabine? Pake rasa-rasa gitu dengan gadun? Nggak ada cerita. Mereka cuma seneng-seneng aja,"
Tiba-tiba pandangan Katie tersita ke arah Beni dan kawan-kawan.
"Wow..., ada yang ganteng lo, Bel. Tuh yang kacamata. Lo liat nggak?" gumam Katie sambil mencolek bahu Bella. Katie mengarahkan pandangan Bella ke salah satu teman sugdad mereka yang berkacamata.
"Wah..., iya. Ganteng banget. Seger liatnya. Kok gue baru liat yang satu ini ya, Ket?" decak Bella kagum.
"Iya, Bel. Mirip Luke Hemmings..., Ooo, bisa pingsan gue...," seru Katie tertahan. Matanya menatap pria itu penuh rasa kagum.
"Eh..., apa lo bilang barusan? Luke Hemmings?"
Bella dan Katie saling pandang. Seperti ada yang melintas di benak mereka.
Katie langsung berselancar ke dunia maya lewat ponselnya.
"HA?,"
Dengan tangan gemetar dia tunjukkan layar ponselnya ke hadapan Bella.
"Jangan-jangan..., dia Niko, eks guru privat Sabine...," desah Katie sambil membaca caption yang ada di foto tersebut.
Kepala Bella dan Katie kembali memutar. Mereka sekali lagi memastikan wajah pria yang duduk di sana sama persis dengan wajah pria yang berada di koleksi foto IG Sabine.
Dan tiba-tiba saja pria itu beranjak dari duduknya.
"Katie. Lo tunggu ya? Biar gue turun tangan...," desis Bella sambil mendekatkan tas kecilnya ke hadapan Katie.
Sambil mendekap kuat ponselnya, Bella berjalan cepat mengikuti pria berkacamata tersebut yang rupanya melangkah menuju restroom café.
_______
Cukup lama Bella menunggu di sisi luar restroom. Dia mulai gelisah. Sebentar-sebentar dia menoleh ke arah tempat duduk Ikhsan. Khawatir Ikhsan mengetahui dirinya yang sedang membututi seorang pria matang tampan.
Dan akhirnya, penantian Bella membuahkan hasil, Niko ke luar dari restroom.
Bella mengintip ke arah restroom laki-laki, Niko masih mencuci tangannya.
"Om Niko?" tegur Bella memberanikan diri saat punggung Niko tepat di hadapannya.
Langkah Niko tertahan. Diamatinya Bella dengan wajah heran.
"Ya? kamu siapa?" tanyanya penuh curiga.
"Hm..., teman Sabine!" jawab Bella.
Wajah Niko berubah drastis. Dia sangat terkejut.
"Sabine..., dimana dia??" Niko mengguncangkan bahu Bella.
"Maaf...," ucap Niko yang menyeka dahinya. Dibukanya kaca matanya. Menatap tajam wajah Bella.
"Ini, Om. Aku nggak bisa lama-lama,"
Bella memberikan secarik kertas ke Niko yang bertuliskan nomor ponsel.
***
Cemas Katie berangsur hilang ketika melihat Bella yang sudah ke luar dari restroom. Karena dirinya juga sibuk mengawasi gerak gerik Ikhsan. Khawatir Ikhsan juga pamit ke restroom. Bisa kacau semuanya.
"Aaah..., cemas gue, Bel. Gimana?" tanya Katie sambil memperbaiki tempat duduk Bella.
Bella memegang dadanya saat menghempaskan tubuhnya ke atas kursi yang dirapikan Katie.
"Benar, Kat. Dia mantan guru private Sabine. Gila, sakit bahu gue. Dia goncang-goncang bahu gue pas gue sebut nama Sabine. Dia histeris...,"
Katie menggigit bibirnya.
"Apaa..., kita berbuat kesalahan lagi, Bella? Gue takut Sabine terjebak masalah lagi. Soalnya, Niko kan sudah menikah. Lo ingat, nggak?"
Bella terhenyak. Dia baru sadar.
"Duh. Kayaknya kali ini gue harus mati demi Sabine, kalo emang terjadi apa-apa dengannya," tekadnya.
Setelahnya. Katie dan Bella sibuk memperhatikan gerak gerik Niko.
Niko memang tampak gelisah. Sebentar-sebentar dia melirik ke arah Bella dan Katie.
"Duh..., Bel. Gimana nih,"
"Udah..., sudah terlanjur. Tapi menurut gue ada sesuatu di antara Niko dan Sabine. Soalnya Niko syok banget,"
"Bel..., dia pulang...,"
Tampak Niko pamit dari teman-temannya.
_______
Pagi Minggu, Bella kembali dihubungi Niko. Mereka bertemu di hall apartemen Bella. Katie juga ikut menemani.
