Bude Rita menangis sejadi-jadinya di hadapan Sabine sambil memperlihatkan foto-foto Sabine tengah merangkul mesra seorang pria tengah baya di sebuah klub malam.
"Sabine..., Bude kecewa sama kamu. Kalo tau dari dulu sumber uang yang kamu dapat, lebih baik nggak Bude terimaaaa...," isak Bude Rita. Dia tidak sudi melihat Sabine.
Sementara Pakde Yono memandang Sabine dengan wajah masam.
"Yo anak yo ibue podo wae..., mata duiten," rutuk Pakde Yono. Dia menyinggung Bu Lita, Mama Sabine. Dia tidak senang sama sekali. Dia pandang Sabine dengan perasaan jijik. Mereka menganggap Sabine telah melacurkan diri.
Sabine hanya diam. Tidak berkutik.
Ternyata, sebelum pertengkaran itu terjadi, foto-foto Sabine sudah mendarat di rumah Bude Rita. Sabine menyesalkan semua yang terjadi. Kalo tau begini, aku bakar saja mobil itu, gumamnya penuh rasa sesal. Gadis-gadis Akhyar memang sangat keterlaluan.
Ini yang sangat Sabine tidak harapkan. Mengecewakan keluarga satu-satunya, keluarga Bude Rita dan Pakde Yono. Sabine sangat tahu bahwa selama ini keduanya sangat baik terhadap dirinya, meski dengan kekurangan yang mereka punya.
Kini Sabine hanya mampu memandang dua wajah tua itu penuh rasa bersalah. Air mata sudah tidak mampu lagi dia bendung. Melihat wajah-wajah kecewa dari orang-orang yang sangat dia sayang sungguh tidak mengenakkan. Sepintas Sabine berpikir apa menghilang dari dunia ini lebih baik? Sedari kecil keberadaan dirinya seakan tidak diharapkan. Dia merasa dirinya sangat menyusahkan. Dia merasa tidak ada yang peduli dengan dirinya.
Dengan langkah gontai, Sabine melangkah menuju kamarnya. Sambil menangis dia mengemasi barang-barangnya.
***
"Asni..., ini kunci apartemen gue. Ini kartu-kartu Akhyar. Ini barang-barang dari dia. Bilang ke Akhyar. Jangan cari gue," ujar Sabine yang sudah tenang. Dia menemui Asni sebelum benar-benar pergi.
"Satu hal, Asni. Gue titip Pakde dan Bude gue. Lo awasi mereka. Please..., mereka sudah tua. Kalau ada apa-apa, tolong diperhatiin. Gue mohon dengan sangat,"
Sesak dada Sabine mengenang Pakde dan Budenya. Meski mereka terlihat sangat membenci dirinya, tapi Sabine tetap menyayangi mereka.
Asni memeluk Sabine. "Maaf...," ucapnya.
"Aku juga minta maaf," ucap Sabine.
Hati Asni terenyuh melihat punggung Sabine yang sudah menjauh dari dirinya. Meski dia belum lama mengenali gadis itu, tapi dia yakin Sabine gadis baik.
Dipandangnya barang-barang yang Sabine titipkan untuk diserahkan ke Akhyar. Barang-barang yang tidak seberapa harganya jika dibanding yang dia terima dari Akhyar selama ini. Dia kini menyadari, wajar Sabine sangat spesial di hati Daddynya, Sabine tidak pernah menuntut banyak hal.
***
Seminggu kemudian...,
"Saya Akhyar. Saya memang sangat dekat dengan Sabine. Saya menyayanginya dengan segenap hati saya. Karena kisah hidupnya yang sangat menyentuh. Ditinggal orang-orang tercinta. Satu saja keinginannya yang membuat saya ingin menyenangkan dirinya di sepanjang usianya, dia ingin melihat jasad papamamanya. Dia ingin papamamanya memiliki tempat yang bisa dia kunjungi setiap tahun. Sebidang tanah dengan batu nisan tertulis nama,"
Bukan main sedih Pakde Yono dan Bude Rita mendengar cerita Akhyar mengenai Sabine. Mereka pun turut menyesal karena memarahi Sabine seminggu yang lalu. Mereka bahkan masih mengingat raut wajah Sabine yang penuh dengan air mata saat meninggalkan rumah mereka.
"Dia tidak pernah ingin memiliki apa-apa. Melihat orang-orang senang sudah membuatnya sangat bahagia. Dia tidak ingin Pakde dan Budenya menderita. Dia juga tidak ingin melihat saya gelisah. Dia yang membuat saya bahagia di setiap hari-hari saya,"
Akhyar kecewa. Sudah seminggu ini dia tidak mendapat kabar dari Sabine. Berulang kali dia hubungi, tetap tidak ada jawaban. Akhirnya dia memberanikan diri menghadap Pakde dan Bude Sabine. Ternyata Sabine juga tidak dia temui.
