"Kak?!" suara melengking Lily memenuhi ruangan itu. Lily terlihat tergesa mencari keberadaan William seperti akan menyampaikan hal penting.
Bertepatan dengan itu, Christ terlihat menuruni tangga sehabis menemui William. Matanya membulat mengetahui keberadaan Lily.
"Damn! Mengapa nona Lily bisa ada disini?"
Christ terlihat ragu akan tetap turun ke bawah atau kembali ke atas, akhirnya ia pun memutuskan untuk kembali tapi belum sempat ia berbalik, secara dramatis Lily sudah menangkapnya basah.
"Hei, Christ! Kau mau kemana?! Dimana kakak-ku?!"
Harsh!
"O? Nona Lily? Sejak kapan anda datang?" ucap Christ berbasa-basi.
Lily berdecak, "Kau pikir aku tidak tahu jika barusan kau berusaha kabur dariku?"
"Eyy, mana mungkin saya berani kabur dari anda, nona Lily. Tadi saya mau kembali karena ponsel saya ketinggalan di ruangan sir William."
"Begitukah? Kau tidak sedang menyembunyikan sesuatu dariku kan sampai mau berusaha kabur?"
"Ahahaha! Nona Lily, anda jangan salah paham. Bukankah kita sudah lama kenal?"
Lily maju mendekati Christ sambil menatapnya tajam, "Apa kau bilang?? Jangan sok akrab padaku!" ucap Lily kesal.
Disaat keributan kecil itu masih berlangsung, tiba-tiba William muncul karena merasa terganggu dengan keributan itu.
"Siapa yang berani teriak-teriak dirumah-- Lily?!"
Namun pada akhirnya William juga terlihat terkejut akan keberadaan adiknya itu. Tumben sekali adik perempuan itu datang mengunjunginya.
"Kak Wil!"
Mengetahui keberadaan kakaknya, Lily jadi melupakan keberadaan Christ dan kemudian berlari menuju ke ara William.
"Lily? Kenapa kau kemari?!"
"Kak!! Ada satu hal penting yang ingin aku katakan padamu!"
William menoleh ke belakang memastikan jika Sissy tidak keluar dari kamarnya. Wanita itu tidak jadi ia pulangkan karena wanita itu sendiri yang bilang tidak ingin pulang dulu. Akhirnya ia pun membawanya pulang ke rumahnya, dan ada fakta lain jika Lily tidak menyukai Sissy dari dulu. Jika adiknya itu tahu Sissy ada disini, mungkin perang dunia ketiga akan terjadi.
"Apa?"
"Ini tentang Eli, kak!"
"Eli? Dia kenapa?" tiba-tiba Christ datang menyambung.
Lily memberikan lirikan yang tajam kepada Christ, "Apakah kau tak pernah diajari sopan santun? Kepo sekali!"
"Maafkan saya."
"Lupakan! Mengapa kau harus menyebut nama gadis itu disini?"
"Kak, jangan begitu. Aku kemari karena aku tidak tahu mau meminta bantuan kepada siapa lagi. Eli tidak pulang sejak semalam, kata pelayan sebelum Eli pergi dia bertengkar hebat dengan Papa dan Mama. Aku benar-benar khawatir padanya, karena ini bukan kali pertama mereka bertengkar, tapi aku juga sama sekali tidak menyangka dia memutuskan untuk tidak pulang."
Mendengar penjelasan Lily, tiba-tiba William melayangkan tatapannya ke arah Christ.
"Astaga! Sepertinya kita harus mencari keberadaannya sekarang!" ucap Christ khawatir.
"Jika dia kenapa-kenapa, itu salahmu!" tuduh William.
Lily yang tidak mengerti akan maksud kakaknya itu hanya memandang mereka berdua bergantian.
"Ada apa? Apakah sudah terjadi sesuatu?"
"Gadis itu kemarin mencoba bunuh diri." jawab William.
"Bunuh diri?! Bagaimana bisa? Kenapa?!" kaget Lily.
"Aku tidak tahu, tanya saja pada Christ, dia yang menyelamatkannya."
Lily pun mendekati Christ dan menarik jasnya, "Cepat jelaskan!"
"Nona Lily, tolong jangan tarik-tarik jas saya, bagaimana kalau nanti kusut?!" ucap Christ mengkhawatirkan hal yang tidak penting.
"Apa katamu?! Bagaimana mungkin kau mengkhawatirkan jasmu disaat-saat seperti ini?!"
"Nona Lily, kemarin Eli memang berusaha bunuh diri, tapi setelah saya berhasil menyelamatkannya, dia berjanji tidak akan bunuh diri lagi dan akan tetap hidup. Akhirnya ketika dia meminta pergi saya lepaskan." jelas Christ.
"Apa? mengapa kau melepaskannya bodoh?! Memangnya siapa yang tahu isi pikirannya?!"
"Meskipun saya tidak bisa membaca pikiran orang lain, saya yakin Elyana akan memegang janjinya sendiri. Lagipula dia juga sudah berjanji pada saya."
William yang mendengar penjelasan Christ berdecih, "Percaya diri sekali!"
Christ kini menatap William dengan berani, "Salah satu alasan dia mau bunuh diri juga karena anda sir!" tuduhnya balik.
"Ish! Beraninya kau menuduhku! Kau mau cari mati ya?!"
Christ yang baru saja menyadari sikap kurang ajarnya barusan menunduk meminta maaf tak bermaksud begitu, namun jika dilihat dari sikap Eli yang berusaha menghindari William kemarin, tentu saja pria itu juga turut andil didalam keputusasaan gadis itu kan?
"Sir, kalau saya boleh jujur, sebenarnya Eli itu menyukai--"
"Wil, kau dimana?!" kalimat Christ terpotong ketika tiba-tiba suara Sissy tiba-tiba muncul. Lily mengernyit seakan mengenal suara itu.
