William melempar tubuh Eli ke atas ranjang king size-nya dan langsung menindih tubuh gadis itu yang terasa mungil dibawah kungkungan tubuhnya.
"Kak Wil." lirih Eli.
"El, kau tahu kesalahanmu hari ini kan?" tanya William pelan namun terdengar menusuk di telinga Eli.
"Kak Wil, aku bisa jelaskan. Tadi aku tidak menepati janji karena--"
William mencengkram dagu Eli sehingga memotong ucapan penjelasan dari gadis itu, "Bisa-bisanya kau masih membuat alasan dengan mulut manismu ini."
"Kak Wil?"
"Sssssstttt! Diamlah jika kau mau selamat!" ujar William terdengar seperti sebuah peringatan sekaligus ancaman.
"Tapi Kak--"
William tersenyum sinis, "Kau membuatku tidak punya pilihan, El."
Cup.
Mata Eli sontak membulat ketika William menempelkan bibirnya pada miliknya, namun kali ini dengan sangat lembut berbeda dengan tadi. Eli merasa jantungnya akan tercelos keluar sekarang karena ciuman William kali ini terasa begitu memabukkan. Lagi-lagi Eli mengutuk dirinya sendiri karena disaat seperti ini harus terbuai lagi pada kelihaian kakak tirinya itu. Ia pun jadi tak kuasa untuk mengikuti ritme permainan yang sudah dibuat pria itu.
Tangannya mengalung pada leher William, pria itu tersenyum dalam ciumannya. Ciuman mereka pun semakin intens dan menuntut, William menjadi lebih dominan menuntut bibir Eli mengikuti ciumannya.
Akhirnya ciuman itu diakhiri dengan hisapan kuat bibir William pada bibir bawah milik Eli yang kini terlihat membengkak. William mengusap bibir Eli menggunakan jarinya dan tersenyum.
"Ciuman yang sangat hebat." pujinya.
Eli yang matanya sudah menatap sayu tak bisa menahan rasa panas di kedua pipinya. Karena tak bisa menahan malu, Eli pun menyembunyikan wajahnya ke dalam dada bidang milik William agar pria itu tidak bisa melihatnya.
William terdiam, ekspresinya terlihat begitu datar. Entah apa yang sedang ia pikirkan, namun tiba-tiba William menjauh dari Eli sehingga menimbulkan jarak di antara mereka.
Eli memandang William tidak mengerti karena tindakannya barusan, William yang mengetahui itu tiba-tiba meminta maaf.
"Maafkan aku, rapikanlah pakaianmu. Mari kuantar pulang. Aku akan menunggu di dalam mobil."
Setelah mengatakan hal itu, William keluar dari kamarnya meninggalkan Eli sendirian dengan banyaknya pertanyaan di dalam kepalanya. Mengapa William bersikap berbeda secara tiba-tiba? apakah dirinya sudah membuat kesalahan?
"Apakah barusan aku sudah menyinggung perasaannya?"
Suasana di dalam mobil itu sangatlah hening, William maupun Eli sama-sama memilih diam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Sementara Christ yang sedang menyetir secara diam-diam mengintip lewat kaca spion, ia tidak tahu mengapa kedua orang itu jadi aneh setelah keluar dari kamar. Terlebih lagi ekspresi William yang tidak bisa ia tebak. Apakah sudah terjadi sesuatu diantara mereka?
Mobil itupun tidak berapa lama berhenti di sebuah halaman rumah, Eli yang menyadari jika mobil yang membawa mereka sudah sampai di depan rumahnya bergegas akan turun, namun sebelum itu ia mengatakan sesuatu pada William.
"Aku tidak tahu mengapa Kak William jadi mengacuhkanku, tapi aku minta maaf jika aku sudah berbuat salah." katanya lalu pamit masuk ke dalam rumahnya.
"Apa sudah terjadi sesuatu, sir?" tanya Christ pelan-pelan.
Helaan nafas panjang tercelos dari bibir William, "Dia mengingatkanku padanya. Mereka sangat mirip. Christ, apakah ini tandanya aku masih mencintainya?"
Christ terdiam, meskipun William tidak mengatakan secara jelas orang itu, ia yang sudah bekerja bertahun-tahun dengannya tentu saja langsung paham. Dirinya tidak bisa menjawab, karena ini menyangkut kisah percintaan William di masa lalu dimana akhirnya membuatnya menjadi seorang petualang wanita seperti sekarang.
****************
"Jadi desas-desus itu benar kalau semalam Junior dilabrak oleh pacarmu?" tanya Jane.
Eli yang terlihat murung hari ini tidak berniat menjawab pertanyaan teman sebangkunya itu dan memilih diam. Jane yang merasa Eli terlihat tidak seperti biasanya mengutuk dirinya sendiri karena semakin membuat temannya itu murung.