Akhyar sangat kecewa.
Lebih kecewa lagi saat mengetahui ulah gadis-gadisnya. Asnilah yang menceritakan semua yang terjadi saat mengembalikan barang-barang titipan Sabine ke Akhyar. Hati Akhyar pun semakin tersiksa melihat barang-barang yang sering dipakai Sabine ketika Sabine menghabiskan waktu dengannya, dari pakaian, tas, dompet, ponsel, hingga mencis kesayangannya.
Mata Akhyar berkaca-kaca melihat benda-benda itu. Tidak pernah di seumur hidupnya sesedih sekarang. Kehilangan seorang gadis malang yang sangat dia sayang.
***
Beberapa bulan kemudian...,
Bukan Akhyar saja yang kehilangan Sabine, Bella dan Katie juga. Mereka akhirnya pun menemui Bude Rita.
Mereka tidak menyangka sama sekali dengan apa yang diceritakan Bude Rita. Ternyata Sabine menjalin hubungan khusus dengan bos besar Akhyar. Dan karena hubungan terlarang itulah Sabine menghilang.
Dengan perasaan tidak menentu, mereka pulang dari rumah Bude Rita. Berbagai pertanyaan menyelinap di benak keduanya.
***
Sabine tinggal di sebuah kamar kos kecil di gang sempit daerah Ciputat. Dia kini bekerja di pasar tradisional di sana.
Sabine sungguh beruntung. Saat pergi dari rumah Bude Rita beberapa bulan lalu, dia iseng menyusuri pasar. Awalnya dia menyusuri toko-toko kecil yang ada di pasar tersebut sambil menanyakan apakah ada lowongan kerja untuknya. Namun, tidak ada jawaban yang dia harapkan. Akhirnya dia menyusuri pasar ikan. Seseorang yang berpenampilan bak preman menegurnya. Orang itu adalah kepala geng preman pasar, Ridwan namanya. Dengan senang hati Ridwan memperkerjakan Sabine di lapaknya, karena melihat wajah cantik Sabine.
Ridwan pun kemudian menawarkan Sabine untuk tinggal di salah satu kos-kosan murah yang dekat dengan rumah mewah miliknya. Dia pula yang membayarkannya.
Sabine pada mulanya agak sedikit curiga dengan kebaikan Ridwan, tapi ternyata Ridwan sangat terkenal di sekitar tempat tinggalnya. Terkenal sangat dermawan juga sangat baik. Sudah banyak orang-orang yang terlantar yang dia bina, terutama orang-orang dari wilayah Sumatera.
Yang lebih menyenangkan lagi, sejak lapaknya dijaga Sabine, lapaknya jadi rebutan para pelanggan. Karena Sabine melayani pelanggan dengan sangat ramah. Sabine juga tidak segan-segan membantu membawakan belanjaan hingga ke kendaraan mereka, jika diperlukan.
"Sab. Kau makan siang dululah. Biar abang yang jagain lapak," tegur Ridwan yang melihat Sabine masih asyik melayani pelanggan. Sabine sedari pagi memang belum istirahat.
"Ok, Bang." Balas Sabine sambil menangkap kunci motor yang dilempar Ridwan ke arahnya.
"Makanlah yang banyak, Sab. Malas abang tengok kau kurus kering kayak ikan julung-julung," teriak Ridwan.
Sabine tersenyum mendengar celoteh Ridwan. Beberapa pelanggan pun ikut tertawa mendengarnya.
Sabine memang agak kurusan. Sebenarnya bukan karena kurang makan. Tapi mungkin karena bekerja keras. Pukul tiga dini hari dia harus menemani Ridwan mengambil ikan di daerah Jakarta Utara. Lalu menjaga lapak Ridwan hingga pukul dua siang. Sabine mau saja bekerja hingga sore. Tapi Ridwan melarangnya. "Kalau kau jantan, baru abang bolehkan kau kerja siang malam", begitu ucap Ridwan ketika Sabine ingin bekerja hingga sore.
_______
Tidak banyak barang-barang yang ada di kamar Sabine. Hanya beberapa lembar pakaian dan alat-alat makan seadanya. Semua tersusun rapi di sebuah rak kecil di sisi tempat tidur.
Sabine benar-benar ingin sendiri. Ponselpun tidak lagi dia miliki. Dia tidak ingin orang-orang yang mengenalinya mengetahui keberadaannya sekarang. Sabine ingin melupakan semua masalah dan kenangan di masa lalu. Dia hanya ingin ketenangan dalam hidupnya.