Kali ini wajah Niko sedikit cerah. Dia tampak ingin segera mengetahui kabar gadis malang itu.
"Jadi selama ini Om Niko mengira kalo Sabine itu ikut Mama Lita ke Melbourne?" tanya Bella setelah menceritakan di mana Sabine tinggal selepas kedua orangtuanya meninggal berberapa tahun lalu.
"Iya. Om cari dia ke mana-mana. Dari Kemang, trus lanjut ke sekolahnya dia di High scope. Tidak ada kabar sama sekali. Om heran saja kenapa dia tidak menghubungi Om selama ini," jelas Niko cemas.
"Trus dia masih di Pondok Cabe?" tanyanya kemudian.
Katie dan Bella saling pandang. Mereka tampak berat menceritakan hubungan Sabine dengan Akhyar, atasan Niko. Mereka yakin pasti Niko akan terkejut mendengarnya.
"Hm..., dia pindah lagi, Om. Di gang sempit di Ciputat...,"
"Kok?"
Wajah Niko kembali terheran-heran.
"Jadi gini, Om. Sabine pernah menawarkan diri jadi sugar baby. Yah, kayak kita,"
Niko menahan napasnya. Wajahnya bertambah cemas.
"Apa kita teruskan, Om?" tanya Bella hati-hati. Dia merasa tidak enak melihat reaksi Niko saat menyebut sugar baby.
"Ya..., teruskan," desak Niko pasrah.
"Ya..., alasannya karena dia kesulitan keuangan. Pakdenya sakit TBC akut. Sudah bertahun-tahun nggak sembuh-sembuh, nggak punya biaya ke dokter. Sementara dia juga sendiri merasa jadi beban di rumah itu. Dia bilang sudah berbulan-bulan Mama Lita nggak ngirim dia uang."
Niko menyeka keringat yang mulai mengucur dari dahinya.
"Trus..., ya kita tawarin. Om Bira...,"
Niko terkejut.
"Bira? Ya ampuun," desahnya.
"Tapi kayaknya nggak berhasil. Sabine masih gugup. Nggak taunya, di hotel itu dia malah ketemu Daddy Akhyar...,"
Niko mulai gemetar.
"AA...aaa...," teriaknya getir.
"Maaf, Om,"
Niko menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia ingat sekarang. Ketika itu dia juga sedang berada di hotel tersebut saat mengikuti konfrensi ekonomi internasional. Bira sempat hendak mengejar gadis yang akan dia jadikan sugar babynya, yang sudah naik ke dalam sebuah taksi. Ternyata gadis itu Sabine. Niko benar-benar menyesalkan kejadian itu.
"Dan Sabine sangat dekat dengan Daddy Akhyar. Tapi posisinya bukan jadi sugbeb, Om. Tapi lebih dari itu,"
"Maksudnya?"
"Mereka berhubungan, layaknya sepasang kekasih..."
Niko mendongak kali ini. Dia lemas.
"Om tau sendiri, Daddy Akhyar memiliki banyak gadis. Nah, gadis-gadis Daddy Akhyar akhirnya mengetahui hubungan gelap Daddy mereka dengan Sabine. Mereka menyerang Sabine. Untung Sabine kuat, Om. Dia melawan sampai gadis-gadis itu ketakutan. Tapi sayang, foto-foto mesranya dengan Daddy Akhyar dikirim oleh mereka ke Bude dan Pakde Sabine. Mereka malu sekali dengan kelakuan Sabine. Akhirnya, Sabine ke luar dari rumah itu...,"
Mata Niko tertunduk. Dia tidak sanggup melihat mata Bella yang sedang bercerita.
"Dan sekarang..., dia tinggal di Ciputat. Kerja di pasar ikan...," Bella tidak sanggup lagi meneruskan ceritanya. "Kurus, Om..., kasihan. Katanya dia ingin tenang. Dia nggak mau lagi jadi beban ..., sampe-sampe dia nggak mau punya hape."
Bella meraih tisu yang ada di atas meja. Menyeka hidung dan matanya yang mulai berair.
"Dia cerita. Jam tiga pagi sudah harus bangun. Pergi ke Muara Angke cari ikan segar. Dia pergi bersama abangnya, Ridwan namanya. Habis itu dia jaga lapak abangnya sampe pukul dua siang,"
Bella menutup ceritanya. "Setiap hari."
"Apa Om akan menemuinya?," tanya Bella. Dia yang khawatir sekarang.
"Iya..., kenapa?" tanya Niko.
"Hm..., apa istri Om, hm ... kecewa..., Sabine ..., hm...,"
Niko tersenyum tipis.
"Om sudah cerai...,"
Bella dan Katie saling pandang. Mereka lega.
***