"Maaf, Eli. Aku tak bermaksud sok tahu seperti yang lain, tapi berita ini sudah menjadi perbincangan hangat di seluruh penjuru kampus. Aku tidak mau berita simpang siur ini terus beredar tidak jelas."
"Jane?"
"Ya?"
"Jika aku bilang berita itu tidak benar apa kau percaya?"
Jane menarik sebelah alisnya, kemudian menganga takjub.
"Ah, aku tahu. Pasti ini hanya gosip. Aish, orang-orang itu, apakah tidak punya pekerjaan lain selain membicarakan orang? tapi ngomong-ngomong, mengapa Junior tidak terlihat sejak tadi? tidak biasanya dia datang terlambat."
Eli menghembuskan nafasnya kasar, masalahnya dengan William saja sudah membuat kepalanya pusing, ditambah lagi kesalahpahamannya dengan Junior, sebenarnya kenapa hidupnya jadi penuh masalah begini sih?
"Eli? Kau melamun?" ucap Jane membuyarkan lamunannya.
Eli bangkit dari kursinya, ia berniat ingin membolos saja hari ini karena Eli yakin ia tidak akan fokus untuk mengikuti pelajaran.
"Kau mau kemana?" tanya Jane.
"Aku mau ke ruang kesehatan. Tiba-tiba aku merasa tidak enak badan."
Jane langsung memandang Eli khawatir, "Benarkah? Apa mau kutemani?"
Eli menggeleng menolak tawaran Jane, "Tidak usah. Tolong katakan kepada dosen nanti ya?"
"Iya. Kalau ada apa-apa segera hubungi--"
Belum sempat Jane menyelesaikan ucapannya, Eli sudah berlalu pergi dari kelas itu.
"Mengapa Eli jadi aneh ya?"
"Sepertinya gosip itu memang benar ya? Wah, Eli beruntung sekali bisa menjadi rebutan dua orang sekaligus." ujar seseorang sedang berbincang dengan teman-temannya sepeninggal Eli.
"Benar, kudengar pacarnya sangat tampan dan kaya karena mobil yang dipakainya sangat mewah dan mahal." sambung yang lain.
Jane menatap dua orang perempuan di depannya itu dengan kesal, "Beraninya kalian bergosip tentang temanku di depanku. Gosip itu tidak benar, Eli sudah mengonfirmasinya sendiri tahu! Jika kalian masih bergosip lagi, aku tidak akan membiarkannya!" ujar Jane kepada mereka.
"Ah, yang benar saja! Jika gosip itu memang tidak benar, mengapa Eli terlihat murung hari ini?"
"Karena dia sedang sakit." bela Jane.
Mereka semua terbahak, "Alasan yang begitu klasik. Jane, jadi orang itu pintaran sedikit. Kabar Junior menyukai Elyana itu sudah beredar dari dulu, gosip ini sangat masuk akal kalau memang pacar Eli melabrak Junior yang tidak tahu diri itu."
"Kalian! Jadi kalian menganggap Junior itu perebut pacar orang? Berani-beraninya kalian mengolok orang saat dia tidak ada. Terbuat dari apa hati kalian? Di depan saja terlihat baik tapi disaat dibelakang begitu busuk!"
"Cih! Jane, jangan munafik. Memangnya apa gunanya mulut kalau bukan untuk membicarakan keburukan orang?"
"Kalian--"
"Jane!" tiba-tiba seseorang menghentikan gadis itu yang akan menjawab ucapan mereka. Jane sangat terkejut mengetahui siapa orang itu, begitupun dengan mereka.
"Junior?"
Junior mendekati Jane lalu menatap orang-orang yang menjelek-jelekkannya bergantian dan tersenyum. Semua orang yang berada di kelas itu juga tampak hening setelah sibuk bergosip.
"Apa kalian terkejut orang yang sedang kalian bicarakan tiba-tiba datang?" tanya Junior santai.
"Junior, jangan dengarkan ucapan mereka." kata Jane menenangkan.
"Jane, aku tahu. Terima kasih sudah membelaku, tapi sayangnya ucapan mereka benar. Semalam aku dilabrak oleh pacar Eli karena aku menyatakan perasaanku kepadanya."
Jane dan semua orang lagi-lagi begitu terkejut dengan pengakuan Junior barusan. Jadi gosip yang beredar itu memang benar?
"Junior, apa yang kau lakukan?" bisik Jane mengingatkan.
Junior tersenyum, "Tidak masalah, meskipun aku ditolak, yang penting aku tidak menjadi seorang pengecut!"
"Junior?"