"Siapa kau? Astaga! Bagaimana jalang ini bisa ada disini?!" teriak Lily menyadari keberadaan Sissy.
Sissy juga tampak terkejut mengetahui keberadaan Lily, namun meskipun begitu ia tetap menyapanya dengan canggung.
"Ha--halo Lily, lama tak berjumpa." sapanya.
Ya, tentu saja Sissy dan Lily sudah saling mengenal karena Lily juga tahu jika Sissy adalah mantan kekasih kakaknya itu dulu. Dan ia sangat membencinya karena jujur dari awal ia tidak menyukainya. Lily sebenarnya bukan tipikal pembenci, tapi dia punya alasan mengapa bisa membenci seorang Sissy Watson.
"Bukankah kau sudah memutuskan Kakakku? beraninya kau menggodanya kembali?!"
"Lily, hentikan!" ucap William menengahi.
"Apa-apaan ini? kakak membelanya? Apa kakak sudah tidak sayang padaku sehingga lebih memilihnya?!" ujar Lily tidak percaya.
Sissy meremas tangannya kuat, ia merasa tidak tahan dengan tuduhan-tuduhan yang dilayangkan Lily kepadanya.
"Hei, Lily Martinez!" panggil Sissy.
"Jangan salah paham! Aku dan William sudah tidak memiliki hubungan apa-apa. Aku memang menginap disini semalam, tapi aku tidak satu kamar dengan kakakmu itu!"
"Cih! Kau pikir aku percaya? Jangan berbohong, kau pikir aku tidak tahu kau masih menyukai kakakku?"
"Lily!"
"Harsh! Sialan! Aku harus menggunakan bahasa apa lagi agar kau percaya? William hanyalah bagian dari masa laluku, aku sudah tidak memiliki perasaan lagi padanya. Apakah masih kurang jelas?" jelas Sissy membela dirinya sendiri.
William terdiam mendengar ucapan Sissy, ia pun memandang wanita itu dengan tatapan terluka.
Sissy menghela nafas, "Wil, biar kuperjelas lagi padamu. Aku tidak mau kesalahpahaman ini terus berlanjut, tapi kau tahu sebentar lagi aku akan bertunangan kan? Aku sangat mencintai tunanganku. Dylan Smith."
Christ dan Lily yang turut mendengar hal itu juga tampak terkejut, sementara William masih tak bergeming di tempatnya.
"Maafkan aku Wil karena sudah membuatmu salah paham. Tidak usah mengantarku, aku bisa pulang sendiri."
Ketika Sissy akan berlalu pergi melewatinya, William secara tiba-tiba menahan pergelangan tangannya.
"Katakan kalau kau berbohong?! Sissy Watson, katakan padaku kalau apa yang kau katakan jika kau mencintai Dylan Smith itu bohong!"
Sissy melepaskan genggaman tangan William, "Semua sudah berubah Wil, termasuk hatiku. Pada awalnya memang berat memutuskanmu, tapi pada nyatanya dia berhasil menggesermu dari dalam hatiku."
Setelah mengatakan hal itu, Sissy berlalu pergi dari sana tanpa ada hambatan.
Lily dan Christ masih mematung di tempatnya.
"Wah, tiba-tiba langit berubah cerah setelah dia pergi--"
Christ membungkam bibir Lily yang berbicara tanpa memerhatikan situasi.
"Apakah kau tidak bisa menghargai perasaan kakakmu sedikit saja?" ucap Christ sedikit kesal.
"Lwepaskwan twanganmu dwari mwulutkuuuuuu!"
********
"Mengapa bibi penjual bunga menyuruhku datang kemari?"
Eli tampak memandang rumah yang begitu terlihat sederhana di depannya itu. Kemudian ia turun dari dalam mobil. Selama kurang lebih dua jam ia menempuh perjalanan, akhirnya ia tiba di sebuah desa terpencil sesuai alamat yang tertera.
Ia pun melangkahkan kakinya menuju rumah yang di gerbangi besi yang mengelilingi halamannya, pintunya juga terlihat tertutup semua.
"Apakah aku harus masuk?"
Setelah membuka kunci gerbang, Eli pun memutuskan masuk ke halaman rumah untuk mencari tahu seseorang yang bisa ditanyainya mengenai maksud bibi penjual bunga yang membawanya kemari melalui alamat yang sudah dipersiapkannya.
"Halo, apakah ada orang?"
Eli terus mengulangi ucapannya sampai pada akhirnya pintu terbuka dan seorang lelaki muncul dibalik pintu.
"Si-siapa?"
"Ah syukurlah, ternyata ada orang. Hai, aku Elyana. Apakah kau kenal bibi penjual-- ah maksudku bibi Viviane? dia yang memberikan alamat rumah ini padaku."
Lelaki itu tampak terkejut setelah mendengar nama bibi penjual bunga disebut, tiba-tiba dia berubah panik dan langsung menarik Eli masuk ke dalam rumah.
"Hei, ada apa-apa? Pelan-pelan!"
Setelah memastikan pintunya terkunci, lelaki itu memberi hormat pada Eli.
"Selamat malam nona Eli, saya Logan, anak dari Viviane. Karena anda sudah datang kemari, berarti sudah terjadi sesuatu padamu dan Mamaku kan?"
Untuk beberapa waktu, Eli hanya terdiam seperti patung di tempatnya. Apa-apaan ini? Mengapa lelaki ini seperti sudah memprediksikan akan terjadi sesuatu padanya sama seperti yang bibi penjual bunga lakukan padanya.
Apakah memang ada orang jahat yang mengincarnya selama ini? Tapi siapa?