Satu hal yang belum sanggup dia lupakan dan masih rutin dia lakukan menjelang tidur di malam hari, mengenang masa-masa bersama Niko, cinta pertamanya. Ada beberapa buku dongeng yang dia bawa dan dia susun rapi di atas meja kecil di kamarnya. Buku-buku yang sering Niko bacakan untuknya setiap malam menjelang dia terlelap.
Menjelang tidur, Sabine selalu membaca buku-buku itu membayangkan Niko hadir di sisinya setiap malam. Karena Sabine baru bisa tidur nyenyak setelah mengenang suara Niko yang membacakannya buku cerita.
Meski sempat jatuh di pelukan Akhyar, Sabine masih mengenang Niko. Dia belum bisa menghilangkan kenangan bersama Niko.
Sebenarnya, bisa saja dia paksa dirinya untuk mencari Niko. Tapi Sabine tidak ingin ada masalah baru. Dia juga tidak mau tahu apa kabar Niko sekarang. Menurutnya pasti akan sia-sia. Karena dia yakin Niko tidak lagi menghiraukannya, karena sudah memiliki kehidupan sendiri.
***
"Jadi geng sugbabnya Akhyar bubar, Ket?,"
"Iya..., sejak Sabine menghilang, Daddy Akhyar nggak melihara gadis-gadis lagi. Nih, lagi pada sibuk nyariin Sabine. Nyesel mereka,"
"Gue masih penasaran, gimana ceritanya Sabine bisa kenal dekat Akhyar ya? Jangan-jangan...,"
Bella mengingat saat pertama kali Sabine melakukan tugasnya melayani Bira. Sabine yang seharusnya tidak lagi berada di hotel malam itu, malah pulang keesokan harinya.
"Lo berpikiran yang sama nggak, Ket?," tanya Bella dengan mata terbelalak.
"Iya, Bel. Kan yang ngadain acara seminar di hotel itu kantornya Om Beni, Om Ikhsan dan Om Bira. Bos Akhyar pasti di situ juga," jelas Katie.
"Kacauuuuu..., gila Sabine. Nggak nyangka bisa diem gitu. Berarti pas kita cerita-cerita tentang sugbeb Akhyar dia nyimak juga ya..., pengen gue getok kepalanya kalo ketemu," gumam Bella. Dia merasa bodoh mengingat saat-saat bercengkrama dengan Sabine. Wajah Sabine sangat polos menyimak cerita-cerita dirinya.
"Tapi kayaknya hubungan Sabine dan Akhyar nggak seperti antara sugbeb dan sugded deh, Ket,"
"Maksud lo?,"
"Pasti mereka pacaran. Menurut gue sih, hubungan mereka lebih ke masalah hati. Soalnya kata Bude Rita nggak ada barang-barang mewah yang Sabine punya,"
Bella menghirup lattenya.
"Kita cari di mana lagi ya tuh orang. Kok gue ngerasa khawatir. Kasihan Sabine. Lo punya usul nggak, Ket,"
Katie mengetuk-ngetuk rokoknya di atas meja. Dia berpikir keras.
"Eh, coba ke warkop Bu Ida yuk? Sabine kan rutin ke sana."
***
Wajah Bella dan Katie meringis ketika mendengar cerita seram Bu Ida mengenai pertengkaran seru antara Sabine dan geng sugbeb Akhyar di warkopnya beberapa bulan lalu.
"Gue pikir ada yang mati nih di warung gue. Gue mikir Sabine bakal mati konyol. Itu gadis-gadis emang kurang ajar banget. Lo bayangin aja sendiri! Sabine sebatang, eh mereka berenam. Gue banyakin doa aja di pojokan dalam. Gue juga nggak nyangka Sabine seberani itu. Gue kira dia bakal diem-diem aja. Eh, ternyata lebih sadis dari yang gue kira. Persis kayak di pelem-pelem. Tuh anak main sodor-sodor piso, mecahin kaca mobil udah pinter banget. Hampir aja mobil mereka Sabine bakar," tutur Bu Ida berapi-api. Dia masih kesal dengan kejadian itu. Apalagi mengingat wajah-wajah angkuh gadis-gadis yang menyerang Sabine di warungnya.
Bella dan Katie sampai melongo menyimak cerita wanita bertubuh tambun itu.
"Trus..., tuh orang masih sering ke sini nggak, Bu?," tanya Bella.
"Sabine? Baru aja kemaren nongkrong di mari. Sama laki-laki. Orangnya serem. Keling, Kalung rante emas di lehernya. Cincinnya ampun, kalah Hotman Paris,"
"Kira-kira kapan ya ke sini lagi, Bu?,"
"Ya..., emang nggak tiap hari sih. Tapi masih sering. Lo main aja ke sini. Dia biasanya agak siangan ke sini. Kira-kira jam dua lebih,"
***